Proses Cepat dan Minim Pendarahan, tapi Awas Sunat Laser Lebih Berisiko
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sunat adalah operasi pengangkatan kulup yang merupakan kulit yang menutupi ujung penis. Saat ini terdapat pilihan sunat yang bisa dilakukan, salah satunya teknik laser yang prosesnya lebih cepat dan kekinian.
Banyak orang masih menganggap bahwa sunat menggunakan laser (electrical cauter) adalah cara terbaik, tetapi tidak sedikit pula bahaya yang harus diketahui oleh masyarakat ketika memilih sunat dengan metode ini. Selain anggapan praktis, masyarakat juga memilih alasan sunat menggunakan laser karena prosesnya cepat. Padahal, beberapa tahun lalu terdapat kejadian miris akibat penggunaan sunat laser. Bocah asal Pekalongan, Jawa Tengah, kepala kelaminnya ikut terpotong setelah disunat dengan menggunakan teknik tersebut.
Dr Arry Rodjani, SpU (K), Dokter Spesialis Urologi RS Siloam mengatakan, sunat laser tidak menggunakan energi cahaya, melainkan energi panas dengan memakai alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi, dan diseksi.
“Pada penggunaan kauter (sunat laser), arus listrik langsung menuju penis jaringan penis dan bila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah. Oleh karenanya, sebelum sirkumsisi yang perlu diperhatikan adalah indikasi dan kontraindikasi,” papar dr. Arry dalam diskusi yang diadakan oleh Forum Jurnalis Online belum lama ini.
Pada sunat dengan alat ini, energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis. Di mana hal itu berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis dan dapat menyebabkan luka bakar hebat dan berakhir dengan teramputasinya glans penis (total phalic loss), terutama bila saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem.
Umumnya alasan menggunakan alat ini adalah dapat melakukan sunat dengan lebih cepat dan risiko perdarahan yang lebih sedikit. Namun, mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya teknik sunat ini tidak boleh dilakukan.
“Untuk mencegah terjadinya cedera akibat teknik sunat yang salah, WHO: Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan berkompeten dengan menggunakan teknik yang steril dan memperhatikan penanganan nyeri yang baik,” ujar dr. Arry.
Ia menambahkan, beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan.
Dihubungi terpisah, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia Prof. Andi Asadul Islam mengatakan, di Indonesia remaja yang melakukan sirkumsisi teknik laser sebesar 10,2 juta (12%). Prof Andi menilai, belum ada penelitian secara khusus yang menjelaskan tentang indikasi untuk sunat laser. Akan tetapi, untuk penyunatan, laser memberikan manfaat untuk perdarahan yang lebih sedikit.
“Namun di saat bersamaan juga memiliki risiko, risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis atau uretra, dan luka bakar,” kata Prof. Andi.
Sementara itu, Dr. Jasra Putra, M.Pd Komisioner KPAI Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, sosialisasi perlu ditingkatkan kepada masyarakat terkait dengan kelebihan dan kekurangan prosedur sunat yang ada saat ini, agar masyarakat teredukasi memilih sunat yang aman serta minim risiko untuk anak.
Jasra juga mengatakan perlunya mengarahkan masyarakat untuk melaksanakan prosedur sunat di fasilitas kesehatan yang memiliki izin dan standar operasional prosedur dalam melaksanakan sunat dengan tenaga kesehatan yang kompeten serta terjangkau.
Selain itu, tambah Jastra, orangtua perlu mendukung anak untuk fokus melihat kelebihan diri daripada kekurangan anak, sehingga meningkatkan rasa percaya diri anak. “Perlindungan dan pemenuhan hak anak yang mengalami disabilitas masuk dalam perlindungan khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PA,” tutup Jastra.
Banyak orang masih menganggap bahwa sunat menggunakan laser (electrical cauter) adalah cara terbaik, tetapi tidak sedikit pula bahaya yang harus diketahui oleh masyarakat ketika memilih sunat dengan metode ini. Selain anggapan praktis, masyarakat juga memilih alasan sunat menggunakan laser karena prosesnya cepat. Padahal, beberapa tahun lalu terdapat kejadian miris akibat penggunaan sunat laser. Bocah asal Pekalongan, Jawa Tengah, kepala kelaminnya ikut terpotong setelah disunat dengan menggunakan teknik tersebut.
Baca Juga
Dr Arry Rodjani, SpU (K), Dokter Spesialis Urologi RS Siloam mengatakan, sunat laser tidak menggunakan energi cahaya, melainkan energi panas dengan memakai alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi, dan diseksi.
“Pada penggunaan kauter (sunat laser), arus listrik langsung menuju penis jaringan penis dan bila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah. Oleh karenanya, sebelum sirkumsisi yang perlu diperhatikan adalah indikasi dan kontraindikasi,” papar dr. Arry dalam diskusi yang diadakan oleh Forum Jurnalis Online belum lama ini.
Pada sunat dengan alat ini, energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis. Di mana hal itu berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis dan dapat menyebabkan luka bakar hebat dan berakhir dengan teramputasinya glans penis (total phalic loss), terutama bila saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem.
Umumnya alasan menggunakan alat ini adalah dapat melakukan sunat dengan lebih cepat dan risiko perdarahan yang lebih sedikit. Namun, mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya teknik sunat ini tidak boleh dilakukan.
“Untuk mencegah terjadinya cedera akibat teknik sunat yang salah, WHO: Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan berkompeten dengan menggunakan teknik yang steril dan memperhatikan penanganan nyeri yang baik,” ujar dr. Arry.
Ia menambahkan, beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan.
Dihubungi terpisah, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia Prof. Andi Asadul Islam mengatakan, di Indonesia remaja yang melakukan sirkumsisi teknik laser sebesar 10,2 juta (12%). Prof Andi menilai, belum ada penelitian secara khusus yang menjelaskan tentang indikasi untuk sunat laser. Akan tetapi, untuk penyunatan, laser memberikan manfaat untuk perdarahan yang lebih sedikit.
“Namun di saat bersamaan juga memiliki risiko, risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis atau uretra, dan luka bakar,” kata Prof. Andi.
Sementara itu, Dr. Jasra Putra, M.Pd Komisioner KPAI Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, sosialisasi perlu ditingkatkan kepada masyarakat terkait dengan kelebihan dan kekurangan prosedur sunat yang ada saat ini, agar masyarakat teredukasi memilih sunat yang aman serta minim risiko untuk anak.
Jasra juga mengatakan perlunya mengarahkan masyarakat untuk melaksanakan prosedur sunat di fasilitas kesehatan yang memiliki izin dan standar operasional prosedur dalam melaksanakan sunat dengan tenaga kesehatan yang kompeten serta terjangkau.
Selain itu, tambah Jastra, orangtua perlu mendukung anak untuk fokus melihat kelebihan diri daripada kekurangan anak, sehingga meningkatkan rasa percaya diri anak. “Perlindungan dan pemenuhan hak anak yang mengalami disabilitas masuk dalam perlindungan khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PA,” tutup Jastra.
(tsa)