Penggunaan Steroid pada Pasien Autoimun Tingkatkan Infeksi Covid-19 Berat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyakit reumatik autoimun merupakan penyakit autoimun , dimana sistem imun pada tubuh seseorang menyerang sel-sel tubuhnya sendiri. Salah satunya pernah dirasakan istri Anang Hermansyah, Ashanty .
Penyakit reumatik disebut juga penyakit muskuloskeletal yaitu sekelompok penyakit yang menimbulkan manifestasi pada tulang, sendi, tulang rawan, tendon, ligamen, dan otot.
Ada lebih dari 200 jenis penyakit reumatik. SLE (systemic lupus erythematosus), RA, sjogren syndrome, skleroderma, dan myositis adalah contoh penyakit reumatik autoimun. Terkait Covid-19, apakah pasien reumatik autoimun jika terinfeksi maka penyakitnya akan lebih berat?
Dijawab oleh dr. RM. Suryo AKW, Sp.PD-KR dari divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, data penelitian menunjukkan bahwa penderita penyakit reumatik autoimun meningkatkan risiko perawatan Covid-19 namun tidak meningkatkan risiko kematian akibat Covid-19. “Akan tetapi risiko perawatan tidak semata berkaitan dengan jenis penyakit autoimun,” kata dr. Suryo.
Banyak penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi obat penurun imunitas atau agen biologi yang diresepkan oleh dokter tidak berpotensi meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19 yang berat.
Pasien autoimun memang diresepkan obat imunosupresan yang berfungsi mengurangi produksi sitokin-sitokin yang menyebabkan inflamasi. Ini membantu menjaga kerusakan jaringan serendah mungkin. Imunosupresan juga mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh dengan cara mempengaruhi cara kerja sel darah putih.
Mengingat penyakit autoimun menyerang sel-sel sehat. Risiko terinfeksi yang berat, disebutkan oleh dr. Suryo lebih disebabkan oleh beberapa hal seperti faktor usia, obesitas, komorbid atau adanya penyakit penyerta seperti diabetes, jantung, paru), dan penggunaan steroid, salah satu obat imunosupresan, dengan dosis tinggi.
“Misalnya saja Metilpredinosolon lebih dari 8 miligram per hari. Makanya untuk steroid dosisnya bisa diturunkan bertahap sesuai anjuran dokter. Jangan pernah mengubah dosis atau menghentikan pengobatan sendiri,” ingatnya.
Bila tidak ada keluhan, obat dapat dilanjutkan sesuai anjuran dokter. Namun bilapun tidak ada keluhan tapi ada kontak erat dengan positif Covid-19, dr. Suryo menyarankan untuk memastikan status infeksi, dan obat-obatan seperti steroid penggunannya dikonsultasikan dulu dengan dokter apakah akan dilanjutkan, dihentikan, atau dikurangi dosisnya.
Penyakit reumatik disebut juga penyakit muskuloskeletal yaitu sekelompok penyakit yang menimbulkan manifestasi pada tulang, sendi, tulang rawan, tendon, ligamen, dan otot.
Ada lebih dari 200 jenis penyakit reumatik. SLE (systemic lupus erythematosus), RA, sjogren syndrome, skleroderma, dan myositis adalah contoh penyakit reumatik autoimun. Terkait Covid-19, apakah pasien reumatik autoimun jika terinfeksi maka penyakitnya akan lebih berat?
Dijawab oleh dr. RM. Suryo AKW, Sp.PD-KR dari divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, data penelitian menunjukkan bahwa penderita penyakit reumatik autoimun meningkatkan risiko perawatan Covid-19 namun tidak meningkatkan risiko kematian akibat Covid-19. “Akan tetapi risiko perawatan tidak semata berkaitan dengan jenis penyakit autoimun,” kata dr. Suryo.
Banyak penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi obat penurun imunitas atau agen biologi yang diresepkan oleh dokter tidak berpotensi meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19 yang berat.
Pasien autoimun memang diresepkan obat imunosupresan yang berfungsi mengurangi produksi sitokin-sitokin yang menyebabkan inflamasi. Ini membantu menjaga kerusakan jaringan serendah mungkin. Imunosupresan juga mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh dengan cara mempengaruhi cara kerja sel darah putih.
Mengingat penyakit autoimun menyerang sel-sel sehat. Risiko terinfeksi yang berat, disebutkan oleh dr. Suryo lebih disebabkan oleh beberapa hal seperti faktor usia, obesitas, komorbid atau adanya penyakit penyerta seperti diabetes, jantung, paru), dan penggunaan steroid, salah satu obat imunosupresan, dengan dosis tinggi.
“Misalnya saja Metilpredinosolon lebih dari 8 miligram per hari. Makanya untuk steroid dosisnya bisa diturunkan bertahap sesuai anjuran dokter. Jangan pernah mengubah dosis atau menghentikan pengobatan sendiri,” ingatnya.
Bila tidak ada keluhan, obat dapat dilanjutkan sesuai anjuran dokter. Namun bilapun tidak ada keluhan tapi ada kontak erat dengan positif Covid-19, dr. Suryo menyarankan untuk memastikan status infeksi, dan obat-obatan seperti steroid penggunannya dikonsultasikan dulu dengan dokter apakah akan dilanjutkan, dihentikan, atau dikurangi dosisnya.
(tdy)