Optimalkan Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak melalui Pemantauan di Buku KIA

Jum'at, 30 Juli 2021 - 03:30 WIB
loading...
Optimalkan Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak melalui Pemantauan di Buku KIA
Para narasumber dalam webinar Pentingnya Buku KIA untuk Orangtua Pantau Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak di Masa Pandemi yang digelar Kamis (29/7). Foto/YouTube
A A A
JAKARTA - Sebanyak 75,2% ibu hamil dan 65,9% balita telah memiliki Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA). Namun sayang, dari jumlah tersebut belum semua memanfaatkan buku ini untuk mendukung tumbuh kembang si kecil secara optimal.

Buku KIA dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Keluarga, Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, sebagai media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi ibu hamil dan balita guna memantau pertumbuhan serta perkembangan anak secara rutin. Dalam buku ini tercantum catatan seputar perkembangan anak sesuai usianya, termasuk panduan untuk memenuhi hak anak memperoleh nutrisi dan akses kesehatan.



Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat, sebanyak 75,2% ibu hamil dan 65,9% balita (0-59 bulan) sudah memiliki Buku KIA. Walau demikian, pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.

Hal itu diakui oleh Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan drg. Kartini Rustandi, M.Kes. "Kami melihat ternyata pemanfaatan Buku KIA di masyarakat hingga saat ini masih belum sesuai harapan," kata drg. Kartini dalam webinar bertema 'Pentingnya Buku KIA untuk Orangtua Pantau Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak di Masa Pandemi' yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan bersama PT Tirta Investama pada Kamis (29/7).

Maka itu, memanfaatkan momentum Hari Anak Nasional 2021, pemerintah ingin kembali menggaungkan pentingnya melakukan pencatatan kesehatan ibu dan anak melalui Buku KIA. Terlebih di masa pandemi COVID-19, di mana akses ke layanan kesehatan agak dibatasi.

"Pandemi membuat akses terhadap layanan kesehatan seperti Puskesmas atau klinik, rumah bersalin, klinik kesehatan keliling, dan pusat pengobatan tradisional kurang memadai. Untuk itulah, kami melakukan kerja sama dengan berbagai pihak agar edukasi pemanfaatan Buku KIA sesuai sasaran, sehingga orangtua dapat memantau perkembangan anak balita dengan baik,” papar drg. Kartini.

Situasi Indonesia sendiri belum sepenuhnya lepas dari masalah kekurangan gizi anak, khususnya balita. Hal itu tercermin dari prevalensi stunting yang masih sebesar 27,7% hingga 2019, meskipun telah turun dari 30,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut mengindikasikan masih ada 3 dari 10 balita menderita stunting. Jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni maksimal 20% dari jumlah total balita dalam satu negara.

“Di masa pandemi pelayanan gizi dan kesehatan lebih diprioritaskan pada kelompok balita dan ibu hamil serta menyusui yang berisiko. Pada sasaran berisiko, dilakukan lewat janji temu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Pemantauan pertumbuhan di Posyandu menyesuaikan dengan kebijakan setempat. Jika Posyandu tidak buka, orangtua dianjurkan untuk melakukan pemantauan secara mandiri dengan Buku KIA," papar drg. Kartini.



Koordinator Poksi Kesehatan Balita dan Anak Usia Prasekolah, Direktorat Kesehatan Keluarga, dr. Ni Made Diah, P.L.D, MKM menambahkan, Buku KIA yang pertama kali diterbitkan pada 1994 dan ditetapkan sebagai kebijakan nasional sejak 2004 sudah mengangkat nama Indonesia di dunia internasional. Sebab, negara ini bisa dikatakan pencetus hadirnya buku yang mengompilasikan catatan kesehatan ibu dan anak.

"Walaupun hanya sebuah buku, tapi Buku KIA bisa meningkatkan peran Indonesia di dunia internasinal. Pada 2007, kita dipercaya menjadi tuan rumah untuk pengembangan buku ini di 15 negara. Mereka secara rutin mengirimkan perwakilan ke Indonesia untuk menerapkan buku KIA," ujar dr. Diah.

Lalu pada 2019, berkat Buku KIA juga, Indonesia didapuk untuk menyelenggarakan site event di Jenewa, Swiss, yang diikuti oleh 29 negara. Indonesia menjadi narasumber dalam event ini untuk memberikan guideline tentang pencatatan kesehatan di Buku KIA.

Sejak ditetapkan menjadi kebijakan nasional, Buku KIA secara bertahap dipenuhi penyediaannya oleh Kementerian Kesehatan bagi ibu hamil di seluruh Indonesia.

"Buku ini didistribusikan dari kabupaten/kota ke Puskesman. Tiap lima tahun buku direvisi dan terakhir revisi dilakukan pada 2020, itu revisi yang ketika. Buku revisi terbaru ini cover-nya bolak-balik. Ada bagian cover ibu dan cover anak untuk memudahkan pemantauan. Bahkan saat ini Buku KIA sudah ada aplikasinya yang bisa diunduh di Play Store," papar dr. Diah.

“Agar kapasitas keluarga dalam memonitor perkembangan kesehatan ibu dan anak secara mandiri dapat berlangsung optimal, perlu penguatan edukasi untuk mendukung pemanfaatan Buku KIA, terutama dalam kelengkapan pengisiannya oleh orangtua selama masa pandemi agar kesehatan dan tumbuh kembang anak tetap terpantau. Setiap informasi tentang kesehatan dan catatan khusus adanya kelainan pada ibu serta anak harus dicatat di dalam Buku KIA. Apabila mengalami kesulitan, orangtua bisa berkonsultasi kepada tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, didahului telekonsultasi sebelum janji temu," lanjutnya.



Untuk memperluas dampak edukasi ini, Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan dan PT Tirta Investama mengajak keterlibatan berbagai pihak untuk turut mengedukasi para orangtua agar dapat memahami isi Buku KIA, lalu memanfaatkannya untuk pemantauan tumbuh kembang anak serta memastikan kelengkapan layanan kesehatan yang didapatkan oleh ibu dan anak.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1470 seconds (0.1#10.140)