Pemberian Booster Vaksin Covid-19 di Indonesia Dimulai Januari 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa pemerintah berencana untuk memberikan vaksinasi booster bagi masyarakat Indonesia. Namun, vaksinasi booster tersebut baru akan diberikan apabila 50 persen penduduk Indonesia sudah menerima vaksin dosis lengkap (dua kali suntikan).
Saat ini, pemerintah telah berbicara dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan melihat perbandingan dengan negara-negara lain di dunia yang telah memberikan vaksin booster Covid-19.
Isu Ketidakadilan Vaksin Booster Sangat Tinggi di Dunia
Dalam rapat kerja bersama komisi IX DPR, Senin, 8 November 2021, Menkes Budi menjelaskan bahwa isu ketidakadilan mengenai vaksin booster Covid-19 sangat tinggi di dunia dan sensitif. Sebab saat ini masih ada beberapa negara yang masyarakatnya belum menerima vaksin Covid-19.
Baca juga: Menkes Sebut Kenaikan Kasus Covid-19 di 155 Kabupaten dan Kota Masih Terkontrol
"Banyak yang bilang penduduk Afrika banyak yang belum dapat vaksinasi Covid-19 sementara negara maju sudah diberikan booster. Sehingga isu ketidakadilan sangat tinggi sekali di kalangan dunia terkait dengan vaksinasi Covid-19," kata Menkes Budi.
Alhasil agar bisa menjaga dinamika vaksinasi, Menkes Budi menegaskan bahwa semua negara yang akan memulai vaksinasi booster maka dilakukan setelah 50 persen penduduknya disuntik dua kali vaksinasi (vaksin lengkap).
Dia memperkirakan kondisi tersebut dapat dicapai Indonesia pada Desember 2021, sehingga vaksinasi booster direncanakan dapat dimulai pada Januari 2022.
Menkes menambahkan bahwa saat ini semua negara yang memulai vaksinasi booster, dilakukan sesudah 50 persen pendudukanya divaksin sebanyak dua kali. Terlebih saat ini Indonesia banyak memperoleh sumbangan vaksin dari banyak negara di dunia, sehingga dinamika vaksin harus tetap terjaga. Sebab kalau terlalu cepat memberikan booster, nantinya Indonesia akan dilihat sebagai negara yang tidak memperlihatkan itikad baik untuk attitude dari vaksin.
"Ada banyak juga rakyat kita belum dapat vaksin. Hitung-hitungan kami pada akhir Desember 2021, mungkin 59 persen penduduk bisa dicapai untuk vaksin dua kali sementara 80 persen sudah dapat vaksin pertama. Jadi kondisi tersebut adalah saat yang lebih proper dan tepat untuk memberikan vaksin booster ke depannya," tambahnya.
Prioritas Vaksin Booster untuk Lansia dan PBI
Poin penting lainnya yang disampaikan Menkes Budi dalam rapat kerja tersebut adalah prioritas vaksin booster Covid-19 yang difokuskan untuk lanjut usia (lansia) dan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Nantinya vaksin booster ini akan diberikan satu kali (satu suntikan) karena setelah dianalisis kenaikan titer antibodinya sudah sangat tinggi sekali sehingga tidak perlu dua kali suntikan.
"Rencana ke depannya yang sudah dibicarakan dengan Presiden Jokowi bahwa prioritas vaksin booster adalah lansia terlebih dahulu karena lansia berisiko tinggi, dan vaksin booster yang ditanggung oleh negara lainnya adalah yang PBI," lanjutnya.
Menkes Budi menyampaikan bahwa tidak semua vaksin booster Covid-19 diberikan kepada masyarakat. Sebab pemerintah menetapkan beberapa golongan masyarakat tertentu untuk membayar secara mandiri agar dapat divaksinasi booster, salah satunya adalah anggota pemerintahan seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Jadi mohon maaf anggota DPR yang penghasilannya cukup, diharapkan untuk bayar sendiri (vaksinasi booster Covid-19) dan nanti itu akan dibuka untuk pilih sendiri vaksinnya mau yang mana," imbuhnya.
Metode Pemberian Vaksin Booster
Hal terakhir yang disampaikan Menkes Budi terkait dengan vaksin booster Covid-19 adalah metode cara pemberiannya. Saat ini pemerintah sedang melakukan uji klinis dengan teman-teman dari perguruan tinggi terkait dengan kebijakan vaksin booster.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi vaksin booster yang akan diberikan kepada masyarakat. Penelitian tersebut menilai apakah nantinya vaksin booster akan diberikan sama dengan vaksin sebelumnya (homologus) atau dikombinasikan dengan vaksin lain (heterologus). Menkes Budi berharap penelitian ini akan selesai pada akhir Desember 2021.
Sebagaimana diketahui setiap vaksin memiliki karakteristik dan sifat unik tersendiri. Oleh sebab itu saat ini vaksin sedang diteliti untuk mencari racikan mana yang paling efektif untuk digunakan sebagai vaksin booster Covid-19. Apakah Sinovac-Sinovac-Sinovac, atau Sinovac-Sinovac-AstraZeneca, dan lain sebagainya.
Baca juga: Benarkah Amoksilin Bisa Cepat Sembuhkan Covid-19? Ini Faktanya
"Sekarang sudah jalan dan sudah dibandingkan, mana yang akan memberikan efek paling bagus sehingga kebijakan yang dibuat bisa lebih baik karena berdasarkan bukti-bukti ilmiah," tutupnya.
Saat ini, pemerintah telah berbicara dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan melihat perbandingan dengan negara-negara lain di dunia yang telah memberikan vaksin booster Covid-19.
Isu Ketidakadilan Vaksin Booster Sangat Tinggi di Dunia
Dalam rapat kerja bersama komisi IX DPR, Senin, 8 November 2021, Menkes Budi menjelaskan bahwa isu ketidakadilan mengenai vaksin booster Covid-19 sangat tinggi di dunia dan sensitif. Sebab saat ini masih ada beberapa negara yang masyarakatnya belum menerima vaksin Covid-19.
Baca juga: Menkes Sebut Kenaikan Kasus Covid-19 di 155 Kabupaten dan Kota Masih Terkontrol
"Banyak yang bilang penduduk Afrika banyak yang belum dapat vaksinasi Covid-19 sementara negara maju sudah diberikan booster. Sehingga isu ketidakadilan sangat tinggi sekali di kalangan dunia terkait dengan vaksinasi Covid-19," kata Menkes Budi.
Alhasil agar bisa menjaga dinamika vaksinasi, Menkes Budi menegaskan bahwa semua negara yang akan memulai vaksinasi booster maka dilakukan setelah 50 persen penduduknya disuntik dua kali vaksinasi (vaksin lengkap).
Dia memperkirakan kondisi tersebut dapat dicapai Indonesia pada Desember 2021, sehingga vaksinasi booster direncanakan dapat dimulai pada Januari 2022.
Menkes menambahkan bahwa saat ini semua negara yang memulai vaksinasi booster, dilakukan sesudah 50 persen pendudukanya divaksin sebanyak dua kali. Terlebih saat ini Indonesia banyak memperoleh sumbangan vaksin dari banyak negara di dunia, sehingga dinamika vaksin harus tetap terjaga. Sebab kalau terlalu cepat memberikan booster, nantinya Indonesia akan dilihat sebagai negara yang tidak memperlihatkan itikad baik untuk attitude dari vaksin.
"Ada banyak juga rakyat kita belum dapat vaksin. Hitung-hitungan kami pada akhir Desember 2021, mungkin 59 persen penduduk bisa dicapai untuk vaksin dua kali sementara 80 persen sudah dapat vaksin pertama. Jadi kondisi tersebut adalah saat yang lebih proper dan tepat untuk memberikan vaksin booster ke depannya," tambahnya.
Prioritas Vaksin Booster untuk Lansia dan PBI
Poin penting lainnya yang disampaikan Menkes Budi dalam rapat kerja tersebut adalah prioritas vaksin booster Covid-19 yang difokuskan untuk lanjut usia (lansia) dan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Nantinya vaksin booster ini akan diberikan satu kali (satu suntikan) karena setelah dianalisis kenaikan titer antibodinya sudah sangat tinggi sekali sehingga tidak perlu dua kali suntikan.
"Rencana ke depannya yang sudah dibicarakan dengan Presiden Jokowi bahwa prioritas vaksin booster adalah lansia terlebih dahulu karena lansia berisiko tinggi, dan vaksin booster yang ditanggung oleh negara lainnya adalah yang PBI," lanjutnya.
Menkes Budi menyampaikan bahwa tidak semua vaksin booster Covid-19 diberikan kepada masyarakat. Sebab pemerintah menetapkan beberapa golongan masyarakat tertentu untuk membayar secara mandiri agar dapat divaksinasi booster, salah satunya adalah anggota pemerintahan seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Jadi mohon maaf anggota DPR yang penghasilannya cukup, diharapkan untuk bayar sendiri (vaksinasi booster Covid-19) dan nanti itu akan dibuka untuk pilih sendiri vaksinnya mau yang mana," imbuhnya.
Metode Pemberian Vaksin Booster
Hal terakhir yang disampaikan Menkes Budi terkait dengan vaksin booster Covid-19 adalah metode cara pemberiannya. Saat ini pemerintah sedang melakukan uji klinis dengan teman-teman dari perguruan tinggi terkait dengan kebijakan vaksin booster.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi vaksin booster yang akan diberikan kepada masyarakat. Penelitian tersebut menilai apakah nantinya vaksin booster akan diberikan sama dengan vaksin sebelumnya (homologus) atau dikombinasikan dengan vaksin lain (heterologus). Menkes Budi berharap penelitian ini akan selesai pada akhir Desember 2021.
Sebagaimana diketahui setiap vaksin memiliki karakteristik dan sifat unik tersendiri. Oleh sebab itu saat ini vaksin sedang diteliti untuk mencari racikan mana yang paling efektif untuk digunakan sebagai vaksin booster Covid-19. Apakah Sinovac-Sinovac-Sinovac, atau Sinovac-Sinovac-AstraZeneca, dan lain sebagainya.
Baca juga: Benarkah Amoksilin Bisa Cepat Sembuhkan Covid-19? Ini Faktanya
"Sekarang sudah jalan dan sudah dibandingkan, mana yang akan memberikan efek paling bagus sehingga kebijakan yang dibuat bisa lebih baik karena berdasarkan bukti-bukti ilmiah," tutupnya.
(nug)