Keluarga Jadi Ujung Tombak Dalam Mencegah Penyebaran Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penerapan protokol kesehatan di keluarga harus selalu ditegakkan. Mengingat keluarga adalah kunci dalam penanganan wabah virus ini.
Guna mempercepat tercapainya tujuan pemerintah dalam menekan angka penyebaran Covid-19 , keluarga menjadi tonggak utama suksesnya perubahan perilaku pada masyarakat. Namun yang menjadi masalah, belakangan keluarga justru menjadi salah satu klaster Covid-19 yang cukup besar jumlah korban dan juga penyebarannya. Karenanya, kepatuhan terhadap protokol pencegahan Covid-19 pada anggota keluarga harus dipegang teguh. (Baca: Muslimah, Ini Pentingnya Menyempurnakan Wudhu)
Jika salah satu anggota keluarga saja terinfeksi virus SARS-Cov-2, maka ia berpotensi menularkan kepada anggota keluarga yang lain maupun tetangga sekitar. Terlebih jika tinggal bersamaan dengan orang tua yang sudah lansia--mereka termasuk dalam kelompok yang rentan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo, Sp OG (K) mengatakan antisipasi penyebaran virus corona paling efektif dari level keluarga sebelum ke tingkat hulu. “Keluarga menjadi kunci dalam penanganan Covid-19,” katanya dalam acara talkshow di Media Center Satgas Covid-19 Graha BNPB Jakarta, dengan tema "Jaga Keluarga dengan 3 M".
Dr Hasto Wardoyo menegaskan keluarga menjadi klaster terakhir setelah semua kerumunan terlewati. Menurutnya, klaster keluarga sangat efektif dalam melakukan treatment pencegahan penularan virus. Sebab ketika keluarga dikuatkan, maka anak-anak dapat menerapkan protokol kesehatan. (Baca juga: Tangkap dan Aniaya Wartawan, Polisi Didesak Evaluasi Pola Pengamanan Unras)
Dengan begitu, kakek dan nenek yang memiliki comorbid atau penyakit penyerta tidak menjadi tertular. Tentunya setiap anggota keluarga harus melibatkan diri dalam mematuhi protokol kesehatan ini.
Hal ini ditekankan oleh Kepala Subbidang Sosialisasi Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Dr Ir Dwi Listyawardani MSC DipCom. Ia mengatakan, masing-masing anggota keluarga harus mengambil peran dan menjaga diri dalam memerangi Covid-19. Terutama bagi warga perkotaan yang sebagian besar tinggal di lingkungan padat penduduk dengan luas rumah terbatas.
“Ini yang perlu kita waspadai. Itu sebabnya kenapa kota lebih tinggi kasus positifnya karena rumahnya kecil dan jarak antara satu dan lainnya sulit dihindarkan,” papar Dwi Listyawardani. Jika salah satu anggota keluarga terinfeksi, ia pun harus melakukan karantina mandiri agar tidak menulari orang lain. (Baca juga: Erdogan konfirmasi telah kerahkan tentara Turki ke Qatar)
Hal ini sudah dialami oleh penyintas Covid-19 Made Rossalita Mirah Utami. Ia mengaku Covid-19 ini membuat dirinya terpaksa berpisah sementara dengan anaknya yang berusia 1,5 tahun saat melakoni isolasi mandiri. Pekerja swasta ini langsung mengungsikan anaknya ke kediaman orang tuanya agar tidak terpapar korona.
“Begitu reaktif hasil tesnya pertama kali, saya memisahkan diri dengan anak. Saya isolasi mandiri meski hasilnya belum keluar,” ungkap akuntan yang bekerja di anak usaha perusahaan BUMN ini. Kemudian wanita yang akrab disapa Lita ini, meminta sang suami untuk langsung menginformasikan ke pengurus RT dan RW setempat mengenai status dirinya sebagai orang tanpa gejala (OTG). Informasi tersebut oleh pengurus warga selanjutnya diteruskan ke puskesmas. (Lihat videonya: Preman Pengancam PNS Menggunakan Ular Diciduk Polisi)
Menurut Lita, para pasien Covid-19 ini berharap dukungan keluarga dekat dan lingkungan tempat tinggal untuk memompa semangat. Ia menilai saat ini para penyintas Covid-19 masih mendapat stigma negatif dari masyarakat. Inilah yang harus diluruskan. “Ini bukan aib. Tidak ada yang mau kena coronavirus (Covid-19). Tolong bagi orang yang belum terbuka, (bahwa) pasien positif Covid-19 itu masih bisa sembuh,” pungkas perempuan asal Bali ini. (Sri Noviarni)
Guna mempercepat tercapainya tujuan pemerintah dalam menekan angka penyebaran Covid-19 , keluarga menjadi tonggak utama suksesnya perubahan perilaku pada masyarakat. Namun yang menjadi masalah, belakangan keluarga justru menjadi salah satu klaster Covid-19 yang cukup besar jumlah korban dan juga penyebarannya. Karenanya, kepatuhan terhadap protokol pencegahan Covid-19 pada anggota keluarga harus dipegang teguh. (Baca: Muslimah, Ini Pentingnya Menyempurnakan Wudhu)
Jika salah satu anggota keluarga saja terinfeksi virus SARS-Cov-2, maka ia berpotensi menularkan kepada anggota keluarga yang lain maupun tetangga sekitar. Terlebih jika tinggal bersamaan dengan orang tua yang sudah lansia--mereka termasuk dalam kelompok yang rentan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo, Sp OG (K) mengatakan antisipasi penyebaran virus corona paling efektif dari level keluarga sebelum ke tingkat hulu. “Keluarga menjadi kunci dalam penanganan Covid-19,” katanya dalam acara talkshow di Media Center Satgas Covid-19 Graha BNPB Jakarta, dengan tema "Jaga Keluarga dengan 3 M".
Dr Hasto Wardoyo menegaskan keluarga menjadi klaster terakhir setelah semua kerumunan terlewati. Menurutnya, klaster keluarga sangat efektif dalam melakukan treatment pencegahan penularan virus. Sebab ketika keluarga dikuatkan, maka anak-anak dapat menerapkan protokol kesehatan. (Baca juga: Tangkap dan Aniaya Wartawan, Polisi Didesak Evaluasi Pola Pengamanan Unras)
Dengan begitu, kakek dan nenek yang memiliki comorbid atau penyakit penyerta tidak menjadi tertular. Tentunya setiap anggota keluarga harus melibatkan diri dalam mematuhi protokol kesehatan ini.
Hal ini ditekankan oleh Kepala Subbidang Sosialisasi Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Dr Ir Dwi Listyawardani MSC DipCom. Ia mengatakan, masing-masing anggota keluarga harus mengambil peran dan menjaga diri dalam memerangi Covid-19. Terutama bagi warga perkotaan yang sebagian besar tinggal di lingkungan padat penduduk dengan luas rumah terbatas.
“Ini yang perlu kita waspadai. Itu sebabnya kenapa kota lebih tinggi kasus positifnya karena rumahnya kecil dan jarak antara satu dan lainnya sulit dihindarkan,” papar Dwi Listyawardani. Jika salah satu anggota keluarga terinfeksi, ia pun harus melakukan karantina mandiri agar tidak menulari orang lain. (Baca juga: Erdogan konfirmasi telah kerahkan tentara Turki ke Qatar)
Hal ini sudah dialami oleh penyintas Covid-19 Made Rossalita Mirah Utami. Ia mengaku Covid-19 ini membuat dirinya terpaksa berpisah sementara dengan anaknya yang berusia 1,5 tahun saat melakoni isolasi mandiri. Pekerja swasta ini langsung mengungsikan anaknya ke kediaman orang tuanya agar tidak terpapar korona.
“Begitu reaktif hasil tesnya pertama kali, saya memisahkan diri dengan anak. Saya isolasi mandiri meski hasilnya belum keluar,” ungkap akuntan yang bekerja di anak usaha perusahaan BUMN ini. Kemudian wanita yang akrab disapa Lita ini, meminta sang suami untuk langsung menginformasikan ke pengurus RT dan RW setempat mengenai status dirinya sebagai orang tanpa gejala (OTG). Informasi tersebut oleh pengurus warga selanjutnya diteruskan ke puskesmas. (Lihat videonya: Preman Pengancam PNS Menggunakan Ular Diciduk Polisi)
Menurut Lita, para pasien Covid-19 ini berharap dukungan keluarga dekat dan lingkungan tempat tinggal untuk memompa semangat. Ia menilai saat ini para penyintas Covid-19 masih mendapat stigma negatif dari masyarakat. Inilah yang harus diluruskan. “Ini bukan aib. Tidak ada yang mau kena coronavirus (Covid-19). Tolong bagi orang yang belum terbuka, (bahwa) pasien positif Covid-19 itu masih bisa sembuh,” pungkas perempuan asal Bali ini. (Sri Noviarni)
(ysw)