Anak Rentan Terkena Stunting karena Kurang Gizi, Ibu Perlu Lakukan Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Stunting pada anak rentan terjadi karena kurangnya asupan gizi. Terlebih bagi keluarga tidak mampu, di tengah harga pangan yang semakin mahal, asupan gizi bagi anak semakin berkurang.
Menurut peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Sulistiadi Dono Iskandar, M.Sc, kenaikan inflasi dan harga pangan telah memberikan dampak bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama keluarga dengan tingkat pendapatan rendah.
Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), terlihat bahwa semakin rendah pendapatan per kapita masyarakat, semakin rendah pula pengeluarannya untuk pangan bergizi.
Akibat inflasi dan kenaikan harga, beberapa masyarakat kurang mampu terpaksa mengurangi belanja pangan karena ingin berhemat atau mungkin memilih alternatif yang kurang bernutrisi.
"Alhasil, anak rentan terkena stunting karena kurang gizi atau anemia karena kurang zat besi. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara faktor ekonomi keluarga dengan permasalahan status gizi anak," kata Sulistiadi, Sabtu (18/5/2024).
Idealnya, kata Sulistiadi, seorang anak harus mendapatkan makanan bernurtrisi lengkap seperti karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah.
“Sayang, karena kondisi ekonomi rendah, jangankan untuk memenuhi asupan gizi seimbang, untuk makan sehari-hari saja menjadi beban yang sulit bagi para bunda," ujarnya.
Selain faktor sosial ekonomi keluarga, permasalah gizi juga dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya standar kualitas makanan dan kesulitan masyarakat untuk menjangkau pangan bergizi.
"Inilah mengapa kurangnya keterjangkauan pangan umumnya melatarbelakangi kondisi status gizi buruk,” tambah Sulistiadi.
Peneliti LPEM FEB UI lain, Teuku Riefky, MSc, mengatakan, inflasi cenderung meningkat selama periode Januari-Maret 2024.
"Tapi sebenarnya sudah mulai menurun sedikit ke 3% di bulan April 2024," tandas Teuku.
Ke depannya, lanjut Teuku, inflasi pada kuarter kedua diprediksi akan semakin turun dan berpotensi membawa dampak positif terhadap daya beli masyarakat.
"Meskipun ada potensi penurunan inflasi dan perbaikan ekonomi, tentu produk dengan harga yang lebih terjangkau,“ sambungnya.
Melihat kondisi sulit ini, para ibu harus bisa mengambil keputusan bijak. Ibu disarankan untuk lebih berhemat saat berbelanja tanpa harus mengurangi kebutuhan pangan sehat untuk anak, terutama terkait kebutuhan protein hewani.
Para ibu perlu memahami bahwa asupan bergizi bukan hanya karbohidrat yang membuat kenyang, tetapi juga nutrisi yang dapat mendukung tumbuh kembang anak seperti protein, zat besi, dan nutrisi penting lain.
Pada akhirnya, para ibu harus lebih selektif terhadap produk yang dibeli dan memprioritaskan pemenuhan nutrisi anak untuk mendukung tumbuh kembang optimalnya.
"Tentu para bunda tidak ingin anaknya kekurangan nutrisi karena dapat menghambat pertumbuhan optimal. Makanan sehat harus menjadi nomor satu," tandas Teuku.
Apalagi jika merujuk pada data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 bahwa 1 dari 4 anak berusia di bawah 5 tahun mengalami risiko anemia. Dari banyak penelitian, anemia di Indonesia disebabkan oleh defisiensi besi.
Dr. dr. Luciana Budiati Sutanto, MS, Sp.GK mengatakan, anak-anak Indonesia masih menghadapi tantangan kesehatan utama di Indonesia seperti anemia.
Padahal, jelas dia, pada 5 tahun pertama kehidupannya, anak harus tercukupi nutrisinya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang lengkap nutrisi.
"Anjuran makan dengan gizi lengkap dinyatakan oleh pemerintah melalui pedoman gizi seimbang, yang terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayur, serta buah," imbuhnya.
Zat besi merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga kecerdasan otak.
Oleh karena itu, penting sekali bagi para ibu untuk tetap memprioritaskan gizi anak secara optimal di periode emas agar menjadi anak generasi maju.
Lebih lanjut dr. Luciana mengatakan, zat besi bisa didapatkan dari berbagai makanan misalnya daging merah, kerang-kerangan, ikan, hati, kacang kedelai, kacang-kacangan, dan susu yang diperkaya zat besi. Makanan yang kaya akan zat besi dapat membantu mencegah anemia defisiensi besi pada anak balita. Selain itu, untuk meningkatkan penyerapan zat besi di usus, dapat dibantu dengan adanya vitamin C.
Berdasarkan berbagai penelitian didapatkan penyerapan zat besi dalam tubuh meningkat hingga 2 kali lipat dengan adanya vitamin C. Dengan demikian, mengonsumsi susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi dan dikombinasikan dengan vitamin C akan diperoleh asupan zat besi yang lebih tinggi.
Susu pertumbuhan juga merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang mempunyai nilai-nilai biologis tinggi dibandingkan dengan protein nabati karena memiliki asam amino yang lebih kompleks dan mudah diserap tubuh.
"Oleh karena itu, dengan memberikan asupan yang lengkap berdasarkan gizi seimbang, serta memerhatikan asupan zat besi dari makanan, diharapkan tumbuh kembang anak balita dapat optimal dan terhindar dari anemia kurang zat besi,” ujarnya.
Anggi Morika Septie, SGM Eksplor Marketing Manager, mengatakan, pihaknya mengerti kondisi orang tua di tengah tantangan ekonomi yang ada.
"Kini SGM Eksplor hadir dengan harga baru yang lebih dekat dengan para Bunda. Dukungan ini merupakan upaya kami untuk menjawab kebutuhan anak Indonesia melalui produk bernutrisi yang terjangkau dan mudah diakses masyarakat Indonesia," katanya.
Menurut peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Sulistiadi Dono Iskandar, M.Sc, kenaikan inflasi dan harga pangan telah memberikan dampak bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama keluarga dengan tingkat pendapatan rendah.
Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), terlihat bahwa semakin rendah pendapatan per kapita masyarakat, semakin rendah pula pengeluarannya untuk pangan bergizi.
Akibat inflasi dan kenaikan harga, beberapa masyarakat kurang mampu terpaksa mengurangi belanja pangan karena ingin berhemat atau mungkin memilih alternatif yang kurang bernutrisi.
"Alhasil, anak rentan terkena stunting karena kurang gizi atau anemia karena kurang zat besi. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara faktor ekonomi keluarga dengan permasalahan status gizi anak," kata Sulistiadi, Sabtu (18/5/2024).
Idealnya, kata Sulistiadi, seorang anak harus mendapatkan makanan bernurtrisi lengkap seperti karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah.
“Sayang, karena kondisi ekonomi rendah, jangankan untuk memenuhi asupan gizi seimbang, untuk makan sehari-hari saja menjadi beban yang sulit bagi para bunda," ujarnya.
Selain faktor sosial ekonomi keluarga, permasalah gizi juga dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya standar kualitas makanan dan kesulitan masyarakat untuk menjangkau pangan bergizi.
"Inilah mengapa kurangnya keterjangkauan pangan umumnya melatarbelakangi kondisi status gizi buruk,” tambah Sulistiadi.
Peneliti LPEM FEB UI lain, Teuku Riefky, MSc, mengatakan, inflasi cenderung meningkat selama periode Januari-Maret 2024.
"Tapi sebenarnya sudah mulai menurun sedikit ke 3% di bulan April 2024," tandas Teuku.
Ke depannya, lanjut Teuku, inflasi pada kuarter kedua diprediksi akan semakin turun dan berpotensi membawa dampak positif terhadap daya beli masyarakat.
"Meskipun ada potensi penurunan inflasi dan perbaikan ekonomi, tentu produk dengan harga yang lebih terjangkau,“ sambungnya.
Melihat kondisi sulit ini, para ibu harus bisa mengambil keputusan bijak. Ibu disarankan untuk lebih berhemat saat berbelanja tanpa harus mengurangi kebutuhan pangan sehat untuk anak, terutama terkait kebutuhan protein hewani.
Para ibu perlu memahami bahwa asupan bergizi bukan hanya karbohidrat yang membuat kenyang, tetapi juga nutrisi yang dapat mendukung tumbuh kembang anak seperti protein, zat besi, dan nutrisi penting lain.
Pada akhirnya, para ibu harus lebih selektif terhadap produk yang dibeli dan memprioritaskan pemenuhan nutrisi anak untuk mendukung tumbuh kembang optimalnya.
"Tentu para bunda tidak ingin anaknya kekurangan nutrisi karena dapat menghambat pertumbuhan optimal. Makanan sehat harus menjadi nomor satu," tandas Teuku.
Apalagi jika merujuk pada data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 bahwa 1 dari 4 anak berusia di bawah 5 tahun mengalami risiko anemia. Dari banyak penelitian, anemia di Indonesia disebabkan oleh defisiensi besi.
Dr. dr. Luciana Budiati Sutanto, MS, Sp.GK mengatakan, anak-anak Indonesia masih menghadapi tantangan kesehatan utama di Indonesia seperti anemia.
Padahal, jelas dia, pada 5 tahun pertama kehidupannya, anak harus tercukupi nutrisinya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang lengkap nutrisi.
"Anjuran makan dengan gizi lengkap dinyatakan oleh pemerintah melalui pedoman gizi seimbang, yang terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayur, serta buah," imbuhnya.
Zat besi merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga kecerdasan otak.
Oleh karena itu, penting sekali bagi para ibu untuk tetap memprioritaskan gizi anak secara optimal di periode emas agar menjadi anak generasi maju.
Lebih lanjut dr. Luciana mengatakan, zat besi bisa didapatkan dari berbagai makanan misalnya daging merah, kerang-kerangan, ikan, hati, kacang kedelai, kacang-kacangan, dan susu yang diperkaya zat besi. Makanan yang kaya akan zat besi dapat membantu mencegah anemia defisiensi besi pada anak balita. Selain itu, untuk meningkatkan penyerapan zat besi di usus, dapat dibantu dengan adanya vitamin C.
Berdasarkan berbagai penelitian didapatkan penyerapan zat besi dalam tubuh meningkat hingga 2 kali lipat dengan adanya vitamin C. Dengan demikian, mengonsumsi susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi dan dikombinasikan dengan vitamin C akan diperoleh asupan zat besi yang lebih tinggi.
Susu pertumbuhan juga merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang mempunyai nilai-nilai biologis tinggi dibandingkan dengan protein nabati karena memiliki asam amino yang lebih kompleks dan mudah diserap tubuh.
"Oleh karena itu, dengan memberikan asupan yang lengkap berdasarkan gizi seimbang, serta memerhatikan asupan zat besi dari makanan, diharapkan tumbuh kembang anak balita dapat optimal dan terhindar dari anemia kurang zat besi,” ujarnya.
Anggi Morika Septie, SGM Eksplor Marketing Manager, mengatakan, pihaknya mengerti kondisi orang tua di tengah tantangan ekonomi yang ada.
"Kini SGM Eksplor hadir dengan harga baru yang lebih dekat dengan para Bunda. Dukungan ini merupakan upaya kami untuk menjawab kebutuhan anak Indonesia melalui produk bernutrisi yang terjangkau dan mudah diakses masyarakat Indonesia," katanya.
(tsa)