Di Tengah Pandemi Corona, Bara Seni Itu Tetap Menyala
loading...
A
A
A
Sementara itu, program Pameran Manifesto yang biasa rutin digelar setiap tahun oleh Galeri Nasional Indonesia (GNI) pada tahun ini terpaksa dilakukan secara daring. Pameran Daring Manifesto VII bertema “PANDEMI” yang telah disajikan kepada publik sejak 8 Agustus 2020 melalui laman https://galnasonline.id/ ini menampilkan 217 karya video dari 204 peserta yang berasal dari Indonesia dan mancanegara dengan berbagai latar belakang profesi.
Dibanding enam Pameran Manifesto sebelumnya, proyek kurasi Manifesto VII kali ini disuguhkan secara berbeda. Bukan hanya format karya yang tak biasa, yaitu ekspresi karya seni rupa dengan durasi waktu, tapi juga bentuk penyelenggaraan kegiatannya yang dilakukan secara daring.
Tema “PANDEMI” yang dipilih juga berkaitan dengan situasi sosial-kultural saat ini yang tengah berubah, termasuk perubahan format penyelenggaraan pameran seni rupa yang umumnya ramai menghidupkan arena pertemuan para seniman dengan publiknya. Format peserta yang terlibat dalam pameran ini pun berubah. Makanya tak heran jika sebagian pihak bertanya, kenapa publik juga disertakan? Jika begitu, siapa sebenarnya yang menjadi publik bagi pameran ini? (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Pertanyaan-pertanyaan lain yang juga muncul adalah perkara bagaimana gagasan kurator pameran ini disusun? Apa yang diharapkan dari keputusan kuratorial (curatorial judgement) “PANDEMI” ini? Apakah penyelenggaraan pamerannya mampu memenuhi harapan dari rencana kuratorial para kurator? Semua pertanyaan aneh itu telah dikupas tuntas di pameran daring Manifesto VII “PANDEMI”, yang di dalamnya juga sudah digelar beberapa program publik, yakni acara Kurator BicaraPameran Daring MANIFESTO VII “PANDEMI”.
Lalu, Bicara RupaGagasan Kuratorial Manifesto VII “PANDEMI”: Tentang Kemungkinan dan Ketidakmungkinannya. Terakhir, sebagai program publik yang ketiga dari pameran ini digelar Bicara Rupa dengan tajuk Ontologi Layar: Representasi dalam Praktik Seni dan Budaya Media di Tengah Pandemi, berlangsung via Zoom dan live Facebook Galeri Nasional Indonesia kemarin.
“Hasil diskusi dalam program ini diharapkan mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi publik untuk menemukan gagasan dan ekspresi seni baru yang mampu berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan, pengembangan, dan kemajuan seni rupa Indonesia,” kata Kepala GNI Pustanto.
Menurut Pustanto, pameran seni rupa memang menyuguhkan sajian visual untuk dinikmati. Namun, akan menjadi lebih hidup dan bermanfaat ketika sebuah pameran seni rupa direspons melalui diskusi-diskusi yang melibatkan para praktisi di berbagai bidang yang relevan.
Diskusi juga merupakan suatu upaya untuk mengembangkan pewacanaan sekaligus merumuskan kemungkinan-kemungkinan baru yang inovatif, terutama di masa pendemi sekarang ini. “Semoga acara ini menjadi diskusi yang membangun, menginspirasi, dan memotivasi berbagai pihak untuk terus semangat berkontribusi dalam mengembangkan dan memajukan seni rupa Indonesia,” pungkas Pustanto. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Kontribusi Djarum Foundation
Tak hanya pemerintah yang mencari siasat baru dan membangun kepedulian atas keberlangsungan sektor seni dan budaya, pihak swasta dalam hal ini Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) juga turut peduli atas keberlangsungan seni panggung kreatif yang terdampak pandemi. BBDF yang biasa rutin menggelar pertunjukan seni dan budaya di Galeri Indonesia Kaya, lantai 8 Plaza Indonesia, Jakarta, selama masa pandemi menyiasatinya dengan membuat program kreatif yang bisa dinikmati masyarakat dari rumah, melalui website www.indonesiakaya.com, serta channel YouTube IndonesiaKaya.
Dibanding enam Pameran Manifesto sebelumnya, proyek kurasi Manifesto VII kali ini disuguhkan secara berbeda. Bukan hanya format karya yang tak biasa, yaitu ekspresi karya seni rupa dengan durasi waktu, tapi juga bentuk penyelenggaraan kegiatannya yang dilakukan secara daring.
Tema “PANDEMI” yang dipilih juga berkaitan dengan situasi sosial-kultural saat ini yang tengah berubah, termasuk perubahan format penyelenggaraan pameran seni rupa yang umumnya ramai menghidupkan arena pertemuan para seniman dengan publiknya. Format peserta yang terlibat dalam pameran ini pun berubah. Makanya tak heran jika sebagian pihak bertanya, kenapa publik juga disertakan? Jika begitu, siapa sebenarnya yang menjadi publik bagi pameran ini? (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Pertanyaan-pertanyaan lain yang juga muncul adalah perkara bagaimana gagasan kurator pameran ini disusun? Apa yang diharapkan dari keputusan kuratorial (curatorial judgement) “PANDEMI” ini? Apakah penyelenggaraan pamerannya mampu memenuhi harapan dari rencana kuratorial para kurator? Semua pertanyaan aneh itu telah dikupas tuntas di pameran daring Manifesto VII “PANDEMI”, yang di dalamnya juga sudah digelar beberapa program publik, yakni acara Kurator BicaraPameran Daring MANIFESTO VII “PANDEMI”.
Lalu, Bicara RupaGagasan Kuratorial Manifesto VII “PANDEMI”: Tentang Kemungkinan dan Ketidakmungkinannya. Terakhir, sebagai program publik yang ketiga dari pameran ini digelar Bicara Rupa dengan tajuk Ontologi Layar: Representasi dalam Praktik Seni dan Budaya Media di Tengah Pandemi, berlangsung via Zoom dan live Facebook Galeri Nasional Indonesia kemarin.
“Hasil diskusi dalam program ini diharapkan mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi publik untuk menemukan gagasan dan ekspresi seni baru yang mampu berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan, pengembangan, dan kemajuan seni rupa Indonesia,” kata Kepala GNI Pustanto.
Menurut Pustanto, pameran seni rupa memang menyuguhkan sajian visual untuk dinikmati. Namun, akan menjadi lebih hidup dan bermanfaat ketika sebuah pameran seni rupa direspons melalui diskusi-diskusi yang melibatkan para praktisi di berbagai bidang yang relevan.
Diskusi juga merupakan suatu upaya untuk mengembangkan pewacanaan sekaligus merumuskan kemungkinan-kemungkinan baru yang inovatif, terutama di masa pendemi sekarang ini. “Semoga acara ini menjadi diskusi yang membangun, menginspirasi, dan memotivasi berbagai pihak untuk terus semangat berkontribusi dalam mengembangkan dan memajukan seni rupa Indonesia,” pungkas Pustanto. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Kontribusi Djarum Foundation
Tak hanya pemerintah yang mencari siasat baru dan membangun kepedulian atas keberlangsungan sektor seni dan budaya, pihak swasta dalam hal ini Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) juga turut peduli atas keberlangsungan seni panggung kreatif yang terdampak pandemi. BBDF yang biasa rutin menggelar pertunjukan seni dan budaya di Galeri Indonesia Kaya, lantai 8 Plaza Indonesia, Jakarta, selama masa pandemi menyiasatinya dengan membuat program kreatif yang bisa dinikmati masyarakat dari rumah, melalui website www.indonesiakaya.com, serta channel YouTube IndonesiaKaya.