Hasil Studi PPI UNAS : Televisi Jadi Sumber Informasi Kaum Disabilitas dan Lansia untuk Tahu Penyebaran dan Pencegahan Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI UNAS) merilis hasil studi evaluasi program perubahan perilaku higienis (HBCC) untuk pencegahan Covid-19 di kalangan disabilitas, lansia , dan para pendampingnya di wilayah Jakarta Utara dan Kabupaten Bandung Barat.
Studi ini merupakan bagian dari konsorsium global London School of Tropical Medicine (LSHTM) untuk Koalisi Perubahan Perilaku Higienis (HBCC) yang dilakukan di empat negara yaitu Bangladesh, Kenya, Indonesia, Zambia, dalam upaya menghendikan penyebaran Covid-19.
Di Indonesia, studi dilakukan pada Januari-Juli 2022, melalui survei terhadap 340 responden yang terdiri 173 orang dengan disabilitas dan 167 orang tanpa disabilitas. Penaliti juga melakukan wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh kunci, siswa disabilitas dan lansia dengan disabilitas, organisasi pelaksana HBCC, guru, perwakilan pemerintah dan tokoh masyarakat lainnya.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa orang dengan disabilitas dan lansia merupakan kelompok yang rentan teinfeksi virus Covid-19. Sebanyak 37% responden dari kalangan disabilitas menyatakan pernah mengalami gejala Covid-19 seperti batuk, bersin dan demam dan 69% diantaranya telah menerima vaksin Covid-19. Tingkat vaksinasi di kalangan disabilitas dan lansia lebih kecil dibandingkan responden tanpa disabilitas yang telah mencapai 90%.
“Orang dengan disabilitas dan lansia merupakan kelompok yang rentan terinfeksi virus Covid-19. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan kesulitan yang dialami dalam dalam menjangkau sarana air dan sanitasi serta layanan kesehatan lainnya jika dibandingkan orang tanpa disabilitas.Studi yang dilakukan oleh PPI UNAS bertujuan untuk melihat inklusivitas dan efektivitas program koalisi perubahan perilaku higienis (HBCC) dalam menjangkau kelompok disabilitas.” ujar Fachruddin Mangunjaya, Ketua PPI UNAS pada Senin (19/9/2022).
Hasil studi ini menunjukkan bahwa lebih dari 80% responden mengetahui bahwa virus Covid-19 dapat menyebar melalui batuk dan bersin, dan cara pencegahan penyebaran virus dapat dilakukan melalui kegiatan mencuci tangan secara rutin, memakai masker jika keluar rumah, serta menjaga jarak.
Tingginya pengetahuan responden terkait dengan perilaku higienis semasa pandemi Covid-19 dikarenakan gencarnya pemberitaan dan kampanye di media televisi, serta keberadaan para pendamping seperti keluarga, guru, dan tetangga di lingkungan orang dengan disabilitas dan lansia.
“Lebih dari 75% kelompok disabilitas menyatakan mendapat informasi dari televisi, diikuti informasi dari pendamping sebesar 40% dan kampanye komunitas mencapai 38%,” ungkapnya.
Menurut hasil studi ini, kelompok pendamping terdekat seperti keluarga, tetangga, kader kesehatan dan aparat pemerintah merupakan figur yang sangat penting dimasa pandemi. Mereka adalah kelompok yang lebih dipercaya terkait masalahan kesehatan. Mereka juga adalah tokoh panutan terkait perilaku higienis yang mencapai angka 60%. Sementara tokoh agama dan selebriti hanya mempengaruhi sebesar 1-2%.
Hasil studi ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah dan pengelola program untuk mengembangkan kebijakan yang inklusif dengan melibatkan kelompok disabilitas dan lansia dalam berbagai program pembangunan dan kesehatan, melalui penyediaan akses informasi, fasilitas air dan sanitasi, layanan kesehatan yang inklusif, serta penguatan kapasitas bagi para pendamping terkait dengan kebutuhan kelompok disabilitas dan lansia.
Lihat Juga: Angela Tanoesoedibjo dan Menpora Dito Ariotedjo Luncurkan Logo serta Maskot Peparnas XVII 2024
Studi ini merupakan bagian dari konsorsium global London School of Tropical Medicine (LSHTM) untuk Koalisi Perubahan Perilaku Higienis (HBCC) yang dilakukan di empat negara yaitu Bangladesh, Kenya, Indonesia, Zambia, dalam upaya menghendikan penyebaran Covid-19.
Di Indonesia, studi dilakukan pada Januari-Juli 2022, melalui survei terhadap 340 responden yang terdiri 173 orang dengan disabilitas dan 167 orang tanpa disabilitas. Penaliti juga melakukan wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh kunci, siswa disabilitas dan lansia dengan disabilitas, organisasi pelaksana HBCC, guru, perwakilan pemerintah dan tokoh masyarakat lainnya.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa orang dengan disabilitas dan lansia merupakan kelompok yang rentan teinfeksi virus Covid-19. Sebanyak 37% responden dari kalangan disabilitas menyatakan pernah mengalami gejala Covid-19 seperti batuk, bersin dan demam dan 69% diantaranya telah menerima vaksin Covid-19. Tingkat vaksinasi di kalangan disabilitas dan lansia lebih kecil dibandingkan responden tanpa disabilitas yang telah mencapai 90%.
“Orang dengan disabilitas dan lansia merupakan kelompok yang rentan terinfeksi virus Covid-19. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan kesulitan yang dialami dalam dalam menjangkau sarana air dan sanitasi serta layanan kesehatan lainnya jika dibandingkan orang tanpa disabilitas.Studi yang dilakukan oleh PPI UNAS bertujuan untuk melihat inklusivitas dan efektivitas program koalisi perubahan perilaku higienis (HBCC) dalam menjangkau kelompok disabilitas.” ujar Fachruddin Mangunjaya, Ketua PPI UNAS pada Senin (19/9/2022).
Hasil studi ini menunjukkan bahwa lebih dari 80% responden mengetahui bahwa virus Covid-19 dapat menyebar melalui batuk dan bersin, dan cara pencegahan penyebaran virus dapat dilakukan melalui kegiatan mencuci tangan secara rutin, memakai masker jika keluar rumah, serta menjaga jarak.
Tingginya pengetahuan responden terkait dengan perilaku higienis semasa pandemi Covid-19 dikarenakan gencarnya pemberitaan dan kampanye di media televisi, serta keberadaan para pendamping seperti keluarga, guru, dan tetangga di lingkungan orang dengan disabilitas dan lansia.
Baca Juga
“Lebih dari 75% kelompok disabilitas menyatakan mendapat informasi dari televisi, diikuti informasi dari pendamping sebesar 40% dan kampanye komunitas mencapai 38%,” ungkapnya.
Menurut hasil studi ini, kelompok pendamping terdekat seperti keluarga, tetangga, kader kesehatan dan aparat pemerintah merupakan figur yang sangat penting dimasa pandemi. Mereka adalah kelompok yang lebih dipercaya terkait masalahan kesehatan. Mereka juga adalah tokoh panutan terkait perilaku higienis yang mencapai angka 60%. Sementara tokoh agama dan selebriti hanya mempengaruhi sebesar 1-2%.
Hasil studi ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah dan pengelola program untuk mengembangkan kebijakan yang inklusif dengan melibatkan kelompok disabilitas dan lansia dalam berbagai program pembangunan dan kesehatan, melalui penyediaan akses informasi, fasilitas air dan sanitasi, layanan kesehatan yang inklusif, serta penguatan kapasitas bagi para pendamping terkait dengan kebutuhan kelompok disabilitas dan lansia.
Lihat Juga: Angela Tanoesoedibjo dan Menpora Dito Ariotedjo Luncurkan Logo serta Maskot Peparnas XVII 2024
(wur)