Mengenal Fomepizole, Obat Antidotum untuk Atasi Gagal Ginjal Akut Akibat Keracunan Etilen Glikol
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru-baru ini memesan fomepizole dari Singapura yang disebut-sebut sebagai obat penangkal racun (antidotum) gangguan ginjal akut pada anak yang terjadi akhir-akhir ini.
"Obatnya, kita sudah ada dari Singapura,” kata Menkes Budi dalam Konferensi Pers Update Gangguan Ginjal Akut Anak di Indonesia di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat (21/10/2022).
Sebelumnya, obat fomepizole ini sudah diberikan kepada 10 orang pasien yang dirawat di RSCM, dan memperlihatkan hasil yang positif.
Lantas, apa itu fomepizole?
Fomepizole merupakan obat antidotum yang digunakan pada kasus keracunan senyawa antibeku (etilen glikol) dan metanol, zat yang terkandung pada pelarut, bensin, dan senyawa otomotif atau rumah tangga lainnya.
Selain itu, fomepizole juga digunakan bersamaan dengan prosedur cuci darah (hemodialisis) untuk mengeluarkan racun dari tubuh. Fomepizole bekerja dengan menghambat alkohol dehidrogenase, enzim dalam tubuh yang dapat memetabolisme etilen glikol dan metanol sehingga menjadi bentuk yang beracun.
Cara pemberian fomepizole
Fomepizole akan diberikan secara injeksi melalui akses intravena. Prosedur ini akan dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Selama menjalani prosedur, pasien akan diberikan obat-obatan lain atau cairan intravena sebagai bagian dari terapi. Selain itu, pemantauan ketat akan dilakukan terhadap pernapasan, tekanan darah, kadar oksigen, fungsi ginjal, dan tanda-tanda vital lainnya.
Pasien juga akan melakukan pemeriksaan urine dan darah secara rutin ketika mendapatkan terapi ini. Sebuah alat bernama elektrokardiografi (EKG) dipasangkan untuk memantau fungsi jantung.
Pengawasan lainnya yang akan dilakukan adalah efek dari keracunan, seperti gangguan pada penglihatan, masalah pernapasan, atau perubahan dalam berkemih.
Pada pasien gagal ginjal, memburuknya tingkat keasaman dalam tubuh (asidosis metabolik) atau konsentrasi serum etilen glikol atau metanol 50 mg/dl ke atas, perlu dilakukan cuci darah (hemodialisis).
Frekuensi pemberian ditingkatkan menjadi setiap 4 jam selama menjalani cuci darah. Dosis yang diberikan sebelum atau sesudah cuci darah ditentukan berdasarkan dosis terakhir yang diberikan atau durasi cuci darah.
Lihat Juga: Benarkah Kandungan Maltodextrin dalam Susu Formula Sebabkan Diabetes dan Gagal Ginjal pada Anak?
"Obatnya, kita sudah ada dari Singapura,” kata Menkes Budi dalam Konferensi Pers Update Gangguan Ginjal Akut Anak di Indonesia di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat (21/10/2022).
Sebelumnya, obat fomepizole ini sudah diberikan kepada 10 orang pasien yang dirawat di RSCM, dan memperlihatkan hasil yang positif.
Lantas, apa itu fomepizole?
Fomepizole merupakan obat antidotum yang digunakan pada kasus keracunan senyawa antibeku (etilen glikol) dan metanol, zat yang terkandung pada pelarut, bensin, dan senyawa otomotif atau rumah tangga lainnya.
Baca Juga
Selain itu, fomepizole juga digunakan bersamaan dengan prosedur cuci darah (hemodialisis) untuk mengeluarkan racun dari tubuh. Fomepizole bekerja dengan menghambat alkohol dehidrogenase, enzim dalam tubuh yang dapat memetabolisme etilen glikol dan metanol sehingga menjadi bentuk yang beracun.
Cara pemberian fomepizole
Fomepizole akan diberikan secara injeksi melalui akses intravena. Prosedur ini akan dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Selama menjalani prosedur, pasien akan diberikan obat-obatan lain atau cairan intravena sebagai bagian dari terapi. Selain itu, pemantauan ketat akan dilakukan terhadap pernapasan, tekanan darah, kadar oksigen, fungsi ginjal, dan tanda-tanda vital lainnya.
Pasien juga akan melakukan pemeriksaan urine dan darah secara rutin ketika mendapatkan terapi ini. Sebuah alat bernama elektrokardiografi (EKG) dipasangkan untuk memantau fungsi jantung.
Pengawasan lainnya yang akan dilakukan adalah efek dari keracunan, seperti gangguan pada penglihatan, masalah pernapasan, atau perubahan dalam berkemih.
Pada pasien gagal ginjal, memburuknya tingkat keasaman dalam tubuh (asidosis metabolik) atau konsentrasi serum etilen glikol atau metanol 50 mg/dl ke atas, perlu dilakukan cuci darah (hemodialisis).
Frekuensi pemberian ditingkatkan menjadi setiap 4 jam selama menjalani cuci darah. Dosis yang diberikan sebelum atau sesudah cuci darah ditentukan berdasarkan dosis terakhir yang diberikan atau durasi cuci darah.
Lihat Juga: Benarkah Kandungan Maltodextrin dalam Susu Formula Sebabkan Diabetes dan Gagal Ginjal pada Anak?
(hri)