Edukasi Pentingnya Pakai Masker di Tengah Kondisi Polusi Udara yang Buruk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kualitas udara yang buruk di Jakarta dan beberapa kota lain menjadi sorotan selama beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, setidaknya di akhir Agustus 2023 Jakarta mencatatkan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) sebesar 92,8 mikrogram per meter kubik.
Itu artinya, udara Jakarta berada di kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Padahal konsentrat udara yang baik seharusnya mencatatkan angka 1-12 mikrogram per meter kubik. Jika udara dengan kualitas buruk itu terus kita hirup, tentu dampaknya akan sangat merugikan bagi kesehatan, bahkan bisa berujung kematian.
Menurut Ahli Kesehatan Paru, dr. Januar Habibi, B.Med.Sc, Sp.P, data WHO pernah mengungkap bahwa kematian global pada 2015 akibat polusi udara mencapai angka 9 juta jiwa. Jumlah tersebut terhitung tiga kali lipat lebih besar daripada angka kematian akibat malaria dan TB.
Sayang, orang sering kali abai akan bahaya polusi karena dampaknya baru terasa dalam jangka panjang.
"Kita nggak terbiasa bahas polusi karena nggak terasa efeknya secara langsung. Efek ini tergantung jumlah partikel dan berapa banyak partikel itu kita hirup," beber dr Januar dalam Media Gathering MS Glow Edukasi Pentingnya Masker saat Kualitas Udara Buruk di Jakarta, belum lama ini.
Seperti disebutkan di atas, partikel polusi di Jakarta dan sekitarnya saat ini adalah 2,5 mikrometer. Semakin kecil partikel, akan makin mudah tersebar dan masuk ke pembuluh darah. Hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi jantung, menyebabkan stroke, dan gangguan kesehatan lainnya.
"PM 2,5 akan tahan berhari hari di lingkungan kita dan terbang sangat jauh," imbuh dr. Januar.
"Menghirup udara yang tidak sehat atau berpolusi akan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan, tidak hanya paru namun juga organ lainnya seperti jantung dan otak," tambahnya.
Lebih lanjut dr. Januar menerangkan, secara alami bulu hidung kita berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup. Namun, pada kondisi udara yang sangat berpolusi, dibutuhkan penyaring bantuan berupa masker untuk mencegah agar zat polutan (terutama dengan ukuran partikel yang sangat kecil) tidak masuk ke dalam sistem pernapasan.
Selain menggunakan masker secara rutin, masyarakat sebaiknya bersikap bijak menghadapi kualitas udara yang memburuk. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain dengan memantau kualitas udara melalui aplikasi atau website, memeriksa emisi kendaraan yang digunakan, memilih BBM dengan pembakaran yang baik, serta membatasi penggunaan kendaraan bermotor.
Itu artinya, udara Jakarta berada di kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Padahal konsentrat udara yang baik seharusnya mencatatkan angka 1-12 mikrogram per meter kubik. Jika udara dengan kualitas buruk itu terus kita hirup, tentu dampaknya akan sangat merugikan bagi kesehatan, bahkan bisa berujung kematian.
Menurut Ahli Kesehatan Paru, dr. Januar Habibi, B.Med.Sc, Sp.P, data WHO pernah mengungkap bahwa kematian global pada 2015 akibat polusi udara mencapai angka 9 juta jiwa. Jumlah tersebut terhitung tiga kali lipat lebih besar daripada angka kematian akibat malaria dan TB.
Sayang, orang sering kali abai akan bahaya polusi karena dampaknya baru terasa dalam jangka panjang.
"Kita nggak terbiasa bahas polusi karena nggak terasa efeknya secara langsung. Efek ini tergantung jumlah partikel dan berapa banyak partikel itu kita hirup," beber dr Januar dalam Media Gathering MS Glow Edukasi Pentingnya Masker saat Kualitas Udara Buruk di Jakarta, belum lama ini.
Seperti disebutkan di atas, partikel polusi di Jakarta dan sekitarnya saat ini adalah 2,5 mikrometer. Semakin kecil partikel, akan makin mudah tersebar dan masuk ke pembuluh darah. Hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi jantung, menyebabkan stroke, dan gangguan kesehatan lainnya.
"PM 2,5 akan tahan berhari hari di lingkungan kita dan terbang sangat jauh," imbuh dr. Januar.
"Menghirup udara yang tidak sehat atau berpolusi akan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan, tidak hanya paru namun juga organ lainnya seperti jantung dan otak," tambahnya.
Lebih lanjut dr. Januar menerangkan, secara alami bulu hidung kita berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup. Namun, pada kondisi udara yang sangat berpolusi, dibutuhkan penyaring bantuan berupa masker untuk mencegah agar zat polutan (terutama dengan ukuran partikel yang sangat kecil) tidak masuk ke dalam sistem pernapasan.
Selain menggunakan masker secara rutin, masyarakat sebaiknya bersikap bijak menghadapi kualitas udara yang memburuk. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain dengan memantau kualitas udara melalui aplikasi atau website, memeriksa emisi kendaraan yang digunakan, memilih BBM dengan pembakaran yang baik, serta membatasi penggunaan kendaraan bermotor.