Cegah Kasus Stunting, FKI Berikan 7 Rekomendasi Kajian Ilmiah

Rabu, 18 September 2024 - 19:54 WIB
loading...
Cegah Kasus Stunting,...
Direktur Eksekutif Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) yang juga mantan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek. (Foto.Doc.Istimewa)
A A A
JAKARTA - Sebuah kajian mengungkapkan bahwa sanitasi yang layak dan akses terhadap air bersih menjadi faktor inti dalam pencegahan stunting pada anak-anak. Temuan ini diperoleh lewat kajian ilmiah Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) yang bertajuk "Memahami Stunting dari Inti".

Dalam sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh peneliti kedokteran komunitas di FKI, terlihat jelas bahwa daerah dengan akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki akses sanitasi yang baik.

Alhasil tingginya kasus stunting tersebut menjadi perhatian Direktur Eksekutif Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) yang juga mantan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek. Nila mengungkapkan bahwa kasus stunting di Indonesia erat kaitannya dengan urusan sanitasi serta akses air bersih.

Dia menegaskan bahwa dua urusan tersebut menjadi faktor penting dalam mencegah stunting. Hasil kajian dari FKI menyebutkan dua tema besar. Pertama adalah mencegah anemia kurang zat besi, sangat efektif mencegah stunting. Sehingga bagi perempuan, khususnya ibu hamil, asupan zat besi harus mencukupi. Jika diperlukan sebaiknya memeriksakan kesehatan dahulu. Sebelum menyatakan siap untuk hamil.

Poin kajian FKI yang kedua adalah keluarga risiko stunting terkonsentrasi di daerah 3T. Kondisi ini terkait dengan sanitasi dan akses air bersih. Keluarga yang mengalami persoalan sanitasi dan akses air bersih, rawan mengalami infeksi atau gangguan kesehatan lainnya. Akibatnya risiko stunting sangat tinggi.

"Kajian FKI ini menemukan bahwa pencegahan stunting memang tidak bisa hanya fokus pada intervensi gizi semata namun ada faktor lain yang menyertainya," kata Nila.

Tetapi dalam jangka panjang juga perlu mengawal kesehatan sanitasi lingkungan dan akses terhadap air bersih. Nila mengatakan, sanitasi yang buruk menyebabkan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi. “Seperti diare. Yang mengganggu penyerapan nutrisi dan memperparah kondisi malnutrisi," paparnya.

Untuk itu Nila menegaskan bahwa akses air bersih dan sanitasi yang bagus, sangat penting untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh sehat serta terbebas dari stunting.

Dia lantas menjelaskan tujuh rekomendasi FKI untuk pencegahan stunting jangka panjang. Yaitu perawatan continuum care, komitmen kepemimpinan pemerintah daerah, serta intervensi dan pencegahan dari hulu berbasis keluarga. Khususnya adalah mencegah kasus anemia pada ibu-ibu. Rekomendasi yang keempat adalah integrasi pelayanan dan edukasi hingga tingkat kecamatan.

Berikutnya adalah instansi lintas sektor memasukkan aspek layanan sanitasi dan air bersih. Kemudian tata kelola kolaboratif antara posyandu, puskesmas, dan PKK. Rekomendasi yang terakhir adalah edukasi pangans ehat dan gizi seimbang dioptimalkan.

Mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, menekankan pentingnya pendidikan dan pemahaman kesehatan untuk generasi muda, khususnya di daerah, terkait masalah seperti cacingan, stunting, dan anemia.

Dalam diskusi yang berlangsung, dia menyoroti bahwa anak-anak di daerah sering kali terpapar masalah kesehatan karena faktor kurangnya pemahaman akan pentingnya sanitasi dan gizi.

Menurut Prof. Nila, anak-anak di daerah perkotaan lebih mudah mengakses informasi dan edukasi mengenai sanitasi. Namun, bagi anak-anak di pedesaan dan daerah terpencil, pendidikan mengenai hal tersebut masih menjadi tantangan besar.

"Gen Z di kota-kota modern mungkin mudah menyerapnya, tapi kalau di daerah-daerah gimana?" ujar Prof. Nila, menekankan kesenjangan pendidikan antara perkotaan dan pedesaan.

Prof. Nila juga mengingatkan pentingnya pendidikan 12 tahun yang wajib bagi semua anak, terutama perempuan. Dia juga berharap pendidikan ini dapat membantu menunda pernikahan dini, yang sering kali menjadi salah satu faktor penyebab masalah kesehatan, seperti stunting. "Kalau pendidikan itu benar dijalankan sampai 12 tahun, anak-anak akan memiliki pengetahuan lebih sebelum mereka memikirkan pernikahan dini," tegasnya.

Lebih lanjut, Prof. Nila juga membahas masalah stunting, yang sering disalahartikan sebagai akibat dari kekurangan gizi. Namun, menurut penelitian, stunting tidak semata-mata disebabkan oleh kurangnya asupan makanan.

"Orang sering mengira stunting itu hanya soal pendek dan kerdil. Namun, sebenarnya stunting itu bisa juga karena salah didik dan salah asumsi," ujar Prof. Nila, menjelaskan kompleksitas masalah tersebut.

Lebih lanjut, istri Faried Anfasa Moeloek menteri kesehatan era Kabinet Reformasi Pembangunan ini berharap dengan adanya edukasi yang lebih intensif mengenai kesehatan, generasi muda dapat lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan sejak dini.

Edukasi kesehatan yang tepat diharapkan dapat menjadi solusi dalam menangani berbagai masalah seperti stunting, anemia, dan penyakit lain yang sering terjadi di daerah-daerah terpencil.

Akan tetapi, dengan adanya upaya kolaboratif antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, diharapkan pemahaman mengenai kesehatan akan semakin membaik. "Mungkin kita harus mencari cara agar anak-anak di daerah bisa lebih memahami pentingnya kesehatan, sanitasi, dan gizi. Ini perlu diteliti dan dipantau dengan baik,"ucapnya.

Dalam kesempatan sama, tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, bersama peneliti kedokteran komunitas dr. Levina Chandra Khoe, MPH, dan Ir. Wahyu Handayani memberikan pemaparan bahwa kajian FKI juga mengidentifikasi 3 faktor kunci yang sangat berdampak besar untuk mencegah stunting dalam jangka panjang,

“Faktor pertama yaitu menurunkan anemia (lewat skrining, optimasi intervensi tablet tambah darah dan nutrisi lain), tingkatkan akses dan kualitas sanitasi dan air minum/air bersih dan peningkatan kualitas ANC”, ujar Ray yang merupakan peneliti kedokteran komunitas FKUI ini.

Ditambahkan Dr Ray Wagiu Basrowi, melalui systematic review mendalam, Tim FKI juga menemukan bahwa terdapat hasil yang konsisten dari sejumlah penelitian skala besar tentang anemia pada ibu meningkatkan risiko stunting hingga 2,3 kali lebih besar.

“Intervensi skrining anemia di komunitas, posyandu dan layanan primer, mengoptimalkan intake zat besi, baik itu tablet tambah darah maupun asupan nutrisi sumber protein dan zat besi harus jadi intervensi prioritas pada ibu hamil agar stunting bisa dicegah secara berkelanjutan”, ungkapnya.

Stunting telah menjadi salah satu isu kesehatan serius di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 21,6% anak di bawah usia lima tahun di Indonesia masih mengalami stunting yang tentunya menjadi masalah serius bagi Negara ini.

“Kondisi ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif, prestasi pendidikan, dan produktivitas ekonomi di masa depan,”tutupnya.
(unt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1180 seconds (0.1#10.140)