Hari Toleransi Internasional, Saatnya Lakukan Aksi untuk Lawan Perundungan di Tempat Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perundungan masih sering terjadi di lingkungan tempat kerja. Perilaku yang disebut workplace bullying ini perlu disikapi serius agar tak terus dialami oleh para pekerja.
Menurut Psikolog Klinis Dewasa Pingkan Rumondor, workplace bullying adalah serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk mengintimidasi, menjatuhkan atau menyakiti orang lain di tempat kerja. Contohnya kekerasan fisik, verbal, pengucilan/pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lain-lain. Workplace bullying bisa dilakukan secara langsung maupun secara online (via telepon, cyberbullying).
Aksi workplace bullying dapat melibatkan tiga pihak. Pertama pelaku, yang kebanyakan menyerang titik lemah target agar mereka terlihat berkuasa sehingga menutupi rasa malu terhadap ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam dirinya. Kemudian ada target, yang secara sengaja dipermalukan sehingga dapat mengalami berbagai efek psikologis seperti kecemasan, gejala depresi, hingga gejala post-traumatic stress disorder yang berdampak pada terganggunya keseharian dan produktivitas. Ketiga adalah saksi.
"Tanpa pemahaman yang cukup mengenai cara menghadapi situasi workplace bullying, sering kali saksi mata hanya berdiam diri. Selain itu, semakin banyak orang yang menjadi saksi, ada kecenderungan saksi makin tidak tergerak menolong karena menunggu orang lain bergerak lebih dulu, atau disebut juga bystander effect. Padahal, saksi memiliki peranan yang krusial untuk mengintervensi perilaku tidak menyenangkan tersebut," papar Pingkan dalam webinar yang digelar PT Unilever Indonesia dalam rangka Hari Toleransi Internasional, Senin (15/11/2021).
Bertema Zero Tolerance for Workplace Bullying, webinar tersebut sekaligus mengawali kerja sama antara PT Unilever Indonesia dan komunitas anti-bullying Sudah Dong dalam menyusun panduan mengenai workplace bullying yang diharapkan bermanfaat bagi masyarakat.
Head of Communications PT Unilever Indonesia Kristy Nelwan mengatakan, Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 November menjadi momentum untuk mengajak warga dunia membangun toleransi antarbudaya dan masyarakat.
"Semua pihak memiliki peran dan tanggung jawab dalam menciptakan dunia yang lebih toleran, termasuk dunia bisnis. Kami percaya bahwa bisnis hanya dapat berkembang di tengah masyarakat di mana hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi dan dikedepankan,” kata Kristy pada kesempatan yang sama.
Berpegang pada kode etik bernama Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT), Unilever Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa semua karyawan bekerja di lingkungan yang mempromosikan keberagaman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara, tanpa diskriminasi. Untuk itu, Perusahaan menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekali pun.
Guna merangkul semakin banyak organisasi untuk memiliki sistem, struktur dan kepemimpinan yang berpihak pada anti-bullying, Unilever Indonesia berkolaborasi dengan komunitas Sudah Dong akan menyusun sebuah e-booklet yang dapat dengan mudah diakses banyak pihak untuk meningkatkan awareness dan menyusun kebijakan terkait workplace bullying.
Menurut Psikolog Klinis Dewasa Pingkan Rumondor, workplace bullying adalah serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk mengintimidasi, menjatuhkan atau menyakiti orang lain di tempat kerja. Contohnya kekerasan fisik, verbal, pengucilan/pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lain-lain. Workplace bullying bisa dilakukan secara langsung maupun secara online (via telepon, cyberbullying).
Aksi workplace bullying dapat melibatkan tiga pihak. Pertama pelaku, yang kebanyakan menyerang titik lemah target agar mereka terlihat berkuasa sehingga menutupi rasa malu terhadap ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam dirinya. Kemudian ada target, yang secara sengaja dipermalukan sehingga dapat mengalami berbagai efek psikologis seperti kecemasan, gejala depresi, hingga gejala post-traumatic stress disorder yang berdampak pada terganggunya keseharian dan produktivitas. Ketiga adalah saksi.
"Tanpa pemahaman yang cukup mengenai cara menghadapi situasi workplace bullying, sering kali saksi mata hanya berdiam diri. Selain itu, semakin banyak orang yang menjadi saksi, ada kecenderungan saksi makin tidak tergerak menolong karena menunggu orang lain bergerak lebih dulu, atau disebut juga bystander effect. Padahal, saksi memiliki peranan yang krusial untuk mengintervensi perilaku tidak menyenangkan tersebut," papar Pingkan dalam webinar yang digelar PT Unilever Indonesia dalam rangka Hari Toleransi Internasional, Senin (15/11/2021).
Bertema Zero Tolerance for Workplace Bullying, webinar tersebut sekaligus mengawali kerja sama antara PT Unilever Indonesia dan komunitas anti-bullying Sudah Dong dalam menyusun panduan mengenai workplace bullying yang diharapkan bermanfaat bagi masyarakat.
Head of Communications PT Unilever Indonesia Kristy Nelwan mengatakan, Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 November menjadi momentum untuk mengajak warga dunia membangun toleransi antarbudaya dan masyarakat.
"Semua pihak memiliki peran dan tanggung jawab dalam menciptakan dunia yang lebih toleran, termasuk dunia bisnis. Kami percaya bahwa bisnis hanya dapat berkembang di tengah masyarakat di mana hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi dan dikedepankan,” kata Kristy pada kesempatan yang sama.
Berpegang pada kode etik bernama Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT), Unilever Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa semua karyawan bekerja di lingkungan yang mempromosikan keberagaman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara, tanpa diskriminasi. Untuk itu, Perusahaan menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekali pun.
Guna merangkul semakin banyak organisasi untuk memiliki sistem, struktur dan kepemimpinan yang berpihak pada anti-bullying, Unilever Indonesia berkolaborasi dengan komunitas Sudah Dong akan menyusun sebuah e-booklet yang dapat dengan mudah diakses banyak pihak untuk meningkatkan awareness dan menyusun kebijakan terkait workplace bullying.
(tsa)