Mengenal Indra Rudiansyah, Mahasiswa Oxford Asal Indonesia yang Ikut Kembangkan Vaksin AstraZaneca
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meskipun hak paten vaksin Covid-19 AstraZeneca resmi milik Prof Sarah Gilbert, namun dibalik suksesnya vaksin itu adalah seorang warga negara Indonesia yang terlibat dalam pembuatan vaksin itu.
Adalah Indra Rudiansyah (28), seorang mahasiswa Oxford yang ikut melakukan pengembangan terhadapa vaksin yang kini telah resmi di suntikan di Indonesia.
Indra sendiri merupakan mahasiswa S3 yang kini telah menempuh studinya di kampus ternama di Inggris itu. Ia menjadi tim peneliti saat Sarah mengembangkan vaksin itu beberapa bulan lalu.
Dilansir dari hotcourses.co.id saat pengembangan uji riset Vaksin AstraZeneca tahap 3, Indra mengungkapkan tak bermimpi menjadi seorang peneliti di dunia medis. Cita citanya hanya ingin menjadi insinyur perminyakan, namun sayang saat memilih jurusan S1 di tahun 2009 ia tak bisa masuk.
Baca Juga : Benarkah Vaksin Covid-19 Dapat Picu Timbulnya ADE?
Akhirnya ia masuk ke pilihan kedua, jurusan mikrobiologi Intitut Teknologi Bandung (ITB). Meski demikian ia bersyukur, terlebih bidang ilmu hayati telah diminatinya sejak SMA lalu.
“Ketika kuliah S1, saya berharap dapat mendalami studi mikrobiologi lingkungan serta hubungannya dengan energi atau remediasi lingkungan,” kata Indra.
Meski demikian pada tugas akhirnya kuliahnya, ia kemudiana meneliti dan membahas gas metana dalam lapisan batu bara (coal bed methane) yang memanfaatkan mikroba untuk mengonversikan batu bara lignit menjadi gas metana.
Lulus dari jurusan itu, Indra kemudian mengembangkan dan melanjutkan di jalur serupa dan melanjutkan program S2 fast track (satu tahun) jurusan Bioteknologi di ITB. Ia berfokus di bidang microbial enhanced oil recovery (MEOR) untuk meneliti peningkatan perolehan minyak dengan mikroba, yang merupakan proyek kerja sama antara tim MEOR ITB dengan Pertamina.
Sekalipun bisa dibilang dirinya masih berfokus di sektor energi, namun Indra mulai mengembangkan ketertarikannya pada sektor terapan mikrobiologi dalam dunia medis, terutama terkait ilmu bioteknologi untuk pengembangan vaksin.
Indra akhirnya mencoba merealisasikan keinginannya untuk berkecimpung di sektor tersebut saat mencari pekerjaan. Ia berhasil diterima di perusahaan vaksin Bio Farma, di mana ia mengembangkan karirnya sebagai Product Development Specialist selama 4 tahun (2014-2018).
Di perusahaan inilah, Indra pertama kali mendapatkan pengalaman bekerja dengan virus. Ia terlibat dalam riset dan pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio. Dari situlah dirinya terinsipirasi dan melanjutkan studi doktoral di bidang yang sama.
“Walaupun telah mendapatkan keterampilan kerja di lab, saya masih merasa perlu menggali pengetahuan yang lebih dalam,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia memberanikan diri mendaftar program PhD dan mendapatkan beasiswa LPDP dari Kementrian Keuangan dan melanjutkan studinya di kampus tertua di dunia itu.
Dikutip dari Antara, saat menyelesaikan studinya, ia juga terlibat dalam penelitian dan bergabung dengan tim Jenner Institute Uni of Oxford yang membantu uji klinis Vaksin COVID-19 yang tengah berlangsung di Universitas tertua di dunia.
Baca Juga : Duh! Setahun Lebih Pandemi, Masih Ada Masyarakat yang Tak Tahu Soal Covid-19
“Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin COVID-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya,” ujar Indra Rudiansyah yang menempuh pendidikan D.Phil in Clinical Medicine, Jenner Institute, University of Oxford.
Sebelum disebarluaskan masyarakat dunia, uji coba vaksin Covid-19 dilakukan di Pusat Vaksin Oxford dilaksanakan Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group. Tim yang dipimpin oleh Prof. Sarah Gilbert, Prof. Andrew Pollard, Prof. Teresa Lambe, Dr Sandy Douglas, Prof. Catherine Green dan Prof. Adrian Hill mengembangkan vaksin ini sejak 20 Januari lalu.
Menurut anak ke dua dari tiga bersaudara itu, penelitian utama untuk thesisnya adalah vaksin malaria, namun keikutsertaannya dalam tim ini merupakan real case dari penelitian vaksin untuk menyelamatnya banyak nyawa orang.
Dalam wawancaranya, ia kemudian ikut meneliti uji klinis dengan menguji antibody response dari para volunteer yang sudah divaksinasi.
“Tentunya saya sangat bangga akan hal ini karena dapat berkontribusi secara nyata untuk menghadapi pandemi ini,” ujar Indra sembari mengatakan uji klinisnya sebenarnya merupakan vaksin malaria.
Baca Juga : Benarkah Konsumsi Vitamin D Berlebih Sebabkan Gangguan Ginjal dan Imunitas? Ini Faktanya
Termasuk ketika kampusnya diliburkan karena pandemi Covid-19 awal tahun ini, beberapa kolega yang bekerja untuk mengembangkan vaksin untuk emerging pathogen itu mulai mendesain vaksin ini. Kemudian kita outbreak mengalami eskalasi menjadi pandemi, semua aktivitas di kampus di tutup kecuali untuk bidang yang terkait dengan covid 19/sars cov 2.
Pada saat yang sama project leader menawarkan bagi siapa saja yang bekerja dengan non-covid jika ingin bergabung akan diperbolehkan. Dari situ Indra bergabung dengan tim untuk membantu uji klinis.
Ia pun mengakui tidak ada duka dalam keterlibatannya di tim. Bahkan dirinya mengakui tertantangan dalam bekerja dengan tim ini. Kini nama Indra menjadi salah satu vaksin AstraZeneca yang kini tengah disuntikan tahap pertama di Indonesia. Vaksin ini pun sangat murah setelah Sarah Gilbert mengratiskan hak patennya.
Adalah Indra Rudiansyah (28), seorang mahasiswa Oxford yang ikut melakukan pengembangan terhadapa vaksin yang kini telah resmi di suntikan di Indonesia.
Indra sendiri merupakan mahasiswa S3 yang kini telah menempuh studinya di kampus ternama di Inggris itu. Ia menjadi tim peneliti saat Sarah mengembangkan vaksin itu beberapa bulan lalu.
Dilansir dari hotcourses.co.id saat pengembangan uji riset Vaksin AstraZeneca tahap 3, Indra mengungkapkan tak bermimpi menjadi seorang peneliti di dunia medis. Cita citanya hanya ingin menjadi insinyur perminyakan, namun sayang saat memilih jurusan S1 di tahun 2009 ia tak bisa masuk.
Baca Juga : Benarkah Vaksin Covid-19 Dapat Picu Timbulnya ADE?
Akhirnya ia masuk ke pilihan kedua, jurusan mikrobiologi Intitut Teknologi Bandung (ITB). Meski demikian ia bersyukur, terlebih bidang ilmu hayati telah diminatinya sejak SMA lalu.
“Ketika kuliah S1, saya berharap dapat mendalami studi mikrobiologi lingkungan serta hubungannya dengan energi atau remediasi lingkungan,” kata Indra.
Meski demikian pada tugas akhirnya kuliahnya, ia kemudiana meneliti dan membahas gas metana dalam lapisan batu bara (coal bed methane) yang memanfaatkan mikroba untuk mengonversikan batu bara lignit menjadi gas metana.
Lulus dari jurusan itu, Indra kemudian mengembangkan dan melanjutkan di jalur serupa dan melanjutkan program S2 fast track (satu tahun) jurusan Bioteknologi di ITB. Ia berfokus di bidang microbial enhanced oil recovery (MEOR) untuk meneliti peningkatan perolehan minyak dengan mikroba, yang merupakan proyek kerja sama antara tim MEOR ITB dengan Pertamina.
Sekalipun bisa dibilang dirinya masih berfokus di sektor energi, namun Indra mulai mengembangkan ketertarikannya pada sektor terapan mikrobiologi dalam dunia medis, terutama terkait ilmu bioteknologi untuk pengembangan vaksin.
Indra akhirnya mencoba merealisasikan keinginannya untuk berkecimpung di sektor tersebut saat mencari pekerjaan. Ia berhasil diterima di perusahaan vaksin Bio Farma, di mana ia mengembangkan karirnya sebagai Product Development Specialist selama 4 tahun (2014-2018).
Di perusahaan inilah, Indra pertama kali mendapatkan pengalaman bekerja dengan virus. Ia terlibat dalam riset dan pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio. Dari situlah dirinya terinsipirasi dan melanjutkan studi doktoral di bidang yang sama.
“Walaupun telah mendapatkan keterampilan kerja di lab, saya masih merasa perlu menggali pengetahuan yang lebih dalam,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia memberanikan diri mendaftar program PhD dan mendapatkan beasiswa LPDP dari Kementrian Keuangan dan melanjutkan studinya di kampus tertua di dunia itu.
Dikutip dari Antara, saat menyelesaikan studinya, ia juga terlibat dalam penelitian dan bergabung dengan tim Jenner Institute Uni of Oxford yang membantu uji klinis Vaksin COVID-19 yang tengah berlangsung di Universitas tertua di dunia.
Baca Juga : Duh! Setahun Lebih Pandemi, Masih Ada Masyarakat yang Tak Tahu Soal Covid-19
“Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin COVID-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya,” ujar Indra Rudiansyah yang menempuh pendidikan D.Phil in Clinical Medicine, Jenner Institute, University of Oxford.
Sebelum disebarluaskan masyarakat dunia, uji coba vaksin Covid-19 dilakukan di Pusat Vaksin Oxford dilaksanakan Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group. Tim yang dipimpin oleh Prof. Sarah Gilbert, Prof. Andrew Pollard, Prof. Teresa Lambe, Dr Sandy Douglas, Prof. Catherine Green dan Prof. Adrian Hill mengembangkan vaksin ini sejak 20 Januari lalu.
Menurut anak ke dua dari tiga bersaudara itu, penelitian utama untuk thesisnya adalah vaksin malaria, namun keikutsertaannya dalam tim ini merupakan real case dari penelitian vaksin untuk menyelamatnya banyak nyawa orang.
Dalam wawancaranya, ia kemudian ikut meneliti uji klinis dengan menguji antibody response dari para volunteer yang sudah divaksinasi.
“Tentunya saya sangat bangga akan hal ini karena dapat berkontribusi secara nyata untuk menghadapi pandemi ini,” ujar Indra sembari mengatakan uji klinisnya sebenarnya merupakan vaksin malaria.
Baca Juga : Benarkah Konsumsi Vitamin D Berlebih Sebabkan Gangguan Ginjal dan Imunitas? Ini Faktanya
Termasuk ketika kampusnya diliburkan karena pandemi Covid-19 awal tahun ini, beberapa kolega yang bekerja untuk mengembangkan vaksin untuk emerging pathogen itu mulai mendesain vaksin ini. Kemudian kita outbreak mengalami eskalasi menjadi pandemi, semua aktivitas di kampus di tutup kecuali untuk bidang yang terkait dengan covid 19/sars cov 2.
Pada saat yang sama project leader menawarkan bagi siapa saja yang bekerja dengan non-covid jika ingin bergabung akan diperbolehkan. Dari situ Indra bergabung dengan tim untuk membantu uji klinis.
Ia pun mengakui tidak ada duka dalam keterlibatannya di tim. Bahkan dirinya mengakui tertantangan dalam bekerja dengan tim ini. Kini nama Indra menjadi salah satu vaksin AstraZeneca yang kini tengah disuntikan tahap pertama di Indonesia. Vaksin ini pun sangat murah setelah Sarah Gilbert mengratiskan hak patennya.
(wur)