Mitigasi Perubahan Iklim dengan Maksimalkan Potensi Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai negara kepulauan, Indonesia termasuk rentan terhadap perubahan iklim . Namun sebaliknya, Indonesia juga dapat berperan penting untuk mitigasi perubahan iklim dengan memaksimalkan potensi sumber daya air, terutama memanfaatkannya untuk energi terbarukan yang nirkarbon.
Baca juga: Terdapat dalam Rukun Iman yang Keenam, Apakah Takdir Bisa Salah?
Perubahan iklim mengakibatkan terjadinya peningkatan permukaan air laut dampak pemanasan suhu global yang disebabkan peningkatan emisi karbon di bumi. Akibatnya, pulau-pulau kecil di Indonesia dan daerah pesisir yang biasanya adalah dataran rendah sangat rentan terendam saat terjadi peningkatan permukaan air laut. Selain itu, banyak kota besar di Indonesia juga berada pada wilayah pesisir. Hampir 60 persen populasi penduduk negara ini tinggal di pesisir.
Upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sering kurang berfokus pada lautan. Padahal lautan merupakan elemen besar yang mempengaruhi iklim global dan meliputi 70% dari keseluruhan permukaan bumi. Tema Hari Meteorologi Sedunia 2021 "The ocean, our climate and weather" merupakan momen pengingat yang tepat bagi masyarakat internasional.
Hari Meteorologi Sedunia diperingati setiap 23 Maret, dan tahun ini menandai dimulainya peluncuran the United Nations Decade of Ocean Science for Sustainable Development (2021). Kini upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus kembali fokus kepada melindungi sumber-sumber air dunia termasuk lautan.
Pakar komunikasi Hijau Wimar Witoelar mengatakan, sebagai negara kepulauan terbesar, kita harus memiliki komitmen bersama untuk bersatu mengatasi dampak perubahan iklim. Bahkan, Indonesia harus bisa ada di barisan terdepan di dunia dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
"Indonesia dapat berperan penting untuk mitigasi perubahan iklim, salah satunya melalui sektor energi. Dengan keuntungan yang dimiliki sebagai negara kepulauan, kita dapat memaksimalkan potensi sumber daya air seperti gelombang air laut dan aliran air sungai untuk menghasilkan energi terbarukan yang sangat rendah emisi karbon," kata Wimar yang juga pendiri Yayasan Perspektif Baru.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sangat besar mencapai 442 Gigawatt (GW) dari arus laut, air, surya, bayu, bioenergi, dan panas bumi. Dari sumber arus laut sebesar 17,9 GW dan air mencapai 75 GW. Selain mendukung ketahanan energi, kehadiran energi terbarukan tersebut juga sangat penting untuk mengurangi emisi karbon yang memicu perubahan iklim.
Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Perubahan iklim sudah dikenal secara luas sebagai bencana besar jika tidak ditangani secara serius. Data World Bank (2018) on Climate Change and Health menunjukkan bahwa perubahan iklim bisa menyebabkan 100 juta orang berada dalam kemiskinan ekstrim pada 2030. Selain itu bencana-bencana alam terkait cuaca semakin meningkat sebesar 46% di periode 2007-2016 dan menyebabkan 60.000 kematian per tahun terutama di negara-negara berkembang.
Kepala Pusat Perubahan Iklim ITB, Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso PhD, mengatakan, pada laporan IPCC 2014 juga disebutkan bahwa perubahan iklim salah satunya dapat mengakibatkan intensifikasi atau peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, gerakan tanah (tanah longsor), angin puting beliung, abrasi, kenaikan muka air laut, dan wabah penyakit. Di Indonesia, data BNPB menunjukkan dari total 2.925 bencana yang terjadi 2020, sekitar 87% merupakan bencana hidrometeorologi yang semakin memperparah kesulitan hidup yang dirasakan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Finalis MasterChef Bagikan Resep Udang ala Thailand yang Kriuk dan Renyah
Menurut Djoko Santoso, upaya mitigasi perubahan iklim dari sektor energi yang harus dilakukan Indonesia terutama adalah melalui transisi sumber energi dari bahan bakar fosil dan batu bara menjadi sumber energi yang rendah emisi yang dikenal sebagai energi baru dan terbarukan (EBT). Selain itu juga melalui energi efisiensi dan juga energi bersih (gas bumi).
Baca juga: Terdapat dalam Rukun Iman yang Keenam, Apakah Takdir Bisa Salah?
Perubahan iklim mengakibatkan terjadinya peningkatan permukaan air laut dampak pemanasan suhu global yang disebabkan peningkatan emisi karbon di bumi. Akibatnya, pulau-pulau kecil di Indonesia dan daerah pesisir yang biasanya adalah dataran rendah sangat rentan terendam saat terjadi peningkatan permukaan air laut. Selain itu, banyak kota besar di Indonesia juga berada pada wilayah pesisir. Hampir 60 persen populasi penduduk negara ini tinggal di pesisir.
Upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sering kurang berfokus pada lautan. Padahal lautan merupakan elemen besar yang mempengaruhi iklim global dan meliputi 70% dari keseluruhan permukaan bumi. Tema Hari Meteorologi Sedunia 2021 "The ocean, our climate and weather" merupakan momen pengingat yang tepat bagi masyarakat internasional.
Hari Meteorologi Sedunia diperingati setiap 23 Maret, dan tahun ini menandai dimulainya peluncuran the United Nations Decade of Ocean Science for Sustainable Development (2021). Kini upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus kembali fokus kepada melindungi sumber-sumber air dunia termasuk lautan.
Pakar komunikasi Hijau Wimar Witoelar mengatakan, sebagai negara kepulauan terbesar, kita harus memiliki komitmen bersama untuk bersatu mengatasi dampak perubahan iklim. Bahkan, Indonesia harus bisa ada di barisan terdepan di dunia dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
"Indonesia dapat berperan penting untuk mitigasi perubahan iklim, salah satunya melalui sektor energi. Dengan keuntungan yang dimiliki sebagai negara kepulauan, kita dapat memaksimalkan potensi sumber daya air seperti gelombang air laut dan aliran air sungai untuk menghasilkan energi terbarukan yang sangat rendah emisi karbon," kata Wimar yang juga pendiri Yayasan Perspektif Baru.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sangat besar mencapai 442 Gigawatt (GW) dari arus laut, air, surya, bayu, bioenergi, dan panas bumi. Dari sumber arus laut sebesar 17,9 GW dan air mencapai 75 GW. Selain mendukung ketahanan energi, kehadiran energi terbarukan tersebut juga sangat penting untuk mengurangi emisi karbon yang memicu perubahan iklim.
Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Perubahan iklim sudah dikenal secara luas sebagai bencana besar jika tidak ditangani secara serius. Data World Bank (2018) on Climate Change and Health menunjukkan bahwa perubahan iklim bisa menyebabkan 100 juta orang berada dalam kemiskinan ekstrim pada 2030. Selain itu bencana-bencana alam terkait cuaca semakin meningkat sebesar 46% di periode 2007-2016 dan menyebabkan 60.000 kematian per tahun terutama di negara-negara berkembang.
Kepala Pusat Perubahan Iklim ITB, Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso PhD, mengatakan, pada laporan IPCC 2014 juga disebutkan bahwa perubahan iklim salah satunya dapat mengakibatkan intensifikasi atau peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, gerakan tanah (tanah longsor), angin puting beliung, abrasi, kenaikan muka air laut, dan wabah penyakit. Di Indonesia, data BNPB menunjukkan dari total 2.925 bencana yang terjadi 2020, sekitar 87% merupakan bencana hidrometeorologi yang semakin memperparah kesulitan hidup yang dirasakan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Finalis MasterChef Bagikan Resep Udang ala Thailand yang Kriuk dan Renyah
Menurut Djoko Santoso, upaya mitigasi perubahan iklim dari sektor energi yang harus dilakukan Indonesia terutama adalah melalui transisi sumber energi dari bahan bakar fosil dan batu bara menjadi sumber energi yang rendah emisi yang dikenal sebagai energi baru dan terbarukan (EBT). Selain itu juga melalui energi efisiensi dan juga energi bersih (gas bumi).
(nug)