Dua Pasang Hati

Senin, 01 Juni 2015 - 10:36 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Beberapa detik kemudian, Lara tersadar jika tangannya mencengkeram erat tangan Keenan. Anehnya, cowok itu tidak memarahinya sama sekali, dia malah dengan acuhnya begitu nyenyak dalam tidurnya.

Perlahan, ketakutan Lara sedikit berkurang, ia meletakkan tangan cowok itu pada posisinya semula. Lara tak bergeming memandang tangan besar Keenan, membuat pipi Lara merona merah tanpa sadar, seulas senyum tersungging di wajahnya. Astaga... kok gue jadi seneng norak gini sih? Kenapa Keenan malah keliatan ganteng sekarang, ya? Dengan jas dokter gitu, dia keliatan lebih gentle dari yang dulu... Aduh...

Keenan tiba-tiba saja meraih tangan Lara, lalu menggenggamnya. Ia tahu betul, tangan cewek itu sempat bergetar hebat ketika petir sempat menggelegarkan suaranya. Dengan mata tertutup, Keenan tahu jika gadis itu sebenarnya sedang melawan ketakutan besarnya. Lara menyadari tangannya disentuh Keenan.

Kenapa... tangannya semakin hangat dan nyaman untuk disentuh? Lara bertanya dalam lubuk hatinya. ”Pegang aja tangan gue kalo lo takut,” suara berat cowok itu mengejutkan jantung Lara yang berlompat nggak keruan. Padahal, Keenan menutup matanya yang seolah sedang tidur. Lara pun terlelap dalam tidurnya. Pagi menjelang, sinar matahari menerobos masuk melalui ventilasi jendela kamar Lara.

Saat membuka matanya, didapatinya Keenan sudah tak berada di sampingnya. Nampaknya cowok itu sudah pulang ke rumah atau mungkin saja Keenan sudah harus kembali praktik. Mendadak hati Lara jadi nggak enak, waktu istirahat Keenan jadi agak terganggu karena dirinya. Ia terdiam sebentar lalu berpikir, lho kenapa gue jadi mikirin Keenan?

Emangnya kenapa kalo dia ninggalin lo gitu aja, toh juga nggak ada sangkut pautnya sama lo, Ra. Get up, Ra. Get up ! Kedatangan dokter jaga yang pagi itu menyambutnya ramah, membuyarkan lamunannya soal Keenan. Dokter dengan badge Dr. Bayu Effendi itu memeriksa keadaan Lara dan memastikan apakah dia sudah boleh pulang atau belum.

”Lara Ardenia, kamu udah boleh pulang hari ini. Nanti saya akan menyuruh perawat ngurusin peralatan infus kamu yang masih dipasang. Setelah itu, kamu boleh langsung ke administrasi,” kata Dokter Bayu memandang Lara sambil tersenyum. ”Iya, Dokter. Terima kasih ya, udah nolongin saya waktu itu,” jawab Lara sambil tersenyum juga. ”Nolongin kamu? Saya-” Kalimat Dokter Bayu terpotong, ketika seorang perawat muda menghampiri Lara.

Ia membawa sebuah formulir survey tentang rumah sakit itu. ”Pagi Mbak Lara. Sudah sehat, ya? Ini, saya mau minta tolong, isikan formulir tentang kepuasan rawat inap di sini,” ujar perawat itu dengan ramah. ”Iya, Sus. Boleh, nanti saya isi ya. Tapi ini dulu, Sus.. tangan saya.. masih diinfus,” ucap Lara nyengir, gimana dia mau nulis kalo tangannya masih ditusuk dengan jarum infus begitu? ”Oh... gampang, Mbak. Saya bantu lepas infusnya dulu, ya?” jawab perawat itu dengan seulas senyum tulus di bibirnya.

Perawat itu perlahan-lahan melepaskan jarum yang tertusuk di urat halus Lara, membuat gadis itu sedikit meringis, menahan perihnya jarum tersebut. Hingga tak beberapa lama, semua alat oksigen yang terpasang di rongga hidung Lara juga sudah dilepas, barulah Lara benar-benar bisa bernapas lega.

Seperti biasa, Lara selalu memeriksakan keperluannya selama ia di rumah sakit dua malam ini, memastikan agar tidak ada yang tertinggal. Tiba-tiba pikiran Lara tertuju pada jam tangan milik seseorang yang tertinggal di kamarnya, kemarin malam. Diamdiam, ketika Dokter Bayu dan perawat itu pergi dari kamarnya, Lara mengambil jam tangan tersebut dan menyimpannya di tas.

Entah perasaan apa yang mendorongnya untuk menyimpan jam tangan itu, ia seolah terpacu untuk menyimpannya. Sebuah kursi roda sudah dipersiapkan untuk mengantar Lara ke ruang administrasi. Hari ini, Lara diberi izin untuk tidak bekerja dulu, karena proses pemulihan yang dibutuhkannya.

Dokter Bayu bersama dengan suster itu berdampingan mendorong Lara menuju ruang administrasi. Pandangan mata Lara tiba-tiba saja terpaku pada Keenan yang tengah berjalan ke arahnya. (bersambung)

Vania M. Bernadette
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5138 seconds (0.1#10.140)