Dipicu Unggahan Fauzi Baadila, Pemerhati Perempuan Minta Publik Buang Stigma Negatif Janda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Postingan Fauzi Baadila di media sosial yang menaruh kata "janda" sebagai kata teratas yang mengganggu hidupnya mengusik para wanita yang tergabung dalam sebuah komunitas. Mereka menilai Fauzi telah mendiskreditkan perempuan yang berstatus janda.
Menurut Praktisi Humas yang juga pendiri komunitas #SaveJanda Myrna Soeryo, sebagai figur publik yang memiliki 417.000 pengikut di Instagram, unggahan Fauzi itu bakal menciptakan stigma negatif terhadap kata "janda". Sebab, tidak semua janda berperilaku genit dan menggoda, seperti tertera dalam unggahan Fauzi.
(Unggahan di akun IG @fauzibaadila_)
"Sangat memprihatinkan jika seorang public figure menuliskan kalimat yang justru semakin menguatkan stigma negatif janda. Padahal janda hanya sebuah status yang bisa menimpa siapa saja seperti halnya duda," kata Myrna melalui keterangan tertulis. ( )
Myrna menambahkan, berdasarkan data di mesin pencarian Google, dalam waktu hanya 0,49 detik, ada 31.800.000 pencarian untuk kata "janda".
"Suatu angka pencarian yang fantastis sehingga membuat banyak artikel di media daring menggunakan kata "janda" sebagai judul artikel," lanjut Myrna.
Tak hanya itu, ujar Myrna, di dunia pemasaran juga banyak kata "janda" dipakai hanya untuk mendatangkan pelanggan dan mengundang rasa ingin tahu orang pada produk ataupun jasa tertentu. Seperti beberapa usaha kuliner yang menulis kata "janda" sebagai merek usaha, atau perusahaan properti yang pernah mencantumkan kata tersebut sebagai akronim hadiah-hadiah yang akan diberikan pengembang.
Lebih jauh Myrna mengatakan, kata "janda genit", "janda gatal", atau "janda perebut laki orang" hanyalah sebagian kata yang kerap kita dengar mengenai status janda. Padahal menurut Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019, terdapat 485.223 janda cerai baru. Hal ini berarti ada 485.223 janda yang bisa mendapat stigma negatif atas status baru mereka.
Sementara itu, politisi pemerhati isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Firliana Purwanti mengatakan, korban perempuan Kekerasan dalam Rumah Tangga ( KDRT ), 70%-nya memilih kembali ke pernikahan toksik mereka. Mereka memilih kembali berada di lingkaran setan tersebut dengan alasan ekonomi, anak, termasuk karena takut diberi label baru yaitu janda.
"Banyak janda yang akhirnya memilih disebut orangtua tunggal atau menyembunyikan status barunya, karena takut dipandang oleh masyarakat luas secara negatif," katanya. ( )
"Sebenarnya sangatlah salah pandangan yang menganggap bahwa janda cerai kurang terhormat daripada janda yang ditinggal meninggal oleh suami. Justru para janda cerai harus memberikan apresiasi kepada diri sendiri karena berhasil dan berani keluar dari pernikahan toksik atau pernikahan yang kurang menyenangkan," lanjut Firliana.
Di sisi lain, faktanya ada banyak janda yang sukses meniti karier atau membangun kerajaan bisnis. Misalkan Jamie Chua dari Singapura dan MacKenzie Bezos, salah satu pemegang saham Amazon yang juga penulis buku.
Menurut Praktisi Humas yang juga pendiri komunitas #SaveJanda Myrna Soeryo, sebagai figur publik yang memiliki 417.000 pengikut di Instagram, unggahan Fauzi itu bakal menciptakan stigma negatif terhadap kata "janda". Sebab, tidak semua janda berperilaku genit dan menggoda, seperti tertera dalam unggahan Fauzi.
(Unggahan di akun IG @fauzibaadila_)
"Sangat memprihatinkan jika seorang public figure menuliskan kalimat yang justru semakin menguatkan stigma negatif janda. Padahal janda hanya sebuah status yang bisa menimpa siapa saja seperti halnya duda," kata Myrna melalui keterangan tertulis. ( )
Myrna menambahkan, berdasarkan data di mesin pencarian Google, dalam waktu hanya 0,49 detik, ada 31.800.000 pencarian untuk kata "janda".
"Suatu angka pencarian yang fantastis sehingga membuat banyak artikel di media daring menggunakan kata "janda" sebagai judul artikel," lanjut Myrna.
Tak hanya itu, ujar Myrna, di dunia pemasaran juga banyak kata "janda" dipakai hanya untuk mendatangkan pelanggan dan mengundang rasa ingin tahu orang pada produk ataupun jasa tertentu. Seperti beberapa usaha kuliner yang menulis kata "janda" sebagai merek usaha, atau perusahaan properti yang pernah mencantumkan kata tersebut sebagai akronim hadiah-hadiah yang akan diberikan pengembang.
Lebih jauh Myrna mengatakan, kata "janda genit", "janda gatal", atau "janda perebut laki orang" hanyalah sebagian kata yang kerap kita dengar mengenai status janda. Padahal menurut Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019, terdapat 485.223 janda cerai baru. Hal ini berarti ada 485.223 janda yang bisa mendapat stigma negatif atas status baru mereka.
Sementara itu, politisi pemerhati isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Firliana Purwanti mengatakan, korban perempuan Kekerasan dalam Rumah Tangga ( KDRT ), 70%-nya memilih kembali ke pernikahan toksik mereka. Mereka memilih kembali berada di lingkaran setan tersebut dengan alasan ekonomi, anak, termasuk karena takut diberi label baru yaitu janda.
"Banyak janda yang akhirnya memilih disebut orangtua tunggal atau menyembunyikan status barunya, karena takut dipandang oleh masyarakat luas secara negatif," katanya. ( )
"Sebenarnya sangatlah salah pandangan yang menganggap bahwa janda cerai kurang terhormat daripada janda yang ditinggal meninggal oleh suami. Justru para janda cerai harus memberikan apresiasi kepada diri sendiri karena berhasil dan berani keluar dari pernikahan toksik atau pernikahan yang kurang menyenangkan," lanjut Firliana.
Di sisi lain, faktanya ada banyak janda yang sukses meniti karier atau membangun kerajaan bisnis. Misalkan Jamie Chua dari Singapura dan MacKenzie Bezos, salah satu pemegang saham Amazon yang juga penulis buku.
(tsa)