Ramai Fenomena Cuci Darah di Kalangan Anak Indonesia, Ketua IDAI Soroti 5 Hal Penting
loading...
A
A
A
"Nah ini kalau dikumpulkan dalam satu rumah sakit melalui cuci darah, dan cuci darahnya terus seumur hidup, kan jadi kumulatifnya banyak, terekspos lah," sambungnya.
Alih-alih hanya fokus terhadap fenomena cuci darah yang sempat viral belakangan ini, dr Piprim, justru menyoroti gaya hidup masyarakat Indonesia yang dinilai masih buruk. Tidak terkecuali di kalangan anak-anak. Mulai dari pola makan, pola gerak, pola tidur, dan semua yang sangat berkaitan.
Menurutnya, hal itulah yang bisa memengaruhi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IDAI, ditemukan anak-anak remaja usia 12-18 tahun berisiko mengalami kerusakan ginjal.
Bahkan, dari survey tersebut ditemukan fakta mencengangkan. Bahwa berdasarkan cek urine, satu dari lima anak remaja tersebut ternyata terdapat hematuria dan proteinuria alias darah dan protein dalam urine.
"Satu dari lima anak remaja itu dicek urinenya, ternyata terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan,” paparnya.
Salah satu pola makan anak Indonesia yang menjadi perhatian adalah karena meningkatnya kebiasaan mengonsumsi gula dan garam. Mirisnya, gula yang menurutnya musuh bagi anak-anak, justru dianggap aman oleh masyarakat Indonesia.
“Gula itu bahaya karena tidak dianggap berbahaya. Dan makanan tinggi garam juga itu sebaiknya harus dihindari," ujarnya.
Minuman kemasan yang dijual di minimarket menurutnya juga perlu dihindari anak-anak. Hal tersebut lantaran mayoritas produk minuman kemasan memiliki kandungan sirup jagung yang tinggi fruktosa. Ini jenis pemanis yang bisa menyebabkan berbagai penyakit metabolik di dalam tubuh.
"Cegah semaksimal mungkin jangan sampai anak kita itu banyak minum manis atau yang mengandung pemanis yang banyak pada minuman kemasan. Itu kalau kita ke minimarket ya kanan kiri di lemari pendingin itu minuman manis semua," sarannya.
2. Gaya Hidup Tidak Sehat Masyarakat Indonesia
Alih-alih hanya fokus terhadap fenomena cuci darah yang sempat viral belakangan ini, dr Piprim, justru menyoroti gaya hidup masyarakat Indonesia yang dinilai masih buruk. Tidak terkecuali di kalangan anak-anak. Mulai dari pola makan, pola gerak, pola tidur, dan semua yang sangat berkaitan.
Menurutnya, hal itulah yang bisa memengaruhi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IDAI, ditemukan anak-anak remaja usia 12-18 tahun berisiko mengalami kerusakan ginjal.
Bahkan, dari survey tersebut ditemukan fakta mencengangkan. Bahwa berdasarkan cek urine, satu dari lima anak remaja tersebut ternyata terdapat hematuria dan proteinuria alias darah dan protein dalam urine.
"Satu dari lima anak remaja itu dicek urinenya, ternyata terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan,” paparnya.
3. Gula dan Garam Jadi Biang Kerok Penyakit Ginjal Anak
Salah satu pola makan anak Indonesia yang menjadi perhatian adalah karena meningkatnya kebiasaan mengonsumsi gula dan garam. Mirisnya, gula yang menurutnya musuh bagi anak-anak, justru dianggap aman oleh masyarakat Indonesia.
“Gula itu bahaya karena tidak dianggap berbahaya. Dan makanan tinggi garam juga itu sebaiknya harus dihindari," ujarnya.
Minuman kemasan yang dijual di minimarket menurutnya juga perlu dihindari anak-anak. Hal tersebut lantaran mayoritas produk minuman kemasan memiliki kandungan sirup jagung yang tinggi fruktosa. Ini jenis pemanis yang bisa menyebabkan berbagai penyakit metabolik di dalam tubuh.
"Cegah semaksimal mungkin jangan sampai anak kita itu banyak minum manis atau yang mengandung pemanis yang banyak pada minuman kemasan. Itu kalau kita ke minimarket ya kanan kiri di lemari pendingin itu minuman manis semua," sarannya.