Kasus Covid-19 di Indonesia Melonjak, Stop Berkerumun dan Bepergian!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren kenaikan kasus Covid-19 usai libur Lebaran mulai terlihat. Selama tiga hari angka kasus Covid-19 terus melonjak. Data terakhir kmarin kasus positif di Indonesia sebanyak 5.746.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Dr. Sonny Harry B. Harmadi, menyampaikan meningkatnya aktivitas perjalanan akan menciptakan kerumunan. Kepatuhan protokol 3M memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, akan turut berkurang.
“Inilah yang memicu lonjakan kasus. Lalu saat terjadi lonjakan kasus, beban pada pelayanan kesehatan juga ikut meningkat,” terangnya dalam Dialog bertema Terus Kencangkan Protokol Kesehatan yang diselenggarakan KPCPEN, Kamis (20/5).
Dikhawatirkan pasien Covid-19 yang dirawat di RS akan datang secara bersamaan dengan jumlah yang besar. “Kalau sampai 7-8 ribu pasien dirawat bersamaan, maka RS akan sangat kewalahan sehingga tidak bisa membantu dengan maksimal,” ungkap Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dr. Lia G. Partakusuma Sp.PK. MM. MARS.
Baca Juga : Mengejutkan! Covid Sudah Ada Sejak 4 Dekade Lalu
Menurutnya Tidak hanya itu saja, jumlah tenaga kesehatan juga dikhawatirkan tidak mencukupi apabila jumlah kasus yang dirawat di RS meningkat secara bersamaan. “SDM di ICU harus khusus, belum lagi apabila jumlah penularan tinggi, maka SDM kita akan mudah tertular seperti awal tahun yang lalu, banyak tenaga kesehatan kita tertular Covid-19,” jelas dr. Lia.
Saat ini kondisi keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) secara nasional kurang dari 30%. Namun sudah ada beberapa provinsi yang menunjukkan peningkatan BOR cukup signifikan, “Aceh dan Sulawesi Barat BOR-nya kini sudah di atas 50%. Ada juga beberapa provinsi yang BOR-nya mencapai 25-50% seperti Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Riau. Lalu yang peningkatannya 10-24% ada di Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kep. Riau, Jawa Tengah, dan Jambi,” terang dr. Lia.
Untuk menekan dan menghindari kondisi terburuk itulah pemerintah memberlakukan peraturan peniadaan mudik tahun ini. Kondisi transportasi selama diberlakukannya aturan peniadaan mudik juga dinilai sangat efektif.
Diakui Dr. Sonny, Transportasi baik angkutan laut, udara, bahkan angkutan darat lalu lintasnya turun 93%. Angkutan udara pun turun 70%. “Esensi pelarangan mudik itu adalah agar masyarakat jangan melakukan perjalanan pada tanggal berapapun,” ucapnya.
Aturan pelarangan mudik tahun ini pun mampu menekan keinginan masyarakat untuk pulang ke kampung halaman, penelitian litbang Satgas Covid-19 menunjukkan sebelumnya masyarakat yang ingin melakukan mudik sebesar 33%, turun menjadi 11% setelah diberlakukan aturan pelarangan mudik, bahkan setelah sosialisasi terus menerus dilakukan, keinginan untuk mudik turun menjadi 7%.
Guru Besar FKUI, Prof. Dr. dr. Soedjatmiko SpA(K). Msi., mengimbau agar membatasi kerumunan dimanapun, baik pemudik maupun yang tidak mudik. Bagi yang tidak mudik juga sebaiknya jangan berkerumun di pusat perbelanjaan, apalagi di tempat wisata. “Jangan sampai saudara kita tertular Covid-19 hingga bergejala berat dan masuk rumah sakit,” pesannya.
Baca Juga : Tidak Perlu Panik, Ini 5 Tips Mencegah Klaster Baru Covid-19
Mengutip data Satgas Covid-19, Prof. Soedjatmiko menyebutkan bahwa dari 6-7 orang yang berkerumun ada 1 orang yang positif Covid-19. “Apalagi dalam kerumunan itu kecenderungan mengabaikan protokol kesehatan juga tinggi, seperti memakai masker tidak benar, bahkan tidak memakai masker sama sekali,” tegasnya.
Begitu juga bagi yang sudah divaksinasi sebanyak dua dosis secara lengkap pun dihimbau oleh Prof. Soedjatmiko agar tidak berkerumun, karena Masih ada peluang sebesar 35% bagi orang yang sudah divaksinasi untuk tertular Covid-19. Sehingga tidak ada jaminan kita kebal 100% dari Covid-19.
Untuk menghindari itu Prof. Soedjatmiko menyarankan, Apabila ada keluarga yang mudik atau pernah berkerumun selama 1 jam atau lebih, perlu diwaspadai. “Sarankan untuk swab Antigen atau PCR, dan bila perlu laporkan ke ketua RT/RW dan Satgas Covid-19 di lingkungan masing-masing,” ungkapnya. (Iman Firmansyah)
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Dr. Sonny Harry B. Harmadi, menyampaikan meningkatnya aktivitas perjalanan akan menciptakan kerumunan. Kepatuhan protokol 3M memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, akan turut berkurang.
“Inilah yang memicu lonjakan kasus. Lalu saat terjadi lonjakan kasus, beban pada pelayanan kesehatan juga ikut meningkat,” terangnya dalam Dialog bertema Terus Kencangkan Protokol Kesehatan yang diselenggarakan KPCPEN, Kamis (20/5).
Dikhawatirkan pasien Covid-19 yang dirawat di RS akan datang secara bersamaan dengan jumlah yang besar. “Kalau sampai 7-8 ribu pasien dirawat bersamaan, maka RS akan sangat kewalahan sehingga tidak bisa membantu dengan maksimal,” ungkap Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dr. Lia G. Partakusuma Sp.PK. MM. MARS.
Baca Juga : Mengejutkan! Covid Sudah Ada Sejak 4 Dekade Lalu
Menurutnya Tidak hanya itu saja, jumlah tenaga kesehatan juga dikhawatirkan tidak mencukupi apabila jumlah kasus yang dirawat di RS meningkat secara bersamaan. “SDM di ICU harus khusus, belum lagi apabila jumlah penularan tinggi, maka SDM kita akan mudah tertular seperti awal tahun yang lalu, banyak tenaga kesehatan kita tertular Covid-19,” jelas dr. Lia.
Saat ini kondisi keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) secara nasional kurang dari 30%. Namun sudah ada beberapa provinsi yang menunjukkan peningkatan BOR cukup signifikan, “Aceh dan Sulawesi Barat BOR-nya kini sudah di atas 50%. Ada juga beberapa provinsi yang BOR-nya mencapai 25-50% seperti Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Riau. Lalu yang peningkatannya 10-24% ada di Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kep. Riau, Jawa Tengah, dan Jambi,” terang dr. Lia.
Untuk menekan dan menghindari kondisi terburuk itulah pemerintah memberlakukan peraturan peniadaan mudik tahun ini. Kondisi transportasi selama diberlakukannya aturan peniadaan mudik juga dinilai sangat efektif.
Diakui Dr. Sonny, Transportasi baik angkutan laut, udara, bahkan angkutan darat lalu lintasnya turun 93%. Angkutan udara pun turun 70%. “Esensi pelarangan mudik itu adalah agar masyarakat jangan melakukan perjalanan pada tanggal berapapun,” ucapnya.
Aturan pelarangan mudik tahun ini pun mampu menekan keinginan masyarakat untuk pulang ke kampung halaman, penelitian litbang Satgas Covid-19 menunjukkan sebelumnya masyarakat yang ingin melakukan mudik sebesar 33%, turun menjadi 11% setelah diberlakukan aturan pelarangan mudik, bahkan setelah sosialisasi terus menerus dilakukan, keinginan untuk mudik turun menjadi 7%.
Guru Besar FKUI, Prof. Dr. dr. Soedjatmiko SpA(K). Msi., mengimbau agar membatasi kerumunan dimanapun, baik pemudik maupun yang tidak mudik. Bagi yang tidak mudik juga sebaiknya jangan berkerumun di pusat perbelanjaan, apalagi di tempat wisata. “Jangan sampai saudara kita tertular Covid-19 hingga bergejala berat dan masuk rumah sakit,” pesannya.
Baca Juga : Tidak Perlu Panik, Ini 5 Tips Mencegah Klaster Baru Covid-19
Mengutip data Satgas Covid-19, Prof. Soedjatmiko menyebutkan bahwa dari 6-7 orang yang berkerumun ada 1 orang yang positif Covid-19. “Apalagi dalam kerumunan itu kecenderungan mengabaikan protokol kesehatan juga tinggi, seperti memakai masker tidak benar, bahkan tidak memakai masker sama sekali,” tegasnya.
Begitu juga bagi yang sudah divaksinasi sebanyak dua dosis secara lengkap pun dihimbau oleh Prof. Soedjatmiko agar tidak berkerumun, karena Masih ada peluang sebesar 35% bagi orang yang sudah divaksinasi untuk tertular Covid-19. Sehingga tidak ada jaminan kita kebal 100% dari Covid-19.
Untuk menghindari itu Prof. Soedjatmiko menyarankan, Apabila ada keluarga yang mudik atau pernah berkerumun selama 1 jam atau lebih, perlu diwaspadai. “Sarankan untuk swab Antigen atau PCR, dan bila perlu laporkan ke ketua RT/RW dan Satgas Covid-19 di lingkungan masing-masing,” ungkapnya. (Iman Firmansyah)
(wur)