Kisah Sukses Daniel Tanri Rannu dari Dokter hingga Pengusaha
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjadi seorang dokter tidak lantas menutup keinginan Daniel Tanri Rannu alias Daniel berhenti mengembangkan bisnis properti.
Pria asal Jakarta itu kini sukses dengan Jendela360 dan CariProperti sebuah perusahaan startup property technology yang ia rintis sejak 2016.
"Startup ini sudah jalan 8 tahun, tim kita berkembang dan tercatat ada 270 orang," ungkap Daniel saat ditemui di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Jendela360 berkembang lebih pesat dengan membawa pendekatan O2O (Online to Offline) setelah mendapat pendanaan sebesar US$ 2 juta dari investor ternama di Indonesia dan Jepang.
Dengan pendekatan O2O itu, Jendela360 membawa transaksi properti bukan hanya menjadi lebih efisien karena peranan teknologi tapi juga lebih efektif karena pendekatan human relation.
"Saat ini kita dikenal sebagai startup one of the largest proptech platform di Indonesia. Bisa dibilang capaian ini adalah bentuk kepercayaan investor di mana investornya bukan investor kaleng-kaleng," kata Daniel.
Selain Jendela360, Rannu melebarkan sayap dengan membangun startup CariProperti.
Jauh sebelum mengembangkan startup, Daniel hanyalah anak yang terlahir dari keluarga yang biasa-biasa di tengah kampung kota Jakarta.
"Saya anak bungsu, anak paling kecil dari tiga bersaudara cowok semua. Kita berangkat dari keluarga biasa saja, gak miskin banget tapi juga gak bergelimang harta," tutur Daniel.
Meski keluarga Daniel tidak masuk dalam kelas menengah atas, namun tekad untuk mendapatkan pendidikan tinggi jadi tujuan bersama.
Setelah lulus SMA, orang tua Daniel tak mampu membiayainya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Kondisi itu tak lantas membuat Daniel patah arang, ia mencari celah dengan memburu beasiswa untuk bisa kuliah.
"Kita bertiga benar-benar harus dapat beasiswa kalau mau kuliah. Kalau gak dapat beasiswa kayanya gak bisa kuliah karena kondisi keuangan orangtua," kata Daniel.
Dari latar belakang keluarga yang kurang, membuat tiga bersaudara ini memiliki daya juang untuk lebih berhasil menggapai cita-cita sarjana.
"Kedua kakak saya lulus di UI, satunya arsitektur, satunya lagi lulus di Fakultas Ekonomi. Sementara saya lulus jadi dokter di Universitas Atmajaya," sebut Daniel.
Bertahan di perguruan tinggi dengan mengandalkan biaya dari beasiswa saja tidak mudah. Uang beasiswa hanya mampu menyelesaikan biaya kuliah namun tidak dengan biaya-biaya tak terduga di luar perkuliahan.
"Buat ongkos transport, print makalah, ngerjain tugas, buku-bukuan itu saya survive dengan biaya sendiri. Dan itu bisa saya lakukan karena dari zaman SMA memang sudah biasa jualan macam-macam," tuturnya.
Di kampusnya, Daniel bukan cuma menghabiskan waktu untuk nongkrong. Ia membuktikan bahwa kuliah dengan mengandalkan kemauan yang kuat bisa menjadi dokter dengan predikat baik.
Prestasi menjadi lulusan kedokteran dengan predikat baik itu berbuntut pada dilema antara melanjutkan karir di dunia kesehatan atau menyelami bisnis startup.
"Perjalanannya sendiri gak gampang apalagi saya yang nyebrang dari dokter jadi startup founder. Pada waktu itu saya berada di satu persimpangan. Karena pada waktu itu dokter memang profesi yang punya prospek ke depannya".
"Saat itu ada satu passion yang mana juga bertemu dengan opportunity. Akhirnya saya memutuskan untuk bikin startup," lanjutnya.
Startup pertama yang ia buat cukup digandrungi masyarakat, ia membangun pasar online yang menjual peralatan sulap bernama Rajasulap.
"Saya bikin website e-commerce namanya Rajasulap. Itu lumayan terkenal. Itu jalan dari 2008 sampai 2018 atau selama 10 tahun sampai tren pasarnya benar-benar habis," kata Daniel.
Perjalanan di dunia startup ia kembali selami dengan membangun platform digital untuk menghubungkan antara pencari jasa dengan para pekerja spesialis bangunan maupun elektronik.
"Semacam Gojek tapi buat nyari tukang. Tukang AC, tukang bangunan, dan lain-lain. Ternyata marketnya cukup susah akhirnya tutup," papar Daniel.
Daniel benar-benar mempelajari setiap kegagalan membangun startup. Hingga akhirnya, Jendela360 lahir pada akhir tahun 2016. Platform ini menawarkan jasa rental apartemen dengan menyajikan virtual tour di mana customer bisa menjelajah ruangan melalui platform Jendela360 sebelum membeli.
"Jendela360 teknologi pertama di Indonesia yang pertama memperkenalkan virtual tour. Kita bisa lihat dari ruangan satu ke ruangan lain. Seolah-olah kita sedang berada di lokasi," papar Daniel.
Selain Jendela360, Daniel juga melebarkan sayap dengan membangun platform jual beli properti bernama CariProperti.
"Di 2021, kita bikin bisnis unit namanya CariProperti untuk jual beli properti. Dua unit bisnis itu, kita bikin satu holding company namanya Jendela Group," paparnya.
Dari kegagalan-kegagalan itu Daniel memetik pelajaran bahwa prinsip bisnis startup musti mengedepankan nilai ketimbang bakar uang di awal membangun bisnis.
"Dari semua perjalanan karir akhirnya kita buat Jendela. Pelajaran yang dipetik dari jatuh bangun bikin startup adalah kita harus berani mengambil untung. Gak boleh gede di subsidi atau negatif profit," tutur Daniel.
"Jadi gak boleh pakai prinsip yang penting marketnya tumbuh dulu, buat saya itu konsep membuat startup yang wrong way. Karena sebenarnya, kalau kita bisa creat velue ke market, market itu pasti mau bayar kita," tandasnya.
Pria asal Jakarta itu kini sukses dengan Jendela360 dan CariProperti sebuah perusahaan startup property technology yang ia rintis sejak 2016.
"Startup ini sudah jalan 8 tahun, tim kita berkembang dan tercatat ada 270 orang," ungkap Daniel saat ditemui di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Jendela360 berkembang lebih pesat dengan membawa pendekatan O2O (Online to Offline) setelah mendapat pendanaan sebesar US$ 2 juta dari investor ternama di Indonesia dan Jepang.
Dengan pendekatan O2O itu, Jendela360 membawa transaksi properti bukan hanya menjadi lebih efisien karena peranan teknologi tapi juga lebih efektif karena pendekatan human relation.
"Saat ini kita dikenal sebagai startup one of the largest proptech platform di Indonesia. Bisa dibilang capaian ini adalah bentuk kepercayaan investor di mana investornya bukan investor kaleng-kaleng," kata Daniel.
Selain Jendela360, Rannu melebarkan sayap dengan membangun startup CariProperti.
Jauh sebelum mengembangkan startup, Daniel hanyalah anak yang terlahir dari keluarga yang biasa-biasa di tengah kampung kota Jakarta.
"Saya anak bungsu, anak paling kecil dari tiga bersaudara cowok semua. Kita berangkat dari keluarga biasa saja, gak miskin banget tapi juga gak bergelimang harta," tutur Daniel.
Meski keluarga Daniel tidak masuk dalam kelas menengah atas, namun tekad untuk mendapatkan pendidikan tinggi jadi tujuan bersama.
Setelah lulus SMA, orang tua Daniel tak mampu membiayainya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Kondisi itu tak lantas membuat Daniel patah arang, ia mencari celah dengan memburu beasiswa untuk bisa kuliah.
"Kita bertiga benar-benar harus dapat beasiswa kalau mau kuliah. Kalau gak dapat beasiswa kayanya gak bisa kuliah karena kondisi keuangan orangtua," kata Daniel.
Dari latar belakang keluarga yang kurang, membuat tiga bersaudara ini memiliki daya juang untuk lebih berhasil menggapai cita-cita sarjana.
"Kedua kakak saya lulus di UI, satunya arsitektur, satunya lagi lulus di Fakultas Ekonomi. Sementara saya lulus jadi dokter di Universitas Atmajaya," sebut Daniel.
Bertahan di perguruan tinggi dengan mengandalkan biaya dari beasiswa saja tidak mudah. Uang beasiswa hanya mampu menyelesaikan biaya kuliah namun tidak dengan biaya-biaya tak terduga di luar perkuliahan.
"Buat ongkos transport, print makalah, ngerjain tugas, buku-bukuan itu saya survive dengan biaya sendiri. Dan itu bisa saya lakukan karena dari zaman SMA memang sudah biasa jualan macam-macam," tuturnya.
Di kampusnya, Daniel bukan cuma menghabiskan waktu untuk nongkrong. Ia membuktikan bahwa kuliah dengan mengandalkan kemauan yang kuat bisa menjadi dokter dengan predikat baik.
Prestasi menjadi lulusan kedokteran dengan predikat baik itu berbuntut pada dilema antara melanjutkan karir di dunia kesehatan atau menyelami bisnis startup.
"Perjalanannya sendiri gak gampang apalagi saya yang nyebrang dari dokter jadi startup founder. Pada waktu itu saya berada di satu persimpangan. Karena pada waktu itu dokter memang profesi yang punya prospek ke depannya".
"Saat itu ada satu passion yang mana juga bertemu dengan opportunity. Akhirnya saya memutuskan untuk bikin startup," lanjutnya.
Startup pertama yang ia buat cukup digandrungi masyarakat, ia membangun pasar online yang menjual peralatan sulap bernama Rajasulap.
"Saya bikin website e-commerce namanya Rajasulap. Itu lumayan terkenal. Itu jalan dari 2008 sampai 2018 atau selama 10 tahun sampai tren pasarnya benar-benar habis," kata Daniel.
Perjalanan di dunia startup ia kembali selami dengan membangun platform digital untuk menghubungkan antara pencari jasa dengan para pekerja spesialis bangunan maupun elektronik.
"Semacam Gojek tapi buat nyari tukang. Tukang AC, tukang bangunan, dan lain-lain. Ternyata marketnya cukup susah akhirnya tutup," papar Daniel.
Daniel benar-benar mempelajari setiap kegagalan membangun startup. Hingga akhirnya, Jendela360 lahir pada akhir tahun 2016. Platform ini menawarkan jasa rental apartemen dengan menyajikan virtual tour di mana customer bisa menjelajah ruangan melalui platform Jendela360 sebelum membeli.
"Jendela360 teknologi pertama di Indonesia yang pertama memperkenalkan virtual tour. Kita bisa lihat dari ruangan satu ke ruangan lain. Seolah-olah kita sedang berada di lokasi," papar Daniel.
Selain Jendela360, Daniel juga melebarkan sayap dengan membangun platform jual beli properti bernama CariProperti.
"Di 2021, kita bikin bisnis unit namanya CariProperti untuk jual beli properti. Dua unit bisnis itu, kita bikin satu holding company namanya Jendela Group," paparnya.
Dari kegagalan-kegagalan itu Daniel memetik pelajaran bahwa prinsip bisnis startup musti mengedepankan nilai ketimbang bakar uang di awal membangun bisnis.
"Dari semua perjalanan karir akhirnya kita buat Jendela. Pelajaran yang dipetik dari jatuh bangun bikin startup adalah kita harus berani mengambil untung. Gak boleh gede di subsidi atau negatif profit," tutur Daniel.
"Jadi gak boleh pakai prinsip yang penting marketnya tumbuh dulu, buat saya itu konsep membuat startup yang wrong way. Karena sebenarnya, kalau kita bisa creat velue ke market, market itu pasti mau bayar kita," tandasnya.
(dra)