Ibu yang Lebih Sabar Ternyata Bisa Cegah Resiko Depresi pada Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketika anak tengah rewel disitulah kesabaran orangtua khususnya ibu diuji. Rupanya kesabaran dan kasih sayang yang diberikan ketika anak sedang berulah , tidak hanya menenangkan si kecil namun juga menekan kejadian depresi yang dapat mempengaruhi mental anak ketika dewasa kelak.
Para peneliti berpendapat, dengan tetap memberikan kasih sayang serta kesabaran ekstra ketika si buah hati sedang tantrum atau rewel, memiliki dampak positif bagi perkembangan anak, utamanya perkembangan otak si kecil.
Baca juga : kabar-baik-konser-musik-pameran-even-olahraga-kembali-dibuka
Ibu yang lebih sabar menghadapi perangai anak yang tengah bertingkah, rupanya mendorong perkembangan otak anak menjadi lebih sehat. Ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh para ahli. Selama beberapa dekade, peneliti telah mengobservasi perilaku hewan. Ternyata hewan yang dilimpahi kasih sayang oleh induknya sejak dini, memiliki otak yang berbeda dengan hewan yang tidak diberi perhatian serupa dari sang induk.
Studi juga menemukan bahwa hewan yang diberi perhatian oleh induknya, dapat mengatasi stres lebih baik ketimbang hewan yang dibesarkan tanpa perhatian orang tuanya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan perilaku manusia.
Baca juga : anrez-hobi-banyak-olahraga-kepo-simak-di-sini
“Dukungan orang tua khususnya dimasa kecil anak, dampaknya sangat besar dan positif dalam kehidupan anak selanjutnya,” tutur Joan L. Luby, MD, seorang profesor Kejiwaan Anak dari Washington University School of Medicine di St. Louis, Mo, Amerika Serikat dikutip dari webmd.
Penelitian yang dilakukan oleh Joan ini, melibatkan 92 anak yang berusia prasekolah berlanjut sampai mereka masuk usia sekolah. “Kondisi ini amat mencerminkan kehidupan pengasuhan yang sering dihadapi orang. Taruhlah ibu memasak makan malam, dan anak sedang marah-marah. Nah bagaimana Anda menghadapinya?,” tanya Joan.
“Saat itulah dibutuhkan dukungan orang tua dalam mengatasi kemarahan si kecil. Seberapa banyak orang tua bisa memberi dukungan kepadanya, dan meredakan amarahnya,” sambung Joan lagi. Kemudian, tim peneliti memberi skor pada masing-masing ibu dalam kemampuan mereka membantu anak mengatasi kemarahan yang melanda anak tersebut. Peneliti melanjutkan mengikuti rekam jejak si anak, dan ketika usia anak telah mencapai 7-13 tahun, otak mereka lalu dipindai menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).
Baca juga : roy-suryo-piala-menpora-2021-upaya-hidupkan-kembali-olahraga-di-indonesia
Fokus perhatian tim peneliti khususnya adalah ukuran salah satu area di otak yang bernama hippocampus. Hippocampus ini berperan dalam menyimpan memori dan mengatasi stres. Ukuran hippocampus ini berhubungan dengan beberapa faktor seperti perasaan stres atau depresi yang dihadapi.
Para peneliti berpendapat, dengan tetap memberikan kasih sayang serta kesabaran ekstra ketika si buah hati sedang tantrum atau rewel, memiliki dampak positif bagi perkembangan anak, utamanya perkembangan otak si kecil.
Baca juga : kabar-baik-konser-musik-pameran-even-olahraga-kembali-dibuka
Ibu yang lebih sabar menghadapi perangai anak yang tengah bertingkah, rupanya mendorong perkembangan otak anak menjadi lebih sehat. Ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh para ahli. Selama beberapa dekade, peneliti telah mengobservasi perilaku hewan. Ternyata hewan yang dilimpahi kasih sayang oleh induknya sejak dini, memiliki otak yang berbeda dengan hewan yang tidak diberi perhatian serupa dari sang induk.
Studi juga menemukan bahwa hewan yang diberi perhatian oleh induknya, dapat mengatasi stres lebih baik ketimbang hewan yang dibesarkan tanpa perhatian orang tuanya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan perilaku manusia.
Baca juga : anrez-hobi-banyak-olahraga-kepo-simak-di-sini
“Dukungan orang tua khususnya dimasa kecil anak, dampaknya sangat besar dan positif dalam kehidupan anak selanjutnya,” tutur Joan L. Luby, MD, seorang profesor Kejiwaan Anak dari Washington University School of Medicine di St. Louis, Mo, Amerika Serikat dikutip dari webmd.
Penelitian yang dilakukan oleh Joan ini, melibatkan 92 anak yang berusia prasekolah berlanjut sampai mereka masuk usia sekolah. “Kondisi ini amat mencerminkan kehidupan pengasuhan yang sering dihadapi orang. Taruhlah ibu memasak makan malam, dan anak sedang marah-marah. Nah bagaimana Anda menghadapinya?,” tanya Joan.
“Saat itulah dibutuhkan dukungan orang tua dalam mengatasi kemarahan si kecil. Seberapa banyak orang tua bisa memberi dukungan kepadanya, dan meredakan amarahnya,” sambung Joan lagi. Kemudian, tim peneliti memberi skor pada masing-masing ibu dalam kemampuan mereka membantu anak mengatasi kemarahan yang melanda anak tersebut. Peneliti melanjutkan mengikuti rekam jejak si anak, dan ketika usia anak telah mencapai 7-13 tahun, otak mereka lalu dipindai menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).
Baca juga : roy-suryo-piala-menpora-2021-upaya-hidupkan-kembali-olahraga-di-indonesia
Fokus perhatian tim peneliti khususnya adalah ukuran salah satu area di otak yang bernama hippocampus. Hippocampus ini berperan dalam menyimpan memori dan mengatasi stres. Ukuran hippocampus ini berhubungan dengan beberapa faktor seperti perasaan stres atau depresi yang dihadapi.