Alhamdulillah! Kasus Stunting di Indonesia Turun 3,3% dalam 2 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Hasto Wardoyo mengungkapkan, angka stunting di Indonesia terus memperlihatkan tren penurunan. Capaian ini tentu merupakan kerja keras banyak pihak.
"Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting dalam 2 tahun terakhir," terang Hasto dalam Rakernas Program Bangga kencana Tahun 2022 secara virtual, Selasa (22/2/2022).
Dari data SSGBI tersebut, sambung Hasto, diketahui bahwa angka stunting pada 2019 sebesar 27,67 persen, sedangkan pada 2021 kasus stunting menurun di angka 24,40 persen.
"Ini artinya, BKKBN dan beberapa pihak lain yang terlibat dalam upaya penurunan kasus stunting di Indonesia berhasil menurunkan 3,3% kasus stunting dalam 2 tahun," ungkapnya.
"Penurunan angka stunting ini pun berarti upaya dan intervensi yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintah menunjukkan hasil yang baik," tambah Hasto.
Berbagai upaya dilakukan BKKBN dalam menurunkan angka stunting ini, mulai dari perbaikan gizi ibu hamil sampai melahirkan dan menyusui, edukasi yang tiada henti kepada seluruh masyarakat, khususnya calon maupun orangtua, serta beberapa intervensi lain yang langsung dirasakan masyarakat.
Bahkan, sebagai bentuk upaya maksimal menurunkan stunting di Indonesia, BKKBN kata Hasto, akan segera me-launching Indonesia bebas stunting dan screening tiga bulan pranikah.
Ide skrining pranikah 3 bulan sebelum menikah ini diharapkan bisa menekan kasus bayi lahir stunting yang masih terjadi hingga sekarang.
"Jadi, calon pasangan usia subur harus memeriksakan dirinya 3 bulan sebelum menikah dalam rangka agar saat kehamilan terjadi, dia tidak membawa faktor risiko kehamilan anak stunting," ungkap Hasto.
Ia menambahkan, di Indonesia ada 2 juta pernikahan terjadi setiap tahun. Dari 2 juta pernikahan tersebut, 1,6 juta pasangan melahirkan di tahun pertama.
"Nah, dari 1,6 juta kelahiran di tahun pertama itu, jika angka stunting 24,40%, maka diperkirakan ada sekitar 400 ribu kelahiran bayi berpotensi stunting yang masih terjadi di Indonesia saat ini," katanya.
"Oleh karena itu, screening dan treatment pranikah sangat diperlukan untuk menurunkan angka kejadian baru bayi lahir stunting," tambah Hasto.
"Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting dalam 2 tahun terakhir," terang Hasto dalam Rakernas Program Bangga kencana Tahun 2022 secara virtual, Selasa (22/2/2022).
Dari data SSGBI tersebut, sambung Hasto, diketahui bahwa angka stunting pada 2019 sebesar 27,67 persen, sedangkan pada 2021 kasus stunting menurun di angka 24,40 persen.
"Ini artinya, BKKBN dan beberapa pihak lain yang terlibat dalam upaya penurunan kasus stunting di Indonesia berhasil menurunkan 3,3% kasus stunting dalam 2 tahun," ungkapnya.
"Penurunan angka stunting ini pun berarti upaya dan intervensi yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintah menunjukkan hasil yang baik," tambah Hasto.
Berbagai upaya dilakukan BKKBN dalam menurunkan angka stunting ini, mulai dari perbaikan gizi ibu hamil sampai melahirkan dan menyusui, edukasi yang tiada henti kepada seluruh masyarakat, khususnya calon maupun orangtua, serta beberapa intervensi lain yang langsung dirasakan masyarakat.
Bahkan, sebagai bentuk upaya maksimal menurunkan stunting di Indonesia, BKKBN kata Hasto, akan segera me-launching Indonesia bebas stunting dan screening tiga bulan pranikah.
Ide skrining pranikah 3 bulan sebelum menikah ini diharapkan bisa menekan kasus bayi lahir stunting yang masih terjadi hingga sekarang.
"Jadi, calon pasangan usia subur harus memeriksakan dirinya 3 bulan sebelum menikah dalam rangka agar saat kehamilan terjadi, dia tidak membawa faktor risiko kehamilan anak stunting," ungkap Hasto.
Ia menambahkan, di Indonesia ada 2 juta pernikahan terjadi setiap tahun. Dari 2 juta pernikahan tersebut, 1,6 juta pasangan melahirkan di tahun pertama.
"Nah, dari 1,6 juta kelahiran di tahun pertama itu, jika angka stunting 24,40%, maka diperkirakan ada sekitar 400 ribu kelahiran bayi berpotensi stunting yang masih terjadi di Indonesia saat ini," katanya.
"Oleh karena itu, screening dan treatment pranikah sangat diperlukan untuk menurunkan angka kejadian baru bayi lahir stunting," tambah Hasto.
(tsa)