Mantan Manager Nirvana: Kurt Cobain Bunuh Diri, Bukan Dibunuh

Jum'at, 05 April 2019 - 16:30 WIB
Mantan Manager Nirvana: Kurt Cobain Bunuh Diri, Bukan Dibunuh
Mantan Manager Nirvana: Kurt Cobain Bunuh Diri, Bukan Dibunuh
A A A
LONDON - Tanggal 5 April senantiasa dikenang sebagai salah satu masa termuram dalam sejarah musik grunge. Di tanggal itu, 25 tahun lalu, salah satu bintangnya, Kurt Cobain, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Kematiannya menjadi salah satu tragedi yang hingga kini masih terus dikenang. Band yang dia gawangi, Nirvana, pun bubar begitu Kurt meninggal dunia.

Meskipun 25 tahun sudah Kurt pergi untuk selamanya, tapi, orang-orang terdekatnya masih memiliki banyak kenangan indah tentang Kurt. Mereka pun tak segan berbagi kenangan tersebut. Bagi mereka yang mengenalnya, Kurt diakui sebagai sosok yang genius dan pintar dalam mengolah kata untuk mengungkapkan kata hatinya dalam sebuah lagu.

Namun, depresi yang membelitnya membuat Kurt memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tanda-tanda keputusasaan Kurt terhadap kehidupannya sudah terlihat sejak sebulan sebelum kematiannya. Mantan manager Nirvana, Danny Goldberg, menuturkan, istri Kurt, Courtney Love, pernah mengundangnya bersama 9 orang lainnya ke rumah mereka di Seattle untuk menyelamatkan nyawa Kurt pada 25 Maret 1994.

Courtney meminta orang-orang ini agar turun tangan untuk mencegah Kurt melakukan tindakan nekat. Tiga pekan sebelumnya, Kurt overdosis setelah menenggak sampanye dan Rohypnol di Roma, Italia. Courtney mengklaim itu adalah percobaan bunuh diri pertama suaminya. Dalam pertemuan di Seattle itu, personel Nirvana—basis Krist Novoselic, dan pemain gitar Nirvana saat konser, Pat Smear, turut hadir. Mereka meminta agar Kurt berhenti mengonsumsi narkoba dan alkohol dan meneruskan hidupnya. Mereka tahu, peluang mereka kian menipis.

Namun, Kurt tidak mau mendengarkan mereka. Vokalis itu menegaskan dia butuh seorang terapis setelah masuk rehabilitasi dan mulai membuka Yellow Pages untuk mencari terapis itu. Pada suatu saat, dia mulai berlarian ke kamar mandi di lantai atas rumahnya ketika salah satu anggota manajemen Nirvana, Janet Billig, membuang obat-obatnya ke toilet karena khawatir dia akan overdosis lagi. Danny yang berada di pertemuan itu meminta agar Kurt berhenti mengonsumsi kokain. Namun, Kurt mengeluhkan tentang dirinya yang merasa terjebak dalam perhatian karena menjadi salah satu bintang rock terkondang di dunia.

“Kondisinya buruk. Kenangan utama yang saya punya adalah merasa betapa sulit bagi saya untuk masuk ke dia dan betapa depresinya dia. Itu bukan situasi bagus dalam hal hubungan dengan dia secara personal karena adalah banyak orang di sana dan saya yakin dia merasa terkepung di rumahnya sendiri. Tapi Courtney ketakutan. Dia melihat kalau Kurt akan melewat waktu yang sangat sulit dan mengira mungkin kalau orang lain yang bicara padanya dia akan mendapatkan bantuan,” tutur Danny kepada Independent.

“Saya meneleponnya ketika saya pulang dan bicara dengannya. Saya tidak bisa membuat keluar dari rasa depresi, saya tidak bisa membuatnya bahagia atau membuatnya merasa masih ada harapan. Saya hanya berharap kalau narkoba keluar dari tubuhnya dia bisa berpikir lebih jernih dan itu akan menjadi waktu yang baik untuk ngobrol dengannya. Tentu, saya tidak pernah punya obrolan seperti itu,” imbuh dia.

Intervensi itu membuahkan hasil. Meski hanya sebentar. Pada 30 April, Kurt masuk rehabilitas Exodus Recovery Center di Los Angeles. Di tempat itu, dia membahas masalah pribadi dan narkoba dengan penasihat. Dia terlihat positif terhadap teman-temannya yang berkunjung dan menghabiskan waktu bersama putrinya, Frances Bean, untuk terakhir kalinya. Namun, sehari setelah masuk rehabilitasi, dia melompati pagar pembatas, terbang kembali ke Seattle dan tidak diketahui keberadaannya.



Courtney yang khawatir menyewa seorang detektif partikelir untuk mencarinya dengan fokus mengawasi apartmen pengedar narkoba langganan Kurt. Sayang, baik dia maupun gitaris Hole, Eric Erlandson—yang diminta Courtney memeriksa rumah mereka—tidak kepikiran untuk mencarinya di green house di atas garasi rumah itu. Mayat Kurt ditemukan di tempat itu pada 8 April oleh seorang tukang listrik yang hendak memasang sistem keamanan. Saat ditemukan, mayat Kurt tergeletak di samping senapan yang dia beli dari temannya, Dylan Carlson, sebelum terbang ke Los Angeles. Dia diperkirakan bunuh diri pada 5 April 1994.

Kenangan Danny atas sosok Kurt, dia tuangkan di sebuah buku berjudul Serving the Servant. Dalam buku tersebut, Danny menggambarkan Kurt sebagai sosok yang lebih dari sekadar seorang bintang musik, raja grunge, dan orang yang membuat musik punk underground di Amerika Serikat menjadi perhatian. Dia bukanlah orang yang mencampurkan melodi dengan petikan gitar yang kasar. Dia juga ikon bagi banyak orang.

“Itu adalah kombinasi kegelapan, idealisme, humor, kasih sayang dan sinisme. Totalitasnya berkoneksi secara intim dengan fans yang mana merasa mereka bukan satu-satunya orang gila, tapi ada musisi yang populer yang memahami mereka. Itulah anugerah bagi Kurt,” papar Danny.



Buku Serving the Servants menggambarkan Kurt sebagai karakter yang sangat bertentangan. Dia bisa menjadi baik dan judes, percaya diri dan putus asa, lucu dan argumentatif, murah hati dan menipu, sarkas dan romantis, karismatik dan sangat biasa. Danny kali pertama bertemu Kurt sekitar 6 bulan sebelum Nirvana rekaman Nevermind. Saat pertemuan pertama, Danny mendapatkan kesan Kurt adalah seorang pemalu tapi tegas ketika terkait kariernya.

Beberapa saat sebelum kematiannya, menurut Danny, Kurt bertanya apakah dia bisa berkarier di luar Nirvana. Dia bahkan mengatur untuk bisa rekaman dengan Michael Stipe dari REM dan membeli tiket pesawat, tapi Kurt tidak pernah muncul. Kalau pun dia masih hidup, Kurt mungkin akan menjadi Neil Young baru, yang selalu terbakar dan tidak pernah padam.

“Saya kira dia akan menemukan cara berbeda untuk mengekspresikan dirinya, kadang dengan band, kadang tidak,” kata Danny.

Cukup mudah untuk membayangkan tentang musik di mana bintang rock besar tidak bisa melihat perkembangannya. Namun, legenda Kurt mengakar jauh ke generasi muda. Selama masa kejayaannya yang singkat di musik rock abad 20, dia menjungkirbalikkan kejantanan, keangkuhan, dan kegairahan yang menyeramkan dari genre ini dan mengantarkan empati, kepekaan, dan kedalaman emosi ke depan, menyelamatkan musik rock dari geraman dan pukulan. Berkat Kurt, band rock seperti Paramore hingga Idles lahir. Danny juga melihat Kurt sebagai salah satu legenda musik sejati.

“Dia salah satu dari yang terhebat. Dia orang yang menyentuh orang lain dengan sangat dalam dan sangat luas. Bob Marley ada di daftar itu, John Lennon, (Bob) Dylan, Edith Piaf, John Coltrane, Billie Holiday. Dia berada di daftar itu bersama orang-orang hebat,” kata Danny.

Danny adalah orang yang memanajeri Nirvana pada masa puncaknya. Dia melihat perjalanan hidup akhir Kurt sebagai teman, rekan dekat dan penasihat. Kurt berulang kali keluar masuk rehabilitas tanpa hasil. Telepon ancamannya terhadap penulis biografi potensial yang dia curigai—Danny khawatir Kurt akan melakukan hal-hal buruk. Danny juga menyaksikan bagaimana Kurt sakau narkoba di belakang panggung saat Nirvana rekaman MTV Unplugged di New York pada November 1993 dan overdosis di Roma. Semua itu membuat Danny menolak teori konspirasi yang menyebut Kurt mati karena dibunuh.



“Itu konyol. Dia bunuh diri. Saya melihatnya sepekan sebelum itu terjadi, dia depresi. Dia berusaha bunuh diri enam pekan sebelumnya, dia bicara dan menulis banyak tentang bunuh diri, dia kecanduan narkoba, dia punya senapan. Mengapa orang berspekulasi? Itu adalah tragedi kehilangan yang begitu besar sehingga orang mencari penjelasan. Saya kira tidak ada kebenaran atas itu semua,” beber Danny.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6921 seconds (0.1#10.140)