Sebelum Terlambat, Kenali Gejala Meningitis
loading...
A
A
A
SURABAYA - Penyakit meningitis sempat menggemparkan masyarakat akibat meninggalnya musisi tanah air Indonesia, Glenn Fredly. Kematian mendadak ini menimbulkan banyak pertanyaan serta kegelisahan masyarakat.
Dokter spesialis saraf sekaligus dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya (Ubaya) dr Valentinus Besin SpS berbagi informasi terkait penyakit meningitis, gejala yang muncul pada penderita, penanganan pasien hingga tips kesehatan yang perlu dijaga oleh masyarakat.
Valentinus mengungkapkan, meningitis merupakan penyakit radang atau infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Penyakit ini terjadi karena adanya proses peradangan pada meningen yaitu lapisan pelindung yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang.
“Ada tiga gejala meningitis yang disebut trias dan penting untuk diperhatikan masyarakat yaitu nyeri kepala, panas, dan tanda rangsang meningeal atau selaput otak positif. Diagnosa bahwa seseorang menderita meningitis dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter saraf. Jangan menerka sendiri, periksakan segera jika ada gejala panas dan sering nyeri kepala,” kata dia.
Dosen pengampu mata kuliah neurologi ini menjelaskan, meningitis jarang berdiri sendiri. Ada meningoensefalitis yang tidak hanya menyerang selaput otak. Namun, infeksi yang terjadi telah menyerang sampai ke otak sehingga penderita akan merasakan gejala tambahan seperti hilang kesadaran atau kejang. Jika seseorang memiliki keluhan gejala trias dan hilang kesadaran atau kejang maka penderita sudah masuk dalam meningoensefalistis.
Perlu diketahui ada banyak faktor lain yang dapat memengaruhi timbulnya penyakit meningitis sehingga membuat bakteri, virus, dan jamur masuk ke dalam tubuh. Salah satunya adalah sistem imun tubuh yang lemah. Jika daya tahan tubuh seseorang cukup bagus maka bakteri atau virus tidak akan mudah masuk untuk menyerang tubuh dan otak. Bakteri atau virus sulit masuk karena otak manusia telah memiliki sistem ketahanan tubuh sendiri yang disebut sawar darah otak atau blood-brain barrier.
Penyakit meningitis berpotensi terjadi pada semua golongan usia. Namun, penyakit ini umumnya lebih rentan menyerang anak-anak dan orang tua. Selain itu, seseorang yang menjalani kemoterapi karena mengidap kanker, penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV), memiliki riwayat kencing manis, atau dewasa muda yang menggunakan steroid untuk membesarkan otot bisa juga terkena meningitis.
“Hal tersebut bisa terjadi karena penderita tidak memiliki daya tahan tubuh yang bagus seperti orang sehat. Terlebih lagi jika meningitis ini disebabkan oleh bakteri. Penderita sinusitis, infeksi telinga dan infeksi daerah hidung dapat mengidap penyakit meningitis jika bakteri berhasil naik dan menyerang ke otak,” jelas dr Valentinus.
Menurut dia, infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat menular jika seseorang kurang menjaga kebersihan dan melakukan kontak fisik. Namun, infeksi yang berada di otak akibat meningitis tidak dapat menular kepada sesama. Seperti situasi saat ini, masyarakat dunia diresahkan dengan COVID-19 yang dapat menyebarkan virus dengan cepat melalui kontak fisik.
“Meningitis yang disebabkan virus seperti COVID-19 atau bakteri seperti penyakit TBC pada paru, ada risiko menularkan virus dan bakterinya bukan infeksi otak. Biasanya terjadi ketika penderita tidak menjaga etika bersin atau batuk sehingga droplet dapat terkena orang lain yang sehat,” kata dr Valentinus.
Dokter spesialis saraf sekaligus dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya (Ubaya) dr Valentinus Besin SpS berbagi informasi terkait penyakit meningitis, gejala yang muncul pada penderita, penanganan pasien hingga tips kesehatan yang perlu dijaga oleh masyarakat.
Valentinus mengungkapkan, meningitis merupakan penyakit radang atau infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Penyakit ini terjadi karena adanya proses peradangan pada meningen yaitu lapisan pelindung yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang.
“Ada tiga gejala meningitis yang disebut trias dan penting untuk diperhatikan masyarakat yaitu nyeri kepala, panas, dan tanda rangsang meningeal atau selaput otak positif. Diagnosa bahwa seseorang menderita meningitis dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter saraf. Jangan menerka sendiri, periksakan segera jika ada gejala panas dan sering nyeri kepala,” kata dia.
Dosen pengampu mata kuliah neurologi ini menjelaskan, meningitis jarang berdiri sendiri. Ada meningoensefalitis yang tidak hanya menyerang selaput otak. Namun, infeksi yang terjadi telah menyerang sampai ke otak sehingga penderita akan merasakan gejala tambahan seperti hilang kesadaran atau kejang. Jika seseorang memiliki keluhan gejala trias dan hilang kesadaran atau kejang maka penderita sudah masuk dalam meningoensefalistis.
Perlu diketahui ada banyak faktor lain yang dapat memengaruhi timbulnya penyakit meningitis sehingga membuat bakteri, virus, dan jamur masuk ke dalam tubuh. Salah satunya adalah sistem imun tubuh yang lemah. Jika daya tahan tubuh seseorang cukup bagus maka bakteri atau virus tidak akan mudah masuk untuk menyerang tubuh dan otak. Bakteri atau virus sulit masuk karena otak manusia telah memiliki sistem ketahanan tubuh sendiri yang disebut sawar darah otak atau blood-brain barrier.
Penyakit meningitis berpotensi terjadi pada semua golongan usia. Namun, penyakit ini umumnya lebih rentan menyerang anak-anak dan orang tua. Selain itu, seseorang yang menjalani kemoterapi karena mengidap kanker, penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV), memiliki riwayat kencing manis, atau dewasa muda yang menggunakan steroid untuk membesarkan otot bisa juga terkena meningitis.
“Hal tersebut bisa terjadi karena penderita tidak memiliki daya tahan tubuh yang bagus seperti orang sehat. Terlebih lagi jika meningitis ini disebabkan oleh bakteri. Penderita sinusitis, infeksi telinga dan infeksi daerah hidung dapat mengidap penyakit meningitis jika bakteri berhasil naik dan menyerang ke otak,” jelas dr Valentinus.
Menurut dia, infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat menular jika seseorang kurang menjaga kebersihan dan melakukan kontak fisik. Namun, infeksi yang berada di otak akibat meningitis tidak dapat menular kepada sesama. Seperti situasi saat ini, masyarakat dunia diresahkan dengan COVID-19 yang dapat menyebarkan virus dengan cepat melalui kontak fisik.
“Meningitis yang disebabkan virus seperti COVID-19 atau bakteri seperti penyakit TBC pada paru, ada risiko menularkan virus dan bakterinya bukan infeksi otak. Biasanya terjadi ketika penderita tidak menjaga etika bersin atau batuk sehingga droplet dapat terkena orang lain yang sehat,” kata dr Valentinus.