Bagaimana Imbas Covid-19 terhadap Pasien Kanker

Jum'at, 15 Mei 2020 - 12:45 WIB
loading...
Bagaimana Imbas Covid-19...
Foto/Istimewa
A A A
PANDEMI corona berimbas pada pengobatan pasien kanker yang tertunda. Bagaimana pasien kanker menyikapinya? Benarkah mereka lebih rentan terkena Covid-19?

Wabah corona berdampak pada segala lini kehidupan, termasuk pengobatan pasien kanker yang menjadi terhalang. Ada kekhawatiran pasien kanker merupakan kelompok yang lebih rentan terkena virus corona. Hal ini membuat pasien enggan meneruskan pengobatan ke rumah sakit, disamping adanya imbauan untuk tidak bepergian jika tidak mendesak, termasuk anjuran dari pihak rumah sakit.

Menurut pengamatan dr Ronald Hukom MHScSpPD KHOM merujuk pada laporan dari Wuhan, China, tempat virus ini bermula, data case fatality rate (CFR) atau kasus fatal pasien kanker dengan Covid-19 sebetulnya tidak lebih tinggi dari pasien Covid-19 dengan penyakit penyerta (komorbid),seperti penyakit jantung, diabetes, atau paru kronis.

Pasien Covid-19 dengan penyakit jantung, misalnya, CFR-nya sekitar 13,2%, sedangkan pasien Covid-19 dengan diabetes 9,2%, pasien Covid-19 dengan hipertensi 8,4%, dan pasien Covid-19 dengan paru kronik sekitar8%. Bandingkan dengan pasien kanker yang terkena Covid-19, CFR-nya hanya 7,6%. “Jadi,Covid-19 dengan kanker sebenarnya angkanya masih di bawah keempat pasien dengan penyakit penyerta tersebut,” kata dr Ronald dalam Instagram Live yang diadakan Cancer Club CISC dan Gue sehat dengan tema “Pasien Kanker Selama Pandemi Covid-19”.

Kelompokkan Pasien

Mengenai pengobatan pasien kanker yang tertunda, dr Ronald mengatakan agar pasien kanker terlebih dahulu dikelompokkan dalam tiga jenis pasien. Hal ini mengacu pada guide line The European Society for Medical Oncology (ESMO) atau Perhimpunan Onkologi Medik Eropa selama wabah Covid-19 berlangsung.

Yang pertama adalah pasien berisiko tinggi (high risk), di mana kankernya harus segera diobati tanpa banyak pilihan karena khawatir terjadi komplikasi dari penyakit kankernya. “Ini harus dipertimbangkan untuk dapat pengobatan sebagaimana seharusnya,” kata dr Ronald. Kedua yaitu pasien medium, pasien ini tidak kritis, kebanyakan adalah pasien kemoterapi yang rutin kemoterapi 2-3 minggu sekali. Kalau ditunda lebih dari enam Minggu, kemungkinan pasien untuk sembuh semakin kecil. (Baca: Ingin Kurangi Resiko Kanker? Hindari Kebiasaan Buruk Ini)

Ketiga adalah pasien low risk, mereka yang sudah selesai pengobatan dan kondisinya stabil. Pasien ini diminta jangan sering-sering ke rumah sakit. Menurut dr Ronald, selama periode wabah, jika memungkinkan, pasien diberi obat oral dibanding suntikan atau infus. Pasien cukup datang tiga bulan sekali untuk konsultasi. Bahkan pada beberapa rumah sakit, obat-obatan dapat dipesan lewat online. Kalaupun harus ada cek laboratorium tidak harus di rumah sakit, tetapi bisa dilakukan di laboratorium terdekat.

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien yang sudah remisi (sel kanker tidak terdeteksi lagi dalam tubuh) dimaksudkan untuk mendapatkan tanda kekambuhan sedini mungkin. Jadi, kalaupun kambuh lagi, dapat ditemukan pada stadium awal.

Nah, pemeriksaan laboratorium rutin ini bisa dimundurkan 2-3 bulan ke depan bagi yang rutin periksa setahun sekali. Sedangkan bagi yang rutin periksa enam bulan sekali, bisa diundur 1-2 bulan ke depan selama wabah corona. “Sepanjang tidak ada keluhan dan dokter melihat tidak ada pertimbangan khusus, ini masuk pasien low risk ,” ucap dr Ronald. (Baca juga: Waspada, Kanker Paru Tak Hanya Ancam Perokok Aktif)

Guna menjaga daya tahan tubuh pasien kanker, mengingat pengobatan pasien kanker bisa menurunkan imunitas, dr Ronald menyarankan untuk mengonsumsi vitamin C dosis tinggi atau tablet kalsium. Ada isu konsumsi obat peningkat imun atau imun booster justru menjadi senjata makan tuan. Bukannya melindungi, tapi sistem imun malah bereaksi terlalu hebat dan terjadi apa yang disebut badai sitokin. “Ini yang ditakutkan kalau terlalu banyak imun booster, memang masih kontroversi, tapi menurut saya cukup vitamin C, jaga kesehatan, istirahat cukup, dan jangan terlalu lelah,” ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Prof Dr dr Aru Sudoyo SpPD KHOM FACP mengatakan, pasien kanker butuh dukungan penuh dari keluarga dan kemauan tinggi untuk sembuh. “Teknologi canggih sekalipun tidak akan banyak membantu kalau pasien bersangkutan tidak dapat diajak bekerjasama untuk memerangi penyakitnya,” papar Prof Aru. (Sri Noviarni)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1264 seconds (0.1#10.140)