Masyarakat Mulai Berdamai dengan Pandemi, Saling Bantu untuk Survive

Sabtu, 14 November 2020 - 10:15 WIB
loading...
Masyarakat Mulai Berdamai dengan Pandemi, Saling Bantu untuk Survive
Masyarakat perlahan sudah menunjukkan sikap berdamai dengan kondisi pandemi ini. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Masyarakat perlahan sudah menunjukkan sikap berdamai dengan kondisi pandemi ini. Pandemi sekaligus mengajarkan kita untuk menyediakan dana darurat.

Masyarakat Mulai Berdamai dengan Pandemi, Saling Bantu untuk Survive


Psikolog keluarga Anna Surti Ariani menilai, perlahan masyarakat menjadi terbiasa dengan kondisi sulit akibat pandemi, dan mulai menunjukkan tanda-tanda survive. (Baca: Hikmah Menatap Langit, Ibadah Sunnah yang Terlupakan)

“Kita bisa melihat komunitas-komunitas yang saling membeli dari usaha temannya. Model kehidupan seperti ini membantu menyelamatkan mereka dari krisis dan ini harus dipertahankan,” kata psikolog yang akrab disapa Nina ini dari keterangan pers Teman Bumil.

Secara psikologis, menurut Nina, adaptasi terhadap kebiasaan baru ini adalah tanda menuju ke tahapan rekonstruksi emosi. Ia menjelaskan, ada fase-fase emosional dalam kebencanaan. Di awal pandemi, emosi akan mudah terstimulasi sehingga muncul rasa cemas dan panik. Bersamaan dengan emosi yang tersulut, muncul rasa heroik, di mana banyak relawan yang saling memberikan bantuan.

Ketika semua sudah dilakukan dan pandemi tak juga berakhir, emosi kembali jatuh ke titik terdalam. Sebagian orang mengalaminya ketika korban Covid-19 semakin banyak. Namun, seiring waktu, masyarakat mulai bisa menerima. “Saat ini masyarakat tengah menuju emosi rekonstruksi. Artinya masyarakat sudah terbiasa dengan kebiasaan barunya. Kita menyebutnya masa densitisasi emosi yakni tidak lagi mudah merasa cemas,” jelas Nina.

Meski begitu, rasa cemas tetap diperlukan. Tidak merasa cemas justru berbahaya karena menjadi abai. Sebaliknya cemas terlalu tinggi juga tidak baik karena beranggapan bahwa apapun yang dilakukan akan sia-sia. Dengan menggunakan masker setiap ke luar rumah sebenarnya menunjukkan bahwa kita memiliki kecemasan (akan tertular) namun bisa beradaptasi dengan baik. “Bagi yang tidak menggunakannya, artinya belum beradaptasi,” ujar Nina. (Baca juga: Ini Manfaat Mengonsumsi Dua Pisang Dalam Sehari)

Ia juga mengingatkan bahwa nanti di bulan Januari-Maret, akan ada potensi terjadi lagi penurunan emosi terkait anniversary reaction. Banyak orang yang berharap setahun setelah pandemi, kondisi akan membaik. Jika kondisi tidak seperti yang diharapkan atau pandemi masih terus berlangsung, sangat mungkin emosi masyarakat kembali jatuh.

Yang harus dipertahankan adalah menghindari stres berkepanjangan. Ketika stres biasanya komunikasi dengan suami dan anak menjadi masalah, dan pada akhirnya saling menyakiti. Di sisi lain, Perencana Keuangan Keluarga Rista Zwestika menjelaskan, pandemi Covid-19 ini membuktikan bahwa sebagian masyarakat kita belum melek finansial.

“Sebagian besar tidak pernah menganggarkan dana darurat. Padahal saat terjadi kehilangan pekerjaan, dana darurat bisa menjadi penolong,” jelasnya. Idealnya, dana darurat yang harus dipersiapkan adalah minimal 6 kali pengeluaran bulanan bagi yang lajang, 9 kali penghasilan jika menikah tanpa anak, 12 kali jika memiliki anak 1, dan seterusnya.

Dari Survei bertajuk “Dampak Pandemi Terhadap Kondisi Kesehatan Mental” yang dilakukan Teman Bumil dan Populix pada pertengahan Oktober 2020, terungkap selain masalah keuangan, masalah terbesar kedua yang dialami para ibu rumah tangga dalam survei adalah kecemasan akan Covid-19 yakni sebesar 37%. (Baca juga: Kriminolog: Hoaks Masuk Kategori Kejahatan karena Menimbulkan Dampak Buruk)

Dua dari 10 ibu rumah tangga mengaku masih cemas dengan berita tentang Covid-19 yang mereka baca dari media sosial atau berita di intenet. Angka 37% responden yang masih peduli dan takut degan Covid-19 menunjukkan, lebih banyak masyarakat yang sudah mulai terbiasa dan beradaptasi dengan baik. Adaptasi ditunjukkan dengan kesadaran untuk melakukan berbagai protokol pencegahan.

Protokol pencegahan yang dianggap paling penting oleh responden adalah memakai masker (51%), diikuti membatasi pergi ke luar rumah (35%) dan mencuci tangan (9%). Dari sisi finansial, Rista mengingatkan, inilah saatnya untuk memperbaiki diri.

Meskipun terlambat, mulailah menyisihkan dana darurat. Kita tidak pernah tahu sampai kapan pandemi berakhir. Menyisihkan dana darurat bisa dimulai dengan membuat perencanaan keuangan yang lebih baik. “Bagi yang mengalami masalah keuangan, kurangi belanja karena 'ingin', lebih baik prioritaskan yang memang 'wajib' dan 'butuh'," sebut Rista. (Sri Noviarni)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2215 seconds (0.1#10.140)