Akhir Pekan, Kawasan Wisata Baduy Selalu Diserbu Wisatawan

Kamis, 27 Juli 2017 - 16:32 WIB
Akhir Pekan, Kawasan Wisata Baduy Selalu Diserbu Wisatawan
Akhir Pekan, Kawasan Wisata Baduy Selalu Diserbu Wisatawan
A A A
BANTEN - Kehidupan masyarakat Baduy yang masih teguh memegang tradisi leluhur dan lokasinya yang asri di daerah terpencil hingga kini tetap menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Kawasan wisata Baduy yang terletak di Provinsi Banten ini selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal bahkan mancanegara, khususnya di akhir pekan.

Membeludaknya pelancong berwisata ke desa masyarakat adat Baduy ini kian hari kian bertambah, apalagi pada akhir pekan dan hari libur sekolah. Sudirman, pemandu wisata mengatakan biasa para pengunjung akan bertambah pada akhir pekan. "Kalau akhir pekan pengunjung bisa mencapai 200-300 orang dan kebanyakan pengujung ini adalah anak sekolah dan mahasiswa dan rombongan perjalanan wisata,"jelasnya.

Selain menikmati indahnya pemandangan alam sekitar yang memanjakan mata, pada umumnya para pelajar dan mahasiswa ini melakukan beragam penelitian. Seperti diketahui masyarakat Baduy dikenal sebagai salah satu suku yang masih sangat teguh memang tradisi nenek moyang. Hal ini bisa dilihat dari perilaku sehari-hari maupun tradisi ritual yang masih mereka jaga hingga saat ini

"Biasanya mereka melakukan berbagai penelitian untuk tugas sekolah atau kampusnya. Penelitannya sih macem-macem ada seputar pertanian, sosiologi dan lainnya," tutur pria yang menjadi pemandu wisata sejak beberapa tahun lalu ini.

12 Jam Jalan Kaki ke Baduy Dalam

Perkampungan adat Baduy terdiri dari Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam terletak di kawasan Gunung Kandengan, Kanekes yang meliput tiga desa yakni Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo. Orang Kanekes atau Baduy Dalam benar-benar terisolir dari hiruk pikuk kemajuan teknologi, bahkan mereka tidak mengenal baca tulis.

Untuk memasuki kawasan wisata adat Baduy Dalam, terlebih dahulu para pengunjung akan melewati rute tiga desa Baduy luar, mulai dari desa Balimbing, Montange kemudian Gajebo.

Dari Balimbing menuju Gajebo membutuhkan perjalanan waktu sekitar setengah sampai satu jam. Sedangkan untuk tiba di Baduy Dalam harus melintasi jembatan di desa Gajebo. Sebuah jembatan gantung dari bambu yang melintasi sungai Ciujung. Para wisatawan yang akan melanjutkan perjalanan ke Baduy Dalam membutuhkan waktu tempuh sekitar 12 jam.

Dengan Akses KRL Semain Mudah

Kawasan wisata Baduy yang terletak Kecamatan Lewidamar, Kabupaten Lebak Banten, berjarak 120 km dari Jakarta dan dapat ditempuh dengan berkendara menggunakan kendaraan umum atau pribadi.

Dari jalan tol Jakarta - Merak keluar di pintu Balaraja Barat mengambil arah Rangkasbitung menuju Leuwidamar langsung ke Ciboleger. Membutuhkan waktu sekitar 1 - 1,5 jam untuk tiba sampai di Ciboleger dari Rangkasbitung yang berjarak 40 km.

Sekarang, akses ke Baduy semakin mudah dengan adanya kereta KRL dari Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Rangkasbitung, selain lebih murah, waktu tempuh juga menjadi lebih cepat. Dengan kemudahan transportasi ini, semakin banyak wisatawan yang mengunjungi kawasan Baduy.
Lingkungan Tetap Bersih dari Sampah

Di Baduy, khususnya Baduy dalam kita bisa melihat lebih dekat kehidupan warga masyarakatnya yang masih sangat teguh memegang tradisi. Banyak hal positif yang bisa diambil tentunya, di tengah memudarnya nilai-nilai moral dalam sendi kehidupan akibat pengaruh globalisasi dan kemajuan zaman.

Masyrakat Baduy menggantungkan hidupnya dari hidup bercocok tanam, dan menjual kerajinan tangan yang mereka bawa ke luar wilayah mereka atau kepada parawisatawan sebagai cinderamata.

Kita bisa melihat lebih dekat kemahiran menenun yang ditunjukkan para wanita baik di Baduy Dalam maupun Baduy Dalam. Hampir di semua rumah terdapat alat tenun tradisional. Menenun adalah kegiatan rutin para ibu dan remaja putri yang berada di desa ini desa Balimbing, Motengge dan Gajebo yang termasuk kawasan Baduy Luar. Ada lima jenis corak tenun yang dihasilkan dari tiga desa ini yaitu seuat, poleng, aros, adu mancung dan jamang. Untuk memproduksi tenun ukuran 2 m kali 1m dibutuhkan waktu satu minggu.

Kegiatan menenun ini dilakukan kaum wanita dari pagi hingga sore hari. Disela-sela waktu senggang kaum laki-lakinya menemani sambil memainkan seruling dan kecapi. Suasana ini yang selalu dinantikan pengunjung saat sejumlah masyarakat adat Baduy memetik dawai kecapi dan alunan seruling mengalun.

Menjamur Kios-kios

Di Baduy luar terdapat banyak kios-kios yang menjual hasil pangan dan kerajinan tangan warganya yang biasa dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang para wisatawan. Selain itu, kios-kios juga menjual makanan, minuman dan lainnya. Kebutuhan ekonomi membuat masyarakat adat ini merubah pola pikir yang semula hanya bertani dan membuat gula aren bagi kaum laki-lakinya, kini mereka juga berdagang.
Yang patut di contoh dari masyarakat adat Baduy ini adalah lingkunngan mereka yang sangat bersih, walapun warung-warung sudah menjamur tapi sampah yang disebabkan dari warung ini tidak terlihat berceceran.

Tempat sambah yang terbuat dari bambu disediakan di setip rumah warga yang membuka warung. Selain warung yang menjamur, rumah-rumah masyarakat adat Baduy luar di tiga desa ini pun bisa dipakai untuk menginap para tamu atau homestay bagi para wisatawan. Tarif sewa per malam sekitar Rp 100.000 sampai dengan - Rp 300.000.

Masih Banyak Lokasi yang Belum Tereksplor

Baduy merupakan salah satu lokasi wisata yang menjadi konsentrasi Dinas Pariwisata Provinsi Banten. Selain Baduy, kami juga akan terus mempromosikan beberapa lokasi wisata yang belum tereksplore seperti, Pintu air Pamarayan, Tanjug Lesung, Ujung Kulon dan lokasi potensi lainnya yang belum tereksplor secara maksimal.

Untuk itu, tentunya diharapkan setelah mendapat sentuhan dari pihak pemerintah setempat lokasi-lokasi wisata itu akan lebih terangkat, sehingga perkembangan pariwisata di Provensi Banten ini dapat menarik wisatawan baik lokal maupun manca negara. (Yaomi)
(bbk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8070 seconds (0.1#10.140)