Flare, Bisa Menjadi Gejala Covid-19 Pada Penderita Reumatik Autoimun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa minggu lalu, dr. RM. Suryo AKW, Sp.PD-KR dari divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM mengaku kedatangan seorang pasien penderita Rheumatoid Arthritis (RA) yang berprofesi sebagai perawat. Pasien itu mengeluh sakit sendi seperti pada saat awal terkena RA, padahal sang pasien tengah dalam pengobatan.
“Awalnya saya pikir flare karena yang bersangkutan kecapekan atau stres, tetapi waktu dilakukan tes Covid-19 ternyata hasilnya positif,” terang dr. Suryo dalam Webinar Awam dengan tema Perkembangan Terkini Penyakit Reumatik-Autoimun & Covid-19 yang diadakan RSCM. Itu artinya, sambung dr. Suryo, gejala Covid-19 dapat menyerupai gejala penyakit autoimun sehingga jika pasien yang selama ini sudah terkendali penyakitnya tiba-tiba mengeluh meriang atau nyeri sendi hati-hati bisa jadi itu gejala Covid-19 .
Baca Juga : Imunitas Baru Terbentuk Dua Hingga 6 Minggu Setelah Vaksinasi Covid-19 yang Kedua
Menurut dr. Suryo, karena Covid-19 adalah penyakit yang baru maka belum diketahui secara sepenuhnya. Sebagian besar bergejala sesyai gejala khas Covid-19, tapi terdapat laporan kasus mengenai gejala infeksi Covid-19 yang menyerupai keluhan autoimun seperti arthritis, myositis, vaskulitas, kelainan kulit, dan lainnya. Secara umum infeksi dapat memicu flare pada pasien dengan autoimun.
Banyak beberapa laporan kasus infeksi Covid-19 memicu kekambuhan pada pasien autoimun yang sebelumnya remisi atau terkendali. Adanya pandemi juga berdampak pada pengobatan. Dimana laporan dari berbagai negara menunjukkan 10-25 persen pasien mengubah atau bahkan tidak melanjutkan pengobatan dengan berbagai alasan seperti takut ke rumah sakit, takut dengan efek obat autoimun, masalah transportasi, hingga atas anjuran dokter.
Padahal pasien tidaklah diperkenankan mengubah pengobatan atau justru menghentikannya. Dokterlah yang akan menentukan apakah obat dapt diteruskan, diganti, atau dihentikan. “Selalu minta pendapat dengan dokter yanv merawat jangan mudah termakan isu. Bila tidak ada keluhan obat dapat dilanjutkan sesuai anjuran dokter,” beber konsultan reumatologi ini.
Baca Juga : Mengenal Eksibisionis yang Dialami Istri Komedian Isa Bajaj
Yang perlu diperhatikan bagi pasien reumatik autoimun ini, berdasarkan penelitian tidak ditemukan peningkatan risiko terkena Covid-19 pada pasien autoimun kecuali mereka yang mengonsumsi steroid dosis tinggi. Steroid berfungsi mengurangi produksi sitokin-sitokin yang menyebabkan inflamasi. Ini membantu menjaga kerusakan jaringan serendah mungkin.
Steroid juga mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh dengan cara mempengaruhi cara kerja sel darah putih. Mengingat penyakit autoimun menyerang sel-sel sehat. “Penggunaan steroid dosis tinggi ini misalnya metilprednisolon lebih dari 8 miligram sehari. Nantinya dosisnya bisa diturunkan secara bertahap sesuai anjuran dokter,” ujar dr. Suryo.
Meski tidak memiliki risiko yang lebih tinggi dengan populasi umum, namun dr. Suryo mengingatkan hasil penelitian dan rekomendasi bisa berubah di kemudian hari sebab Covid-19 adalah penyakit yang baru. Akan tetapi apabila ada kasus positif di keluarga, maka risiko terhadap Covid-19 pada pasien autoimun lebih tinggi dari anggota keluarga lain. Ini merujuk pada penelitian di Wuhan, China.
Lebih jauh, penyakit reumatik disebut juga penyakit muskuloskeletal yaitu sekelompok penyakit yang menimbulkan manifestasi pada tulang, sendi, tulang rawan, tendon, ligamen, dan otot. Ada lebih dari 200 jenis penyakit reumatik. SLE (systemic lupus erythematosus), RA, sjogren syndrome, skleroderma, dan myositis adalah contoh penyakit reumatik autoimun.
Baca Juga : 4 Pencegahan Kanker Serviks, Salah Satunya Seks Aman
Penyakit autoimun sendiri adalah penyakit yang timbul akibat sistem imun mengenali sel atau jaringan tubuh sebagai lawan sehingga menyerang sel atau jaringan tubuh. Data dari Eropa sampai dengan bulan Januari ini, terdapat sekitar 3.500 pasien autoimun yang terkena Covid-19. Diagnosis tertinggi kasus penyakit autoimun yang terjadi adalah RA, spondylo arthritis, dan psoriatic arthritis. 46 persen diataranya butuh perawatan dengan gejala demam, batuk, dan sesak napas.
Sedangkan angka kematiannya hampir 10 persen atau sebanyak 360 kematian. Sementara di luar Eropa, terdapat 3.900 penderita autoimun yang terkena SarsCov2. Sebagian besar penderita RA, lupus, dan arthritis, dengan angka kematian 6 persen. Sri noviarni
“Awalnya saya pikir flare karena yang bersangkutan kecapekan atau stres, tetapi waktu dilakukan tes Covid-19 ternyata hasilnya positif,” terang dr. Suryo dalam Webinar Awam dengan tema Perkembangan Terkini Penyakit Reumatik-Autoimun & Covid-19 yang diadakan RSCM. Itu artinya, sambung dr. Suryo, gejala Covid-19 dapat menyerupai gejala penyakit autoimun sehingga jika pasien yang selama ini sudah terkendali penyakitnya tiba-tiba mengeluh meriang atau nyeri sendi hati-hati bisa jadi itu gejala Covid-19 .
Baca Juga : Imunitas Baru Terbentuk Dua Hingga 6 Minggu Setelah Vaksinasi Covid-19 yang Kedua
Menurut dr. Suryo, karena Covid-19 adalah penyakit yang baru maka belum diketahui secara sepenuhnya. Sebagian besar bergejala sesyai gejala khas Covid-19, tapi terdapat laporan kasus mengenai gejala infeksi Covid-19 yang menyerupai keluhan autoimun seperti arthritis, myositis, vaskulitas, kelainan kulit, dan lainnya. Secara umum infeksi dapat memicu flare pada pasien dengan autoimun.
Banyak beberapa laporan kasus infeksi Covid-19 memicu kekambuhan pada pasien autoimun yang sebelumnya remisi atau terkendali. Adanya pandemi juga berdampak pada pengobatan. Dimana laporan dari berbagai negara menunjukkan 10-25 persen pasien mengubah atau bahkan tidak melanjutkan pengobatan dengan berbagai alasan seperti takut ke rumah sakit, takut dengan efek obat autoimun, masalah transportasi, hingga atas anjuran dokter.
Padahal pasien tidaklah diperkenankan mengubah pengobatan atau justru menghentikannya. Dokterlah yang akan menentukan apakah obat dapt diteruskan, diganti, atau dihentikan. “Selalu minta pendapat dengan dokter yanv merawat jangan mudah termakan isu. Bila tidak ada keluhan obat dapat dilanjutkan sesuai anjuran dokter,” beber konsultan reumatologi ini.
Baca Juga : Mengenal Eksibisionis yang Dialami Istri Komedian Isa Bajaj
Yang perlu diperhatikan bagi pasien reumatik autoimun ini, berdasarkan penelitian tidak ditemukan peningkatan risiko terkena Covid-19 pada pasien autoimun kecuali mereka yang mengonsumsi steroid dosis tinggi. Steroid berfungsi mengurangi produksi sitokin-sitokin yang menyebabkan inflamasi. Ini membantu menjaga kerusakan jaringan serendah mungkin.
Steroid juga mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh dengan cara mempengaruhi cara kerja sel darah putih. Mengingat penyakit autoimun menyerang sel-sel sehat. “Penggunaan steroid dosis tinggi ini misalnya metilprednisolon lebih dari 8 miligram sehari. Nantinya dosisnya bisa diturunkan secara bertahap sesuai anjuran dokter,” ujar dr. Suryo.
Meski tidak memiliki risiko yang lebih tinggi dengan populasi umum, namun dr. Suryo mengingatkan hasil penelitian dan rekomendasi bisa berubah di kemudian hari sebab Covid-19 adalah penyakit yang baru. Akan tetapi apabila ada kasus positif di keluarga, maka risiko terhadap Covid-19 pada pasien autoimun lebih tinggi dari anggota keluarga lain. Ini merujuk pada penelitian di Wuhan, China.
Lebih jauh, penyakit reumatik disebut juga penyakit muskuloskeletal yaitu sekelompok penyakit yang menimbulkan manifestasi pada tulang, sendi, tulang rawan, tendon, ligamen, dan otot. Ada lebih dari 200 jenis penyakit reumatik. SLE (systemic lupus erythematosus), RA, sjogren syndrome, skleroderma, dan myositis adalah contoh penyakit reumatik autoimun.
Baca Juga : 4 Pencegahan Kanker Serviks, Salah Satunya Seks Aman
Penyakit autoimun sendiri adalah penyakit yang timbul akibat sistem imun mengenali sel atau jaringan tubuh sebagai lawan sehingga menyerang sel atau jaringan tubuh. Data dari Eropa sampai dengan bulan Januari ini, terdapat sekitar 3.500 pasien autoimun yang terkena Covid-19. Diagnosis tertinggi kasus penyakit autoimun yang terjadi adalah RA, spondylo arthritis, dan psoriatic arthritis. 46 persen diataranya butuh perawatan dengan gejala demam, batuk, dan sesak napas.
Sedangkan angka kematiannya hampir 10 persen atau sebanyak 360 kematian. Sementara di luar Eropa, terdapat 3.900 penderita autoimun yang terkena SarsCov2. Sebagian besar penderita RA, lupus, dan arthritis, dengan angka kematian 6 persen. Sri noviarni
(wur)