Penting Libatkan Remaja dalam Pencegahan Stunting

Minggu, 30 Agustus 2020 - 14:33 WIB
loading...
Penting Libatkan Remaja...
Melibatkan remaja dalam gerakan memberantas stunting adalah salah satu langkah mencegah kondisi gagal tumbuh tersebut. Foto Ilustrasi/YeyeLife
A A A
JAKARTA - Data Riskesdas 2018 menunjukkan, 8,7% remaja usia 13-15 tahun serta 8,1% remaja usia 16-18 tahun berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus. Survei Global Health 2015 menunjukkan, penyebabnya antara lain remaja jarang sarapan, dan 93% kurang makan serat sayur buah.

Ditambah angka pernikahan remaja di Indonesia tinggi dan dengan pengetahuan gizi yang minim, besar kemunginan remaja bakal melahirkan generasi yang stunting . Melibatkan remaja dalam gerakan memberantas stunting adalah salah satu langkah mencegah kondisi gagal tumbuh tersebut. ( )

“Penelitian menyebutkan, status gizi ibu akan berpengaruh pada anaknya. Status gizi ibu ini sudah dibangun sejak mereka remaja, sehingga perilaku dan kebiasaan hidup yang sehat sudah harus dibangun sejak remaja,” beber Melinda Mastan, salah satu penerima Tanoto Scholars 2017 dalam E-Media Workshop yang diadakan Tanoto Foundation.

Dibenarkan oleh Indiana Basitha, Program Advocacy and Communications Manager Tanoto Foundation, banyak yang menyangka isu stunting hanya untuk orangtua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal sebenarnya stunting adalah sebuah siklus.

Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja, ia beresiko punya anak kurang gizi. Lalu si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus berputar seperti itu.

“Siklusnya dimulai sejak remaja putri. Maka masalah stunting harus menjadi awareness sejak remaja agar mereka menjaga asupan gizi, karena mereka adalah calon orangtua,” katanya.

Salah satu misi Tanoto Foundation adalah setiap anak mampu mencapai penuh potensi belajarnya. Mencegah stunting menjadi fokus yang pertama untuk mencapai misi tersebut.

“Indonesia darurat stunting . Kita butuh gerakan yang nyata, yang bisa mengubah kondisi ini. Kondisi anak sudah stunting tidak bisa berubah, yang penting bagaimana kita harus menyelamatkan generasi setelahnya,” ujar Pengamat Kesehatan dr. Reisa Broto Asmoro.

Edukasi di usia remaja, sejak usia 10-19 tahun, adalah masa krusial.

“Harus tepat informasinya. Apalagi Indonesia kebanyakan mitosnya yang belum tentu benar, tapi lebih dipercaya. Takutnya info yang kurang tepat akan mereka bawa terus sampai nanti punya anak,” tambah dr. Reisa.

Peran remaja dalam pencegahan stunting berfokus pada tiga hal yaitu edukasi, di mana remaja harus melek dengan isu stunting. Rajin mencari tahu dan terlibat aktif dalam diskusi/program mengenai stunting . Kemudian inovasi, remaja bisa mencari tahu tentang stunting. Berperan sebagai peer educator bagi teman sebaya.

Terakhir implementasi, remaja berperan aktif dalam mewujudkan inovasi yang dimiliki dengan berkolaborasi dengan lembaga terkait maupun universitas. Caranya bisa dengan terjun langsung ke masyarakat, diawali dari lingkungan terdekat (keluarga) untuk memberi edukasi terkait stunting. Mengusulkan program atau membuat inovasi terkait stunting . ( )

Kampanye dan edukasi stunting sangat bisa dilakukan oleh remaja, misalnya melalui sosial media. Dan bukan tidak mungkin, kata Melinda, remaja mulai sekarang dilibatkan dalam kegiatan Posyandu yang miskin kaderisasi.

“Kita bisa mendukung remaja dalam program penanggulangan stunting , dengan melibatkan remaja secara langsung. Setidaknya mendengarkan ide-ide mereka untuk mendapatkan perspektif baru,” pungkas Melinda.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1765 seconds (0.1#10.140)