Ahli Gizi Tanggapi Usulan Gibran Ganti Nasi dengan Mi di Makan Siang Gratis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka , mendapat perhatian publik setelah menyatakan bahwa mi bisa menggantikan nasi dalam menu makan siang gratis. Hal ini diungkap saat melakukan uji coba makan bergizi gratis di SDN 4 Tangerang, Banten pada Senin, 5 Agustus 2024.
Pada kesempatan itu, Gibran mengatakan bahwa mi , terutama yang terbuat dari jagung, dapat menjadi alternatif nasi . Hanya saja, nutrisi yang dibutuhkan harus terpenuhi sehingga anak tetap bisa tumbuh sehat.
"Nggak harus nasi setiap hari, bisa diganti mi dan yang terbuat dari jagung. Intinya harus terpenuhi nutrisi gizinya," kata Gibran.
Guru Besar Ilmu Gizi IPB Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS memberikan tanggapan bahwa menggunakan berbagai sumber karbohidrat seperti ubi, singkong, roti, hingga getuk dan mi dalam menu makanan adalah hal yang baik untuk keberagaman.
Menurutnya, penggunaan mi sebagai alternatif bukan masalah. Asalkan tidak dikonsumsi setiap hari dan dirotasi dengan sumber karbohidrat lain.
"Kan kalau itu menjadi selingan atau bergiliran. Misalnya hari ini jagung, besok nasi, ubi, berikutnya roti, mi, nasi lagi," jelas Prof Hardinsyah saat dihubungi SINDOnews, Selasa (6/8/2024).
"Bukan berarti setiap hari mi kan? Hanya sebagai bergiliran itu bagian dari keberagaman," lanjutnya.
Prof. Hardinsyah juga menekankan pentingnya melengkapi makanan tersebut dengan lauk-pauk yang bergizi seperti tempe, telur, ayam, dan ikan, serta susu jika memungkinkan. Ia menambahkan bahwa terigu yang digunakan dalam mi sudah diperkaya dengan vitamin dan mineral, yang membantu pemenuhan kebutuhan gizi.
"Misalnya hari ini tempe sama telur, besok tempe sama ayam. Lusa lagi ikan sama telur. Kalau mampu ada susu," sarannya.
"Kalau telur dua butir, susu dua gelas," tambahnya.
Adapun hal penting lainnya menurut Prof. Hardinsyah, adalah memastikan makanan yang disajikan enak. Makan siang gratis yang diberikan ke anak-anak Indonesia harus tidak membosankan, dan tidak menyebabkan alergi pada anak-anak.
Di sisi lain, cara penyajian makanan juga harus menarik dan melibatkan partisipasi anak-anak. Sehingga bisa membuat mereka lebih antusias dan nyaman saat makan.
"Jadi nggak hanya jenisnya, cara ngolahnya supaya bisa makan enak, tapi bagaimana menyajikannya. Jangan kayak di pengungsian, suruh berbaris, disendokin, cara penyajiannya harus menarik dan nggak bikin anak ketakutan," ujarnya.
"Bahkan kalau bisa melibatkan partisipasi anak. Dia bagi-bagi di kelasnya, berdoa bareng, cuci piringnya. Kalau ada partisipasi nggak ada masalah," tandasnya.
Pada kesempatan itu, Gibran mengatakan bahwa mi , terutama yang terbuat dari jagung, dapat menjadi alternatif nasi . Hanya saja, nutrisi yang dibutuhkan harus terpenuhi sehingga anak tetap bisa tumbuh sehat.
"Nggak harus nasi setiap hari, bisa diganti mi dan yang terbuat dari jagung. Intinya harus terpenuhi nutrisi gizinya," kata Gibran.
Guru Besar Ilmu Gizi IPB Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS memberikan tanggapan bahwa menggunakan berbagai sumber karbohidrat seperti ubi, singkong, roti, hingga getuk dan mi dalam menu makanan adalah hal yang baik untuk keberagaman.
Menurutnya, penggunaan mi sebagai alternatif bukan masalah. Asalkan tidak dikonsumsi setiap hari dan dirotasi dengan sumber karbohidrat lain.
"Kan kalau itu menjadi selingan atau bergiliran. Misalnya hari ini jagung, besok nasi, ubi, berikutnya roti, mi, nasi lagi," jelas Prof Hardinsyah saat dihubungi SINDOnews, Selasa (6/8/2024).
"Bukan berarti setiap hari mi kan? Hanya sebagai bergiliran itu bagian dari keberagaman," lanjutnya.
Prof. Hardinsyah juga menekankan pentingnya melengkapi makanan tersebut dengan lauk-pauk yang bergizi seperti tempe, telur, ayam, dan ikan, serta susu jika memungkinkan. Ia menambahkan bahwa terigu yang digunakan dalam mi sudah diperkaya dengan vitamin dan mineral, yang membantu pemenuhan kebutuhan gizi.
"Misalnya hari ini tempe sama telur, besok tempe sama ayam. Lusa lagi ikan sama telur. Kalau mampu ada susu," sarannya.
"Kalau telur dua butir, susu dua gelas," tambahnya.
Adapun hal penting lainnya menurut Prof. Hardinsyah, adalah memastikan makanan yang disajikan enak. Makan siang gratis yang diberikan ke anak-anak Indonesia harus tidak membosankan, dan tidak menyebabkan alergi pada anak-anak.
Di sisi lain, cara penyajian makanan juga harus menarik dan melibatkan partisipasi anak-anak. Sehingga bisa membuat mereka lebih antusias dan nyaman saat makan.
"Jadi nggak hanya jenisnya, cara ngolahnya supaya bisa makan enak, tapi bagaimana menyajikannya. Jangan kayak di pengungsian, suruh berbaris, disendokin, cara penyajiannya harus menarik dan nggak bikin anak ketakutan," ujarnya.
"Bahkan kalau bisa melibatkan partisipasi anak. Dia bagi-bagi di kelasnya, berdoa bareng, cuci piringnya. Kalau ada partisipasi nggak ada masalah," tandasnya.
(dra)