Atasi Badai Sitokin dengan Metode Sel Punca, Begini Cara Kerjanya!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto mengakui menerima imun booster beberapa waktu lalu. Tambahan imun ini bukan penyuntikan vaksin ketiga melainkan booster sel punca atau messenchymal secretome stem cell (msc).Melansir dari sejumlah media, Kepala RSAU dr. Esnawan Antariksa, Kolonel Kes Dr. Mukti Arja Berlian, SpPD menjelaskan bila sel punca adalah induk dari semua sel yang ada di tubuh manusia.
Sel ini mampu membentu diferensiasi atau perbedaan lebih dari 200 sel lain di dalam tubuh. Dalam kerjanya, sel ini bertugas memperbaiki jaringan yang terluka atau menggantikan sel lain yang mati.dr Mukti menyakini sel ini bermanfaat menghentikan badai sitokin yang bisa membuat kondisi orang yang terpapar Covid-19 lemah seketika, mencegah fibrosis, dan meningkatkan fungsi paru-paru.
"Sel punca mesenkimal memiliki sifat regeneratif, immunoregulator (mengatur sistem imun) dapat dengan mudah diisolasi dan atau diperbanyak secara in vitro," jelasnya beberapa waktu lalu.Karena itu, dirinya memastikan booster imun yang digunakan Panglima TNI bukanlah vaksin Covid-19 seperti Sinovac, Sinopharm, Pfizer, AstraZeneca, atau Moderna.
Mengutip dari laman situ FKUI, sel punca sendiri tak hanya dilakukan pada pasien Covid-19, melainkan beberapa penyakit lainnya salah satunya kanker serviks.Sedangkan pada Covid-19, usai BPOM menyetujui Laboratorium Sel Punca, UI melalui Fakultas Kedokterannya telah meneliti manfaat sel punca . Hasilnya sejauh ini mereka menyakini sel punca bagian dari pengobatan untuk pasien Covid-19 yang kritis.
Baca Juga : Bahaya Badai Sitokin Bisa Sebabkan Peradangan hingga Kematian
Dalam situsnya, penelitian dilakukan pada 40 pasien Covid-19 dengan kategori kritis di empat rumah sakit yakni Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUI. Mendapati terapi sel punca dalam meningkatkan keberlangsungan hidup pasien.
"Hasil penelitian kami diketahui bahwa pasien Covid-19 kategori kritis yang mendapatkan terapi SPM (sel punca mesenkimal) memiliki 2,5 kali lipat tingkat keberlangsungan hidupnya atau survival rate-nya," jelas Ketua Stem Cell and Tissue Enginering Cluster Indonesian Medical Education and Research Institute Fakultas Kedokteran (IMERI) FKUI, dr Ismail Hadisoebroto Dilogo, lewat pernyataannya di situs tersebut.
dr Ismail menjelaskan sel punca non-hematopoietik merupakan kumpulan sel yang berasal dari beberapa jaringan dewasa seperti sumsum tulang, jaringan adiposa, pulpa gigi, hingga membran amnion."Sel punca yang digunakan juga ada dari plasenta, dan cairan ketuban," ucapnya.
Sementara terhadap pasien Covid-19 yang mengalami badai sitikon, alias peningkatan kadar sitokin inflamasi. Tak jarang pasien mengalami terjadinya radang paru-paru. Karena itu diperlukan perbaikan jaringan.Salah satunya melakukan terapi menjawab solusi masalah ini. Ia pun menjamin penggunaan metode SPM tidak akan memberikan efek samping buruk bagi tubuh jika berasal dari stem asli.
"Penerapan SPM tidak memiliki efek samping sama sekali dan menjadi harapan baru bagi pasien Covid-19, terutama yang memiliki penyakit penyerta," terangnya.Selain itu, SPM memiliki kemampuan melakukan regenerasi dan transdiferensiasi atau pembaruan sel, berperan sebagai imunoregulator yang digunakan untuk booster, hingga dapat melakukan penyesuaian sel.
"Kemudian, mensekresi faktor pertumbuhan sitokin, sehingga lebih cepat dalam menghambat badai sitokin, dan mampu melakukan komunikasi sel. Hal yang menarik adalah sel punca memiliki efek parakrin yang bisa merangsang sel punca endogennya untuk berkembang,” tuturnya.Saat disuntikkan ke dalam tubuh, lanjutnya, SPM melepaskan sekretom, yang terdiri atas lipid, protein, asam nukleat bebas, dan kendaraan ekstraseluler. Sehingga mampu memberikan keberlangsungan hidup.
Meski demikian, sel punca bukan tanpa kekurangan. Di samping khasiatnya yang bisa meningkatkan imun dan membantu proses penyembuhan, penyimpanan sel punca sangat sensitif. Selain memerlukan pendingin khusus bernitrogen dalam penyimpananannya. Sel punca tak bisa selalu siap untuk digunakan dalam jumlah banyak, serta dalam kondisi darurat.
"Waktu dan biaya untuk ekspansi dan pemeliharaan lebih mahal dan memerlukan skrining ketat untuk menghindari reaksi alergi dan tumorogenesis," imbuh dokter.Hingga berita ditulis, dr Ismail mengatakan pihak FKUI sedang mengurus izin terapi SPM pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Ia mengharapkan, ke depan sel punca bisa menjadi bagian penting dalam proses pencegahan risiko penularan dan kematian, sekaligus pengobatan Covid-19.
Senada, Dekan Fakultas Kedokter Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial S menjelaskan saat ini belum ada sel punca yang mendapat rekomendasi oleh BPOM untuk pengobatan Covid-19 atau digunakan sebagai booster Covid-19.
Baca Juga : Ini Alasan Perokok Rentan Terkena Badai Sitokin
Karena itu penggunaannya masih terbatas dan hanya untuk kepentingan uji klinis, serta kebutuhan terkait pelayanan yang berbasis riset kedokteran semata, termasuk digunakan di empat rumah sakit di Jakarta."Metode yang digunakan dalam uji klinisnya adalah suntik, seperti vaksinasi," tutur Ari kepada wartawan.
Ari memaparakan, saat disuntik ke tubuh, sel punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritik yang menyebabkan terjadinya pergeseran sel radang menjadi non-radang. Artinya, sel punca memang memiliki bakat untuk memperbaiki sel yang rusak di dalam tubuh serta memperkuat kondisinya.
"Pada prinsipnya, pemberian sel punca dapat menyeimbangkan proses peradangan yang terjadi pada kondisi distress respiratory syndrome akut, yang ditandai dengan peradangan paru yang luas, pembengkakan paru, dan pembentukan membran hyalin," tutupnya.
Lihat Juga: Kemenkes Pastikan Varian Covid-19 KP yang Menyerang Singapura Belum Ditemukan di Indonesia
Sel ini mampu membentu diferensiasi atau perbedaan lebih dari 200 sel lain di dalam tubuh. Dalam kerjanya, sel ini bertugas memperbaiki jaringan yang terluka atau menggantikan sel lain yang mati.dr Mukti menyakini sel ini bermanfaat menghentikan badai sitokin yang bisa membuat kondisi orang yang terpapar Covid-19 lemah seketika, mencegah fibrosis, dan meningkatkan fungsi paru-paru.
"Sel punca mesenkimal memiliki sifat regeneratif, immunoregulator (mengatur sistem imun) dapat dengan mudah diisolasi dan atau diperbanyak secara in vitro," jelasnya beberapa waktu lalu.Karena itu, dirinya memastikan booster imun yang digunakan Panglima TNI bukanlah vaksin Covid-19 seperti Sinovac, Sinopharm, Pfizer, AstraZeneca, atau Moderna.
Mengutip dari laman situ FKUI, sel punca sendiri tak hanya dilakukan pada pasien Covid-19, melainkan beberapa penyakit lainnya salah satunya kanker serviks.Sedangkan pada Covid-19, usai BPOM menyetujui Laboratorium Sel Punca, UI melalui Fakultas Kedokterannya telah meneliti manfaat sel punca . Hasilnya sejauh ini mereka menyakini sel punca bagian dari pengobatan untuk pasien Covid-19 yang kritis.
Baca Juga : Bahaya Badai Sitokin Bisa Sebabkan Peradangan hingga Kematian
Dalam situsnya, penelitian dilakukan pada 40 pasien Covid-19 dengan kategori kritis di empat rumah sakit yakni Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUI. Mendapati terapi sel punca dalam meningkatkan keberlangsungan hidup pasien.
"Hasil penelitian kami diketahui bahwa pasien Covid-19 kategori kritis yang mendapatkan terapi SPM (sel punca mesenkimal) memiliki 2,5 kali lipat tingkat keberlangsungan hidupnya atau survival rate-nya," jelas Ketua Stem Cell and Tissue Enginering Cluster Indonesian Medical Education and Research Institute Fakultas Kedokteran (IMERI) FKUI, dr Ismail Hadisoebroto Dilogo, lewat pernyataannya di situs tersebut.
dr Ismail menjelaskan sel punca non-hematopoietik merupakan kumpulan sel yang berasal dari beberapa jaringan dewasa seperti sumsum tulang, jaringan adiposa, pulpa gigi, hingga membran amnion."Sel punca yang digunakan juga ada dari plasenta, dan cairan ketuban," ucapnya.
Sementara terhadap pasien Covid-19 yang mengalami badai sitikon, alias peningkatan kadar sitokin inflamasi. Tak jarang pasien mengalami terjadinya radang paru-paru. Karena itu diperlukan perbaikan jaringan.Salah satunya melakukan terapi menjawab solusi masalah ini. Ia pun menjamin penggunaan metode SPM tidak akan memberikan efek samping buruk bagi tubuh jika berasal dari stem asli.
"Penerapan SPM tidak memiliki efek samping sama sekali dan menjadi harapan baru bagi pasien Covid-19, terutama yang memiliki penyakit penyerta," terangnya.Selain itu, SPM memiliki kemampuan melakukan regenerasi dan transdiferensiasi atau pembaruan sel, berperan sebagai imunoregulator yang digunakan untuk booster, hingga dapat melakukan penyesuaian sel.
"Kemudian, mensekresi faktor pertumbuhan sitokin, sehingga lebih cepat dalam menghambat badai sitokin, dan mampu melakukan komunikasi sel. Hal yang menarik adalah sel punca memiliki efek parakrin yang bisa merangsang sel punca endogennya untuk berkembang,” tuturnya.Saat disuntikkan ke dalam tubuh, lanjutnya, SPM melepaskan sekretom, yang terdiri atas lipid, protein, asam nukleat bebas, dan kendaraan ekstraseluler. Sehingga mampu memberikan keberlangsungan hidup.
Meski demikian, sel punca bukan tanpa kekurangan. Di samping khasiatnya yang bisa meningkatkan imun dan membantu proses penyembuhan, penyimpanan sel punca sangat sensitif. Selain memerlukan pendingin khusus bernitrogen dalam penyimpananannya. Sel punca tak bisa selalu siap untuk digunakan dalam jumlah banyak, serta dalam kondisi darurat.
"Waktu dan biaya untuk ekspansi dan pemeliharaan lebih mahal dan memerlukan skrining ketat untuk menghindari reaksi alergi dan tumorogenesis," imbuh dokter.Hingga berita ditulis, dr Ismail mengatakan pihak FKUI sedang mengurus izin terapi SPM pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Ia mengharapkan, ke depan sel punca bisa menjadi bagian penting dalam proses pencegahan risiko penularan dan kematian, sekaligus pengobatan Covid-19.
Senada, Dekan Fakultas Kedokter Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial S menjelaskan saat ini belum ada sel punca yang mendapat rekomendasi oleh BPOM untuk pengobatan Covid-19 atau digunakan sebagai booster Covid-19.
Baca Juga : Ini Alasan Perokok Rentan Terkena Badai Sitokin
Karena itu penggunaannya masih terbatas dan hanya untuk kepentingan uji klinis, serta kebutuhan terkait pelayanan yang berbasis riset kedokteran semata, termasuk digunakan di empat rumah sakit di Jakarta."Metode yang digunakan dalam uji klinisnya adalah suntik, seperti vaksinasi," tutur Ari kepada wartawan.
Ari memaparakan, saat disuntik ke tubuh, sel punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritik yang menyebabkan terjadinya pergeseran sel radang menjadi non-radang. Artinya, sel punca memang memiliki bakat untuk memperbaiki sel yang rusak di dalam tubuh serta memperkuat kondisinya.
"Pada prinsipnya, pemberian sel punca dapat menyeimbangkan proses peradangan yang terjadi pada kondisi distress respiratory syndrome akut, yang ditandai dengan peradangan paru yang luas, pembengkakan paru, dan pembentukan membran hyalin," tutupnya.
Lihat Juga: Kemenkes Pastikan Varian Covid-19 KP yang Menyerang Singapura Belum Ditemukan di Indonesia
(wur)