Perlu Pemeriksaan Mendalam sebelum Memvonis Anak Stunting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anak stunting memiliki masalah serius yang akan menyulitkan dia dalam proses bertumbuh dan berkembangnya. Itu kenapa, masalah stunting menjadi salah satu perhatian utama pemerintah karena erat kaitannya dengan goals negara, yaitu menciptakan sumber daya manusia yang unggul demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan karena malnutrisi kronis (menahun), infeksi kronis, dan stimulasi psikososial tak memadai yang ditandai dengan tinggi atau panjang badan terhadap usia kurang dari -2 SD median kurva pertumbuhan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Dijelaskan Ahli Kesehatan Anak Prof. Hartono Gunardi, untuk mengeluarkan diagnosis seorang anak stunting bukan perkara singkat. Sebab, banyak aspek yang harus dinilai, bukan sekadar tinggi atau pendeknya tubuh si anak.
"Perlu yang namanya identifikasi menyeluruh sampai akhirnya didapat diagnosis stunting pada anak-anak. Bahkan, setelah didapat diagnosisnya, langkah lanjutan yang harus dilakukan adalah mencari tahu penyebab stunting tersebut, apakah karena malnutrisi kronis, infeksi kronis, atau faktor penyebab lain," paparnya dalam webinar kesehatan, kemarin (29/6).
Nah, kalau sudah diketahui penyebabnya, tugas selanjutnya adalah memperbaiki. Artinya, misal si anak stunting karena malnutrisi akibat si anak muntah-muntah terus, maka kondisi itu yang diperbaiki.
"Atau stunting karena masalah paru-paru, maka paru-parunya diobati selagi orangtuanya membenahi pemenuhan gizi yang tertinggal," kata Prof. Hartono.
Karena hal ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Hasto Wardoyo mengimbau agar tidak cepat menduga atau bahkan mendiagnosis sendiri si anak stunting karena punya tubuh yang pendek.
"Anak pendek bukan berarti stunting, sedangkan anak stunting sudah pasti pendek. Seperti yang dijelaskan Prof. Hartono, perlu pemeriksaan mendalam untuk tahu apakah si anak stunting atau tidak," terangnya.
Di sisi lain, jika memang orangtua memiliki anak stunting, kata Hasto, Anda jangan kemudian berkecil hati, karena si anak tetap bisa memiliki masa depan yang baik. Lagi pula, jika anak tubuhnya kecil, Anda harus percaya bahwa dia tetap memiliki kemampuan lain yang tetap harus diasah dan menjadi kekuatannya.
"Stunting itu bukan akhir dari segalanya. Jika pada 1.000 hari kelahiran gizinya tertinggal, maka orangtua masih tetap bisa mengejarnya walau levelnya berbeda dengan anak yang sehat. Kemampuan lainnya pun masih bisa distimulus," paparnya.
"Anak stunting tetap punya talenta yang bagus, misalnya suaranya bagus, maka orangtua bisa mengasahnya sebagai kekuatan si anak. Artinya, jangan ada lagi stigma terhadap anak stunting di tengah masyarakat," tegas Hasto.
Lihat Juga: Indonesia-Jepang Perkuat Transformasi Digital untuk Atasi Stunting dan Pelayanan Kesehatan Ibu-Anak
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan karena malnutrisi kronis (menahun), infeksi kronis, dan stimulasi psikososial tak memadai yang ditandai dengan tinggi atau panjang badan terhadap usia kurang dari -2 SD median kurva pertumbuhan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Dijelaskan Ahli Kesehatan Anak Prof. Hartono Gunardi, untuk mengeluarkan diagnosis seorang anak stunting bukan perkara singkat. Sebab, banyak aspek yang harus dinilai, bukan sekadar tinggi atau pendeknya tubuh si anak.
"Perlu yang namanya identifikasi menyeluruh sampai akhirnya didapat diagnosis stunting pada anak-anak. Bahkan, setelah didapat diagnosisnya, langkah lanjutan yang harus dilakukan adalah mencari tahu penyebab stunting tersebut, apakah karena malnutrisi kronis, infeksi kronis, atau faktor penyebab lain," paparnya dalam webinar kesehatan, kemarin (29/6).
Nah, kalau sudah diketahui penyebabnya, tugas selanjutnya adalah memperbaiki. Artinya, misal si anak stunting karena malnutrisi akibat si anak muntah-muntah terus, maka kondisi itu yang diperbaiki.
"Atau stunting karena masalah paru-paru, maka paru-parunya diobati selagi orangtuanya membenahi pemenuhan gizi yang tertinggal," kata Prof. Hartono.
Karena hal ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Hasto Wardoyo mengimbau agar tidak cepat menduga atau bahkan mendiagnosis sendiri si anak stunting karena punya tubuh yang pendek.
"Anak pendek bukan berarti stunting, sedangkan anak stunting sudah pasti pendek. Seperti yang dijelaskan Prof. Hartono, perlu pemeriksaan mendalam untuk tahu apakah si anak stunting atau tidak," terangnya.
Di sisi lain, jika memang orangtua memiliki anak stunting, kata Hasto, Anda jangan kemudian berkecil hati, karena si anak tetap bisa memiliki masa depan yang baik. Lagi pula, jika anak tubuhnya kecil, Anda harus percaya bahwa dia tetap memiliki kemampuan lain yang tetap harus diasah dan menjadi kekuatannya.
"Stunting itu bukan akhir dari segalanya. Jika pada 1.000 hari kelahiran gizinya tertinggal, maka orangtua masih tetap bisa mengejarnya walau levelnya berbeda dengan anak yang sehat. Kemampuan lainnya pun masih bisa distimulus," paparnya.
"Anak stunting tetap punya talenta yang bagus, misalnya suaranya bagus, maka orangtua bisa mengasahnya sebagai kekuatan si anak. Artinya, jangan ada lagi stigma terhadap anak stunting di tengah masyarakat," tegas Hasto.
Lihat Juga: Indonesia-Jepang Perkuat Transformasi Digital untuk Atasi Stunting dan Pelayanan Kesehatan Ibu-Anak
(tsa)