Terobosan Baru Pengobatan Kanker Payudara, Pentingnya Diagnosis HER2

Rabu, 11 September 2024 - 00:05 WIB
loading...
Terobosan Baru Pengobatan...
Sebuah kabar duka dengan meninggalnya penyanyi senior Puput Novel mengingatkan kembali betapa ganasnya penyakit kanker payudara. Ia meninggal di usia 50 tahun. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Sebuah kabar duka dengan meninggalnya penyanyi senior Puput Novel mengingatkan kembali betapa ganasnya penyakit kanker payudara . Ia meninggal dunia pada Minggu, 8 September 2024, di usia 50 tahun setelah berjuang melawan penyakit tersebut selama 3 tahun dengan kondisi komplikasi pada jantung dan paru-paru.

Kanker payudara masih menjadi jenis kanker dengan kasus tertinggi di Indonesia. Merujuk data Globocan 2022, penderita kanker payudara di Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai 209.748 orang dengan angka kematian mencapai 22.598 atau 9,3% dan menempati rangking ketiga. Demikian halnya dengan kasus barunya juga menempati posisi pertama dengan kenaikan 16,2% atau mencapai 66.271 kasus.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus kanker payudara termasuk dalam kategori HER2-Low. Sebagai informasi, HER2-Positif merupakan protein yang terlibat dalam pertumbuhan sel yang ada pada permukaan jenis sel kanker, termasuk kanker payudara. Jika terdapat kelebihan ekspresi HER2, maka sel kanker akan menjadi lebih agresif.

Dokter Penyakit Dalam Konsultan Hematologi-Onkologi Medik, DR. dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM menegaskan pentingnya pemeriksaan lebih rinci sebagai diagnosa kanker payudara untuk mendapatkan pengobatan dan terapi sesuai target. Jika sebelumnya diagnosis HER2 hanya dibagi dalam dua kategori, yakni HER2 positif dan HER2 negatif, namun dalam beberapa tahun terakhir pemeriksaannya dapat menjadi lebih rinci dengan ada kategori HER2-high dan HER2-low.



“Dulu, diagnosis HER2 hanya dibagi dalam dua kategori, yaitu positif atau negatif. Namun, dengan perkembangan teknologi dan penelitian, kategori HER2 menjadi lebih rinci. Sekarang ada kategori HER2-low, di mana pasien dengan ekspresi HER2 rendah (IHC 1+ atau 2+, FISH negatif) juga dapat mendapat manfaat dari terapi HER2-targeted, yang merupakan langkah maju dalam perawatan kanker,” jelas dr Andhika.

Sebagai informasi, Kategori HER2 dalam Kanker Payudara terbagi dalam tiga, yakni HER2 Positif, HER2 Negatif dan HER2 Low. Pada HER2 Positif, sel kanker menunjukkan ekspresi tinggi dari reseptor HER2. "Pasien ini umumnya mendapatkan terapi target dengan obat-obatan, seperti trastuzumab," ungkap dr Andhika.

Kedua adalah HER2 Negatif dimana tidak ada ekspresi HER2 yang signifikan. Terakhir adalah HER2-low, kategori baru di mana sel kanker menunjukkan ekspresi HER2 rendah, yang sebelumnya dianggap sebagai HER2 negatif.

"Penelitian terbaru menunjukkan bahwa meskipun ekspresi HER2 rendah, pasien ini mungkin tetap mendapat manfaat dari terapi target. pasien dengan HER2-low, yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk terapi HER2-targeted, sekarang dapat menerima pengobatan seperti trastuzumab deruxtecan," jelas dr Andhika.



Dengan adanya obat seperti trastuzumab deruxtecan, pasien dengan HER2-low sekarang memiliki harapan baru, di mana terapi ini bekerja dengan cara menargetkan reseptor HER2 bahkan pada ekspresi rendah, memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien yang sebelumnya tidak dapat menerima pengobatan ini.

Nah untuk memastikan seorang pasien kanker payudara terdiagnosa kategori mana, maka perlu dilakukan pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia (IHK) yang sangat penting untuk menentukan status HER2 seseorang.

Tes IHK ini akan memberikan skor antara 0 hingga 3+, di mana 3+ dianggap HER2 positif. Jika hasil IHK berada pada skor 2+ (borderline), diperlukan pemeriksaan tambahan seperti FISH (Fluorescent In Situ Hybridization) atau CISH (Chromogenic In Situ Hybridization) untuk memastikan status HER2.

Namun, tantangan tetap ada, termasuk akses pemeriksaan yang terbatas, terutama di negara-negara dengan sumber daya terbatas. Dalam beberapa kasus, pasien tidak menerima pemeriksaan hormonal atau HER2 secara lengkap, yang bisa menghambat pemberian terapi yang tepat. Dalam hal ini, dr Andhika menekankan pentingnya peran pemerintah dan institusi kesehatan dalam mendukung akses yang lebih luas terhadap tes diagnostik dan pengobatan yang tepat.



"Dulu, pasien dengan HER2-low tidak mendapat manfaat dari terapi HER2-targeted. Namun, trastuzumab deruxtecan telah merubah paradigma ini karena sekarang pasien HER2-low juga bisa mendapat manfaat dari terapi ini," jelas dr Andhika.

Untuk pasien kategori positif kuat selalu mendapatkan terapi anti-HER2. Sedangkan pada kategori HER2 2+ maka akan tergantung pada hasil ISH/FISH, pengobatan tergantung apakah hasilnya positif atau negatif.

"Pada pasien dengan HER2-low atau HER2-negatif (IHC 0) sebelumnya tidak dianggap untuk terapi HER2, tetapi dengan perkembangan terapi baru seperti trastuzumab deruxtecan, mereka yang HER2-low, sekarang berpeluang menerima pengobatan ini," jelas dr Andhika.

Trastuzumab deruxtecan akan bekerja dengan cara menempel pada reseptor HER2, bahkan jika ekspresi HER2 hanya rendah (seperti IHC 1+ atau 2+). "Setelah menempel, obat ini melepaskan senyawa sitotoksik yang bekerja seperti "rudal" untuk menghancurkan sel kanker," ungkapnya lagi.

Dengan Terapi Target, lanjut dr Andhika, pendekatan pengobatan kanker payudara menjadi lebih spesifik dan terarah. "Membuka peluang lebih besar untuk hasil yang lebih baik bagi pasien yang sebelumnya tidak bisa mendapatkan terapi targeted," paparnya.

Pada pengobatan menggunakan trastuzumab, pasien menerima pengobatan selama setahun. "Ini biasanya dibagi menjadi beberapa kali pemberian, mungkin 17 kali selama periode tersebut. Namun, setiap respons terhadap pengobatan harus dipantau, termasuk dengan tes seperti IHK," jelas dr Andhika.

Setelah pengobatan awal, kanker payudara bisa kambuh dan bermetastasis ke organ lain, seperti hati atau tulang. Dalam kasus ini, biopsi ulang sering kali diperlukan untuk memastikan apakah kanker yang muncul memiliki sifat yang sama dengan kanker awal.

"Namun, banyak pasien enggan menjalani biopsi lagi karena sudah lelah secara fisik dan mental akibat perawatan sebelumnya seperti kemoterapi atau radiasi," jelas dr Andhika.

Terutama saat pengobatan kanker, terutama dengan terapi hormonal, dr Andhika menyebut bisa memiliki efek samping psikologis yang signifikan. Pasien sering kali mengalami kelelahan mental, dan beberapa mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, seperti depresi atau keinginan bunuh diri.

"Ini terutama terjadi pada pasien yang menjalani terapi hormonal, di mana terapi tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan hormon tubuh, menyebabkan perasaan seperti yang dialami orang hamil atau menopause," jelas dr Andhika.
(dra)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1116 seconds (0.1#10.140)