Apakah Polusi Udara Bisa Sebabkan Kemandulan? Ini Faktanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polusi udara di lingkungan sekitar sebaiknya jangan disepelekan. Sebab, kondisi ini bisa membawa dampak negatif bagi tubuh, bahkan dikabarkan dapat meningkatkan risiko infertilitas alias kemandulan !
Melansir dari The Guardian, sebuah studi menganalisis 18.000 pasangan di China. Mereka yang hidup di tengah tingkat polusi partikel kecil cukup tinggi, risiko kemandulan mencapai 20% lebih besar.
Berdasarkan penjelasan para ilmuwan, partikel polusi mampu merusak produksi sel telur dan sperma lewat peradangan dalam tubuh. Selain di Cina, ada juga studi klinik infertilitas Amerika Serikat yang menghadirkan 600 wanita.
Hasilnya, paparan polusi udara ini dikaitkan pada jumlah sel telur yang matang di ovarium. Perlu dipahami juga, The Guardian menyebutkan bahwa udara kotor memang mampu membuat risiko aspek reproduksi meningkat, seperti misalnya saja kelahiran prematur serta berat badan rendah ketika lahir.
Oleh sebab itu, para calon orangtua diminta sangat berhati-hati dan mulai peduli terhadap polusi ini. Hal ini diimbau oleh Qin Li, di Pusat Pengobatan Reproduksi di Rumah Sakit Ketiga Universitas Peking di China, yang pemimpin penelitian infertilitas.
“Banyak penelitian telah mencatat bahwa polusi udara dikaitkan dengan banyak peristiwa kehamilan yang merugikan,” kata Qin Li, dikutip dari The Guardian, Selasa (11/7/2023).
Penelitian dari tim Qin LI menunjukan faktor risiko ketidaksuburan salah satunya juga berasal dari polusi partikel kecil.
Selain itu, penelitian lain diungkapkan oleh Prof Mireille Toledano dari Imperial College London, Inggris. Sebuah riset dalam jurnal Environment Internasional yang melibatkan 18.571 pasangan di Cina, terdapat fakta yang cukup mengkhawatirkan.
Wanita yang terpapar partikel kecil 10 mikrogram per meter kubik lebih tinggi, selama setahun, mereka punya risiko infertilitas atau mandul 20% lebih besar. Lebih dari itu, penelitian juga membawa hasil mengenai proporsi wanita yang tidak hamil usai mencoba selama selama 12 bulan pun meningkat dari 15% jadi 26 %.
Kendati demikian, penelitian ini juga bukan semata-mata dilihat dari polusi, tapi juga memperhitungkan faktor-faktor lain mulai dari usia, berat badan, pendapatan, merokok, minum alkohol, dan tingkat olahraga.
Melansir dari The Guardian, sebuah studi menganalisis 18.000 pasangan di China. Mereka yang hidup di tengah tingkat polusi partikel kecil cukup tinggi, risiko kemandulan mencapai 20% lebih besar.
Berdasarkan penjelasan para ilmuwan, partikel polusi mampu merusak produksi sel telur dan sperma lewat peradangan dalam tubuh. Selain di Cina, ada juga studi klinik infertilitas Amerika Serikat yang menghadirkan 600 wanita.
Hasilnya, paparan polusi udara ini dikaitkan pada jumlah sel telur yang matang di ovarium. Perlu dipahami juga, The Guardian menyebutkan bahwa udara kotor memang mampu membuat risiko aspek reproduksi meningkat, seperti misalnya saja kelahiran prematur serta berat badan rendah ketika lahir.
Oleh sebab itu, para calon orangtua diminta sangat berhati-hati dan mulai peduli terhadap polusi ini. Hal ini diimbau oleh Qin Li, di Pusat Pengobatan Reproduksi di Rumah Sakit Ketiga Universitas Peking di China, yang pemimpin penelitian infertilitas.
“Banyak penelitian telah mencatat bahwa polusi udara dikaitkan dengan banyak peristiwa kehamilan yang merugikan,” kata Qin Li, dikutip dari The Guardian, Selasa (11/7/2023).
Penelitian dari tim Qin LI menunjukan faktor risiko ketidaksuburan salah satunya juga berasal dari polusi partikel kecil.
Selain itu, penelitian lain diungkapkan oleh Prof Mireille Toledano dari Imperial College London, Inggris. Sebuah riset dalam jurnal Environment Internasional yang melibatkan 18.571 pasangan di Cina, terdapat fakta yang cukup mengkhawatirkan.
Wanita yang terpapar partikel kecil 10 mikrogram per meter kubik lebih tinggi, selama setahun, mereka punya risiko infertilitas atau mandul 20% lebih besar. Lebih dari itu, penelitian juga membawa hasil mengenai proporsi wanita yang tidak hamil usai mencoba selama selama 12 bulan pun meningkat dari 15% jadi 26 %.
Kendati demikian, penelitian ini juga bukan semata-mata dilihat dari polusi, tapi juga memperhitungkan faktor-faktor lain mulai dari usia, berat badan, pendapatan, merokok, minum alkohol, dan tingkat olahraga.
(hri)