One Piece Club Indonesia: Apresiasi Kolektor Muda

Sabtu, 09 September 2023 - 14:00 WIB
loading...
One Piece Club Indonesia:...
One Piece Club Indonesia adalah komunitas kolektor karya seni yang berawal dari Jepang pada 2007. Foto/opcindonesia.org
A A A
JAKARTA - Mengoleksi benda seni, kata Francois Pinault, pemimpin korporasi multinasional Kering Group yang memproduksi luxury brand seperti Gucci, percaya bahwa perlu sentuhan jiwa spiritual. Konglomerat dengan kekayaan tahun 2019 sebesar 15,9 miliar euro (Rp262 triliun) ini meyakini seni mampu menyatukan orang-orang, bahwa, “It unites people, its message is of common humanity”.

Pinault bersandar pada nilai-nilai spiritualitas dan pesan kemanusiaan, sementara Soekarno muda punya pengalaman agak berbeda. Mantan Presiden RI ini sekitar awal 1930-an sempat sangat dekat dengan pelukis Basoeki Abdullah, dan membantunya bertemu dengan cendekia dan budayawan RM. Sosrokartono—kakak kandung RA Kartini. Ini terjadi sebelum Basoeki melanjutkan studinya ke Koninklijke Academie Van Beeldenden Kunsten di Den Haag, Belanda.

“Seni adalah manifestasi budaya sebuah bangsa dan patut kita promosikan seniman-seniman terbaik negeri ini ke mancanegara” ujar Soekarno. Proklamator Ri ini pada saat wafatnya meninggalkan hampir 10 ribu koleksi privatnya berupa sebagian lukisan-lukisan terbaik seniman Indonesia dan patung-patung seni. Ini adalah harta tak ternilai bagi negeri ini.

Pinauld dan Soekarno berbeda zaman, tapi keduanya meski dalam pandangan berlainan, adalah patron seni rupa yang kuat. Mereka sepakat bahwa mengoleksi seni selaras dengan upaya menghormati “nilai-nilai hakiki tertentu” secara personal terhadap konsep “menjadi manusia secara spiritual” dan “mencintai negeri dalam ingatan kolektif” pada benda seni.

Inisiasi One Piece Club Indonesia


Sangat menarik saat menyimak satu perkumpulan para kolektor bernama One Piece Club (OPC) Indonesia, yang awalnya dikenalkan di Jepang oleh pencinta seni Hiroko Ishinabe pada 2007. OPC Indonesia akhir Agustus lalu menghelat pameran di ruang pamer ROH Project, Menteng, Jakarta. OPC perwakilan Indonesia diinisiasi oleh figur sentral seperti Melani W. Setiawan dan Tom Tandio, yang didampingi oleh board members seperti Cosmas Gozali, Winda Malika Siregar, dan Dian Sastrowardoyo.

Penulis menyempatkan mewawancarai dua kolektor perempuan muda yang diikutkan koleksi karyanya pada pameran Coalesce di Menteng tersebut dengan motivasi rasa penasaran. Apa sebenarnya yang menjadi misi mereka, pada usia muda membeli benda seni dan memilih seniman tertentu?



Yang pertama ada anak muda berusia sekitar 30-an tahun, Gita Prihanto, seorang Chief Operating Officer (COO) sebuah perusahaan teknologi finansial. Lalu ada Inez Tiffany, pemilik perusahan bisnis konstruksi dengan latar pendidikan bisnis berbasis medis, menyambut wawancara dengan antusias.

Gita memulai awal sebagai kolektor sekitar empat tahun lalu. Ia mengaku persentuhannya dalam dunia seni rupa tak lepas dari 'perasaan kosong, tapi menjadikannya manusia utuh' kala mengoleksi benda seni.

“Saya mengoleksi sebab merasa seperti menjadi manusia dalam posisi pada kondisi psikis keseimbangan, tak hanya bekerja saja—memimpin sebuah perusahaan. Namun ada sebuah pesan dan konsep tertentu yang memikat saya pada obyek seni rupa itu. Saya mendapatkan perasaan nyaman sekaligus juga mencerahkan secara nalar,” ujar Gita.

Gita menyukai karya perupa Mujahiddin Nurahman yang memprovokasi pikiran dengan gaya Arabesque berbentuk dwi matra. Selintas karya yang dikoleksi pada 2021 itu, yang terbuat dari komposisi materi kertas yang diiris dengan detail, tinta, dan plexiglass cukup kompleks untuk diapresiasi walau nyaman dilihat mata.

“Saya menyukai komposi visual yang harmoni, tapi menyimpan cerita yang memprovokasi pikiran dan rasa. Guntingan-guntingan kertas itu mengonstruksi sebuah tatanan visual yang indah, meskipun itu simbol senjata AK 47. Semacam membuat jukstaposisi yang membuat penasaran, elok sekaligus merangkai sebuah intimidasi ataukah justru proteksi?," ujar Gita.

Mujahiddin dikenal seniman terdidik asal Bandung yang piawai mengombinasikan antara kemampuan membuat struktur visual yang indah dengan narasi kritikal ideologi tertentu. Kekerasan di muka bumi terjadi justru pada saat seseorang atau masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah dan isu terhangat tentang konsep keadilan dalam perspektif rumit tentang kesalihan personal versus kesalihan sosial.

Buku Harian, Urbanisasi, dan Seniman Lokal


Inez Tiffany, kolektor yang masih berusia 37 tahun menyampaikan pendapatnya menyoal ketertarikannya pada seni rupa. Ini karena baginya seperti membaca sebuah buku harian.

“Ya, semacam diary, yang menjadikan saya seperti sebuah cermin tentang cerita sang seniman plus kehidupan privatnya, dan itu berefleksi pada diri saya sendiri” ungkap Inez.

Hal itulah, menurut Inez, seperti membuatnya tersentuh terhadap sesuatu, yang pada akhirnya membangun perlahan empati sosial dalam memahami segala sesuatu tentang hidup. Terutama pada kehidupan seniman lokal dan dunia seni secara umum di Indonesia.

Inez menghabiskan waktunya mengoleksi sejak delapan tahun lampau yang berkonsentrasi pada karya fine art— menurutnya, jenis lukisan cat minyak di kanvas-- yang tetiba empat tahun terakhir ia terpikat pada seni kontemporer. Baginya seni kontemporer itu beragam dan berubah-ubah, sesuatu yang sangat menantang untuk dihayati sebagai kolektor.

“Tantangan pertama adalah bagaimana dari 70% koleksi saya harus disimpan, sebab seni kontemporer bisa sangat rapuh dari pertimbangan materi. Ini perlu ruang — special storage-- dan perawatan detail. Jika video art dan digital art mungkin lebih mudah, namun instalasi yang bermateri rapuh saya siapkan transparent box khusus dalam penyimpanan” ujar Inez.

Tantangan kedua adalah, keberanian untuk mempelajari secara utuh kehidupan sang seniman yang dikoleksi. Juga mengulik dengan cermat sejarah yang tersampir tentangnya, baik karya maupun senimannya.

“Saya sangat interesting karya-karya bertopik isu politik, ras, dan karya dengan simbol-simbol tentang urbanisasi. Saya tertarik pada Asmo Aji yang tinggal di Tanah Abang dan karyanya ikut saya sertakan dalam pameran OPC Indonesia. Saya trenyuh pada kehidupan warga yang terpinggirkan di kampung-kampung dan kemungkinan ancaman pengggusuran” jelas Inez dengan antusias.

Asmo Aji, yang karyanya dikoleksi oleh Inez adalah seniman instalasi dari eksplorasinya yang menyoal isu urbanisasi dengan obyek-obyek temuan, kayu-kayu bekas yang disusun ulang, dengan pendekatan mixed media. Karyanya yang dikoleksi Inez pada 2023 berjudul Bertahan Mengimbangi Sekitar I, 2023.



Baik Inez dan Gita menyatakan bahwa kehadiran OPC Indonesia dengan beragam program memberi cakrawala pengetahuan yang luas. Program-program itu misalnya seperti mengunjungi museum, pameran koleksi-koleksi kolektor muda, serta berdialog bersama kurator, seniman-seniman, penulis, dan sesama kolektor serta para senior kolektor.

Program ini bermanfaat besar utamanya bagi pertumbuhan ekosistem seni yang setara bagi seniman-seniman muda. Juga bagi sejumlah kolektor pemula dengan jaminan bahwa seniman bisa dikoleksi karyanya, tak harus memiliki 'nama besar' dan track record yang memadai.

Keduanya sepakat juga bahwa gagasan kontemporer sesuai isu-isu terkini dan ekspresi visualnya di karya adalah yang terpenting dalam pertimbangan mengoleksi. Sebuah kesempatan emas bagi perupa muda tentunya untuk mengenalkan diri pada One Piece Club Indonesia. Selamat!

Bambang Asrini
penulis seni dan pemerhati sosial-budaya
(ita)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
POP MART Indonesia Buka...
POP MART Indonesia Buka Toko Terbesar, Lebih Banyak Koleksi Menarik
Ketika Tanah dan Cat...
Ketika Tanah dan Cat Bersatu: Instalasi Unik Hadir di Museum Macan
Intip Keseruan Wayang...
Intip Keseruan Wayang Jogja Night Carnival 2024, Hidupkan Kisah Gatotkaca Wirapraja
Art Love U Fest 2024:...
Art Love U Fest 2024: Bertemunya Seni dan Cinta di JDC
Jakarta Biennale 2024,...
Jakarta Biennale 2024, Gudskul Ekosistem dan Seniman Aceh Hidupkan Bela Diri Betawi
Jimbaran Hub Hadirkan...
Jimbaran Hub Hadirkan Ruang Kolaborasi Seni, Musik, dan Budaya yang Berkelanjutan di Bali
Napak Jagat Nusantara...
Napak Jagat Nusantara Penampil Utama dalam Gelaran Seni Budaya untuk Meriahkan Rangkaian HUT ke-79 TNI
22 Seniman Menggali...
22 Seniman Menggali Kisah Personal di Galeri Neo
Komunitas Kebaya Menari...
Komunitas Kebaya Menari Susuri Sejarah Kebaya di Thailand, Singapura, dan Malaysia
Rekomendasi
BSI Ingatkan Nasabah...
BSI Ingatkan Nasabah Waspada Penipuan Bermodus Social Engineering
Salat Idulfitri di Lapangan...
Salat Idulfitri di Lapangan Pancasila Simpang Lima Diperkirakan Diikuti 30.000 Jemaah
Ikut Mudik, Apriyani...
Ikut Mudik, Apriyani Rahayu Bakal Jalani Tradisi Lebaran di Kampung Halaman
Berita Terkini
Istana Buckingham Kembali...
Istana Buckingham Kembali Abaikan Pangeran Harry, Hubungan Makin Buruk
4 jam yang lalu
Snow White Live Action...
Snow White Live Action Jadi Film Disney Paling Mengecewakan Sepanjang Sejarah
4 jam yang lalu
3 Alasan Steven Wongso...
3 Alasan Steven Wongso Mualaf, Benarkah karena Arafah Rianti?
10 jam yang lalu
6 Makanan yang Sebaiknya...
6 Makanan yang Sebaiknya Dihindari saat Mudik Lebaran, Bikin Ngantuk
11 jam yang lalu
BTS, BLACKPINK, BIGBANG,...
BTS, BLACKPINK, BIGBANG, dan IU Masuk Daftar Musisi Terhebat Abad 21
12 jam yang lalu
Cara Membuat Ketupat...
Cara Membuat Ketupat Empuk dan Tahan Lama, Sajian Wajib saat Lebaran
13 jam yang lalu
Infografis
10 Makanan Khas Lebaran...
10 Makanan Khas Lebaran di Indonesia selain Opor dan Ketupat
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved