Mengenal Lebih Dekat Gejala Skizofrenia

Jum'at, 10 November 2017 - 12:05 WIB
Mengenal Lebih Dekat Gejala Skizofrenia
Mengenal Lebih Dekat Gejala Skizofrenia
A A A
JAKARTA - Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang diidap sekitar 24 juta penduduk dunia. Usia 15-35 tahun rentan terkena gangguan ini.

Perilaku sosial yang tertutup dan perubahan pola tidur merupakan gejala awal yang biasanya mulai berkembang pada usia remaja. Sayangnya, gejala-gejala tersebut hanya dianggap sebagai perubahan tingkah laku remaja sehingga cenderung diacuhkan.

Belum diketahui penyebab gangguan jiwa ini. Yang jelas, faktor lingkungan dan genetik berperan dalam pembentukan kondisi ini. Di Tanah Air, penyakit ini mungkin masih terdengar asing dan kerap dikaitkan dengan hal gaib, seperti kerasukan makhluk halus.

Akibatnya, penderita tidak mendapat pengobatan yang seharusnya dan banyak yang berakhir dipasung. Padahal, jika cepat terdiagnosis, semakin cepat pula masalah kesehatan jiwa ini ditangani dengan peluang sembuh yang besar sehingga penderitanya bisa kembali hidup secara normal. Dr AAAA Kusumawardhani SpKJ(K) menjelaskan, skizofrenia adalah suatu kondisi di mana penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku.

Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori, kategori positif dan negatif. Gejala negatif skizofrenia menggambarkan hilangnya sifat dan kemampuan tertentu yang biasanya ada dalam diri orang normal.

“Sedangkan, gejala positif menggambarkan tandatanda psikotik yang muncul dalam diri seseorang akibat menderita skizofrenia,” ujar dr Kusumawardhani.

Gejala negatif berkembang secara bertahap atau perlahan-lahan hingga akhirnya memburuk. Gejala negatif di antaranya rasa enggan bersosialisasi dan tidak nyaman berada dekat dengan orang lain sehingga lebih memilih berdiam diri di rumah, kehilangan konsentrasi, pola tidur yang berubah, dan kehilangan minat dan motivasi dalam kehidupan sosial atau secara keseluruhan.

Sementara gejala positif skizofrenia di antaranya halusinasi, delusi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku.

“Tidak ada cara pasti untuk mencegah penyakit skizofrenia. Namun, pengobatan secara dini dapat membantu mencegah kambuh dan memburuknya gejala yang timbul akibat penyakit ini,” tuturnya. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta yang menderita gangguan jiwa berat adalah 2,7 %.

Prevalensi tertinggi adalah di Kabupaten Kulon Progo (4,67%), diikuti Kabupaten Bantul (4%), Kota Yogyakarta (2,14%), Kabupaten Gunung Kidul (2,05%), dan Kabupaten Sleman (1,52%).

Butuh Penanganan Komprehensif
Dr Diah Ayu Puspandari Apt MBA MKes menuturkan, berdasarkan kajian yang dilakukan pihaknya, penanggulangan masalah kesehatan jiwa tidak hanya pengobatan dari sisi fisik/medis.

“Rehabilitasi psikiatrik, psikososial, dan sosial juga perlu diterapkan agar orang dengan skizofrenia (ODS) dapat kembali produktif dan berguna bagi masyarakat setelah dinyatakan sembuh. Untuk itu, diperlukan sebuah sistem rehabilitasi komprehensif yang didukung semua pihak terkait,” ujar dr Diah.

Dalam upaya pengobatan gangguan kesehatan jiwa, diperlukan sebuah sistem yang komprehensif dan berkesinambungan hingga akhirnya penderita dapat dinyatakan sembuh dan kembali produktif.

Sistem tersebut harus terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik sehingga para penderita dan keluarganya dapat dengan mudah mencari informasi dan perawatan paling tepat bagi ODS. Sementara itu, menurut Bagus Utomo, keluarga ODS, yang juga pendiri Komunitas Peduli Skizofrenia, mengaku, di Indonesia, gangguan jiwa sering kali dipandang sebagai penyakit yang memalukan dengan berbagai stigma negatif dari masyarakat.

Informasi mengenai gangguan kesehatan jiwa pun tidak mudah didapat. Sering kali pasien dan keluarganya menjadi frustrasi karena sulitnya menemukan perawatan yang tepat sehingga kondisi pasien menjadi semakin parah. (Sri Noviarni)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4365 seconds (0.1#10.140)