Ahli Teknologi Plastik Luruskan Isu Hoaks Terkait Bahaya BPA

Rabu, 25 Oktober 2023 - 16:16 WIB
loading...
Ahli Teknologi Plastik Luruskan Isu Hoaks Terkait Bahaya BPA
Pakar teknologi plastik Wiyu Wahono. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pakar teknologi plastik Wiyu Wahono membongkar sejumlah hoaks terkait bahaya bisphenol A (BPA) dalam galon berbahan polikarbonat (PC). Hal tersebut dia sampaikan menyusul ada yang memanfaatkan isu bahaya BPA demi kepentingan tertentu.

Narasi hoaks yang dia maksud berkaitan dengan bahaya BPA dalam galon PC yang disebut-sebut dapat mengganggu kesehatan manusia, mulai dari reproduksi hingga gangguan kehamilan dan janin serta kanker. Sementara, dalam narasi lainnya menyebutkan bahwa kemasan galon paling aman berbahan polyethylene terephthalate (PET).

Wiyu Wahono mendapati penyebaran informasi bahaya kandungan BPA itu sudah diarahkan karena hanya berbicara senyawa dalam satu kemasan pangan atau spesifiknya galon isi ulang saja. Padahal, kemasan galon PET atau sekali pakai juga memiliki ancaman senyawa berbahaya lain.

Namun, narasi tersebut tidak menyebutkan ancaman bahaya kesehatan yang menghantui dalam galon PET. Padahal, dalam kemasan PET mengandung antimon (Sb), Asetaldehida hingga etilen glikol (EG) yang juga bersifat karsinogenik atau beracun bagi tubuh.

"Jadi seakan-akan PET itu aman, itu disinformasi yang luar biasa jahatnya, entah dengan tujuan apa, itu yang nggak benar," kata Doktor Sains Teknologi Plastik dari Universitas Teknologi Berlin di Jerman tersebut.

Wiyu mengatakan, sebenarnya kemasan apa pun termasuk yang berbahan polyethylene terephthalate (PET) memiliki potensi bahaya bagi kesehatan. Oleh sebab itu, organisasi kesehatan di setiap kawasan atau negara mengatur ambang batas toleransi dari paparan kemasan pangan.

Dosen teknologi plastik di salah satu kampus di Jerman itu melanjutkan, memang terjadi migrasi senyawa kimia dalam kemasan pangan plastik apa pun, termasuk galon PET dan PC. Namun, migrasi yang terjadi masih dalam batas aman serta mampu diolah dan dikeluarkan oleh tubuh.

Dia menerangkan, dalam galon PC, paparan BPA yang masuk ke dalam tubuh, dikeluarkan sekitar 2 hingga 4 jam sekali melalui urine atau zat sisa. Sedangkan paparan antimon, asetaldehida dalam galon PET baru bisa diproses oleh tubuh dalam waktu 93 jam.

"Tapi tetap tidak akan terjadi akumulasi. Kalau akumulasi itu artinya menumpuk terus nggak keluar dan ini tidak terjadi. Kalau stibium (antimon) ini saya tidak tahu, tapi kalau BPA tidak terjadi akumulasi," katanya.

Wiyu melanjutkan, penelitian terkait BPA oleh organisasi kesehatan Eropa (EFSA) dan Amerika Serikat (FDA) dilakukan dengan mengambil sampling pada hewan. Sehingga, sambung dia, tidak cocok apabila dampak yang terjadi pada hewan diterapkan langsung ke manusia.

Sebelumnya, pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait melihat bahwa isu dan dorongan labelisasi BPA sarat dengan persaingan usaha. Pasalnya, hal tersebut hanya menyasar pada satu kemasan pangan, yakni galon guna ulang.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu pun meminta pemerintah dalam hal ini BPOM tidak memaksakan untuk memberikan label bahaya BPA pada galon guna ulang. Terlebih bahaya BPA dalam dunia kesehatan sebenarnya juga masih pro dan kontra alias ambigu.

"Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan melihat, polemik isu BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi. Hal itu sudah jelas dilarang dalam hukum persaingan usaha.

"Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut. Hanya 0,1 yang menggunakan galon sekali pakai," kata Chandra.

Secara pribadi, dia tidak setuju ada pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang. Menurutnya, pelabelan BPA itu sama saja dengan menyerahkan pengawasan kepada masyarakat.

Dia mengatakan, hal ini tidak boleh dilakukan karena pengetahuan masyarakat yang heterogen dan tidak punya tools yang dapat mendeteksi kadar BPA. Menurutnya, BPOM lebih baik membuat sistem pengawasan yang melekat pada seluruh pabrik kemasan pangan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya juga telah menegaskan bahwa air kemasan galon isi ulang aman digunakan, baik oleh anak-anak maupun ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang merupakan berita bohong.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1243 seconds (0.1#10.140)