Eksotisme Rumah Adat Baruniang, Wae Rebo, NTT Tawarkan Pengalaman Menakjubkan bagi Wisatawan
loading...
A
A
A
Jika kita berkunjung ke bumi Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), maka bersiaplah dengan beragam pengalaman menakjubkan. Di antaranya saat kita mengunjungi Rumah Adat Baruniang yang berada di Desa Wisata Wae Rebo yang memiliki daya pikat tersendiri.
Desa Wisata Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, sekitar 120 km dari Labuan Bajo, atau dengan jarak tempuh selama 4 jam sampai di Desa Denge. Ini desa terakhir yang bisa dijangkau kendaraan roda empat. Kita masih harus tracking sejauh 5 km untuk sampai di gerbang Desa Wae Rebo dan melanjutkan perjalanan ke Rumah Adat Baruniang.
Setibanya di kawasan perkampungan tradisional ini, para wisatawan akan diantar ke Rumah Gendang, rumah utama dari tujuh Rumah Adat Baruniang. Di sini, warga setempat akan mengadakan waeluhu, sebuah ritual penyambutan tamu. Tetua adat akan memberi wejangan agar tamu terhindar dari marabahaya sekaligus meminta izin kepada arwah leluhur.
Keunikan Rumah Adat Baruniang
Rumah Adat Baruniang memiliki banyak keunikan, mulai dari bentuknya yang serupa kubus yang mengerucut di bagian atas, hingga konstruksi bangunannya yang tidak melibatkan paku dan besi.
Rumah adat Baruniang terdiri dari tujuh rumah yang letaknya berada di atas bukit, masing-masing bernama Niang Jintam, Niang Pirong, Niang Maro, Niang Ndorom, Niang Mandok, Niang Jekong, dan yang paling besar yang ditinggali tetua adat adalah Niang Gendang.
Tujuh rumah adat ini mengelilingi compang, semacam altar tempat pemujaan kepada arwah leluhur. Ke tujuh rumah adat menyimbolkan penghormatan kepada tujuh arah mata angin yang berasal dari tujuh puncak gunung yang mengelilinginya.
Enam dari tujuh rumah adat dihuni oleh sejumlah kepala keluarga warga desa, sisanya untuk penginapan tamu yang datang ke desa ini. Seluruh keluarga memasak di dapur bersama, yang terletak di lantai paling bawah. Lantai kedua untuk menyimpan hasil panen, lantai berikutnya menaruh bibit tanaman, dan paling puncak untuk meletakkan sesajen.
Bentuk rumah Baruniang melingkar serupa kubus dengan ujung bagian atas seperti kerucut. Simbol keharmonisan dan kebersamaan. Konstuksi rumah adat Baruniang sepenuhnya berbahan kayu, untuk mengikat sambungan antartiangnya menggunakan rotan. Sedangkan atapnya memakai lontar dan ijuk yang melambangkan persaudaraan dan perlindungan. Rumah Baruniang ibarat ibu yang selalu mengayomi dan memberi rasa aman.
Desa Wisata Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, sekitar 120 km dari Labuan Bajo, atau dengan jarak tempuh selama 4 jam sampai di Desa Denge. Ini desa terakhir yang bisa dijangkau kendaraan roda empat. Kita masih harus tracking sejauh 5 km untuk sampai di gerbang Desa Wae Rebo dan melanjutkan perjalanan ke Rumah Adat Baruniang.
Setibanya di kawasan perkampungan tradisional ini, para wisatawan akan diantar ke Rumah Gendang, rumah utama dari tujuh Rumah Adat Baruniang. Di sini, warga setempat akan mengadakan waeluhu, sebuah ritual penyambutan tamu. Tetua adat akan memberi wejangan agar tamu terhindar dari marabahaya sekaligus meminta izin kepada arwah leluhur.
Keunikan Rumah Adat Baruniang
Rumah Adat Baruniang memiliki banyak keunikan, mulai dari bentuknya yang serupa kubus yang mengerucut di bagian atas, hingga konstruksi bangunannya yang tidak melibatkan paku dan besi.
Rumah adat Baruniang terdiri dari tujuh rumah yang letaknya berada di atas bukit, masing-masing bernama Niang Jintam, Niang Pirong, Niang Maro, Niang Ndorom, Niang Mandok, Niang Jekong, dan yang paling besar yang ditinggali tetua adat adalah Niang Gendang.
Tujuh rumah adat ini mengelilingi compang, semacam altar tempat pemujaan kepada arwah leluhur. Ke tujuh rumah adat menyimbolkan penghormatan kepada tujuh arah mata angin yang berasal dari tujuh puncak gunung yang mengelilinginya.
Enam dari tujuh rumah adat dihuni oleh sejumlah kepala keluarga warga desa, sisanya untuk penginapan tamu yang datang ke desa ini. Seluruh keluarga memasak di dapur bersama, yang terletak di lantai paling bawah. Lantai kedua untuk menyimpan hasil panen, lantai berikutnya menaruh bibit tanaman, dan paling puncak untuk meletakkan sesajen.
Bentuk rumah Baruniang melingkar serupa kubus dengan ujung bagian atas seperti kerucut. Simbol keharmonisan dan kebersamaan. Konstuksi rumah adat Baruniang sepenuhnya berbahan kayu, untuk mengikat sambungan antartiangnya menggunakan rotan. Sedangkan atapnya memakai lontar dan ijuk yang melambangkan persaudaraan dan perlindungan. Rumah Baruniang ibarat ibu yang selalu mengayomi dan memberi rasa aman.