Dua Pasang Hati
A
A
A
Nggak tau kenapa, dia malah nggak bisa marah sama Keenan belakangan ini. Di dapur, Lara terlihat begitu semangat memasak nasi goreng buat Keenan. Mudah-mudahan aja, kali ini dia berhasil membuat cowok itu menghabiskan nasi gorengnya sampe licin.
Lara memulai semuanya dengan mempersiapkan bumbu instan nasi gorengnya, satu buah telur, kecap asin, dan kecap manis. Lalu apalagi ya, yang kurang? Lara berpikir sebentar. Astaga, merica! Lara segera membuka lemari-lemari dapurnya, mencari bumbu nikmat dengan rasa pedas di kerongkongan itu.
Aduh, di mana ya Lara taruhnya? Sambil terus memeriksa semua lemari dapurnya, Lara pun akhirnya menemukannya. Kenapa tuh merica bisa ada di atas? Pikir Lara, sejenak ia baru ingat jika Revan pasti yang memindahkannya. Duh, udah tahu Lara nggak tinggi, ditaruhnya di tempat paling tinggi begini.
Gadis itu berjinjit-jinjit demi meraih merica yang diletakkan di lemari paling atas. Namun tiba-tiba saja, Lara dikejutkan dengan satu tangan terjulur, membantunya mengambil merica itu dari arah belakang. Tubuh tinggi tegap cowok itu kini berada di belakang Lara, sesaat ia membalikkan badan, lagilagi dahi Lara tertubruk dada bidang Keenan. Gila, keras banget! Sakit juga lho.
Tanpa disengaja, Keenan menundukkan kepalanya sedikit, tepat di atas kepala cewek itu, maksud hati Keenan ingin menyentuh dahi Lara yang sakit, karena tertubruk dadanya. Eh tapi yang terjadi, cup! Sebuah kecupan di puncak kepala Lara mampir begitu saja, saat Lara menaikkan kepalanya ke atas. Dua-duanya kontan langsung memalingkan pandangan satu dengan yang lain.
Lara-lah yang paling malu, karena dia nggak nyangka Keenan bisa-bisanya begitu. Wajahnya merah merona mendadak dan membuat jantungnya sekarang mulai terpompa nggak beraturan. ”Gue nggak sengaja, tadi maksud gue, mau liat kepala lo,” ucap cowok itu saat ia membalikkan tubuhnya ke arah lain. Dia sendiri juga nggak mampu memperlihatkan wajah canggungnya.
”Iy-iya. Gue... ke dapur dulu.” Setelahnya, Keenan kembali ke ruang tamu, mengebaskan kemejanya, tibatiba saja tubuh Keenan mengeluarkan aura panas. Ia langsung meneguk secangkir teh lagi, buatan Lara. Belum lagi, jantung Keenan yang sekarang berdetak lebih cepat, membuatnya seolah membuatnya sulit bernapas lega. ”Keenaaan! Sini, makan,” panggil Lara dari dapurnya.
Suara gadis itu mendesak masuk di pelupuk hatinya, membuatnya terhipnotis sesaat, lalu ngeloyor dari ruang tamu Lara. Aroma nasi goreng menyeruak hebat dari dapur Lara, di saat Keenan berjalan ke dapurnya. Atap dapur Lara begitu tinggi, hampir sama dengan tinggi badan Keenan, itu sebabnya dia harus menundukkan kepalanya.
Perut Keenan merongrong minta makan, saat cowok itu menemukan sepiring nasi goreng di meja. Nasi goreng dengan telur mata sapi, sesuai dengan pesanan Keenan seolah memanggil namanya untuk segera melahapnya. Namun ketika Keenan ingin mengambil sepiring nasgor itu, Lara dengan cepat menariknya.
Gadis itu menyipitkan matanya sambil bergumam, ”Katanya dokter, tapi tangannya celamitan. Sana cuci tangan dulu!” Keenan merengut sedikit sebal, mau nggak mau dia menuruti perintah si nyonya rumah. Ia meninggalkan Lara yang menunggunya di meja makan dan mencuci tangannya di dapur. ”Udah nih. Gue makan dulu ya,” ujar Keenan seraya menarik piring ke arahnya. Namun tiba-tiba, Lara menariknya lagi.
”E-eeeh!” Keenan memandang Lara datar, ”apalagi sih?” Lara menarik piring yang baru saja mau disendok Keenan. Cowok itu ngerasa dipermainkan jadinya. ”Nan, lo yakin mau makan masakan gue?” tanya Lara tak percaya diri. Cowok itu mengangguk, lalu menarik piring nasi gorengnya dari hadapan Lara. Keenan memakan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
Lara memilih bungkam dan menundukkan kepalanya, ia tak berani melihat ekspresi Keenan yang akan muntah setelah memakan masakannya. ”UHUKKKKK!” Keenan mendadak terbatuk-batuk. Muka cowok itu bahkan sampai memerah karenanya. Lara segera menyodorkan segelas air putih pada Keenan, menepuk-nepuk belakang cowok itu. ”Gue kan udah bilang, lo jangan makan nasi goreng gue!” pekik Lara, menarik nasi goreng itu. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
Lara memulai semuanya dengan mempersiapkan bumbu instan nasi gorengnya, satu buah telur, kecap asin, dan kecap manis. Lalu apalagi ya, yang kurang? Lara berpikir sebentar. Astaga, merica! Lara segera membuka lemari-lemari dapurnya, mencari bumbu nikmat dengan rasa pedas di kerongkongan itu.
Aduh, di mana ya Lara taruhnya? Sambil terus memeriksa semua lemari dapurnya, Lara pun akhirnya menemukannya. Kenapa tuh merica bisa ada di atas? Pikir Lara, sejenak ia baru ingat jika Revan pasti yang memindahkannya. Duh, udah tahu Lara nggak tinggi, ditaruhnya di tempat paling tinggi begini.
Gadis itu berjinjit-jinjit demi meraih merica yang diletakkan di lemari paling atas. Namun tiba-tiba saja, Lara dikejutkan dengan satu tangan terjulur, membantunya mengambil merica itu dari arah belakang. Tubuh tinggi tegap cowok itu kini berada di belakang Lara, sesaat ia membalikkan badan, lagilagi dahi Lara tertubruk dada bidang Keenan. Gila, keras banget! Sakit juga lho.
Tanpa disengaja, Keenan menundukkan kepalanya sedikit, tepat di atas kepala cewek itu, maksud hati Keenan ingin menyentuh dahi Lara yang sakit, karena tertubruk dadanya. Eh tapi yang terjadi, cup! Sebuah kecupan di puncak kepala Lara mampir begitu saja, saat Lara menaikkan kepalanya ke atas. Dua-duanya kontan langsung memalingkan pandangan satu dengan yang lain.
Lara-lah yang paling malu, karena dia nggak nyangka Keenan bisa-bisanya begitu. Wajahnya merah merona mendadak dan membuat jantungnya sekarang mulai terpompa nggak beraturan. ”Gue nggak sengaja, tadi maksud gue, mau liat kepala lo,” ucap cowok itu saat ia membalikkan tubuhnya ke arah lain. Dia sendiri juga nggak mampu memperlihatkan wajah canggungnya.
”Iy-iya. Gue... ke dapur dulu.” Setelahnya, Keenan kembali ke ruang tamu, mengebaskan kemejanya, tibatiba saja tubuh Keenan mengeluarkan aura panas. Ia langsung meneguk secangkir teh lagi, buatan Lara. Belum lagi, jantung Keenan yang sekarang berdetak lebih cepat, membuatnya seolah membuatnya sulit bernapas lega. ”Keenaaan! Sini, makan,” panggil Lara dari dapurnya.
Suara gadis itu mendesak masuk di pelupuk hatinya, membuatnya terhipnotis sesaat, lalu ngeloyor dari ruang tamu Lara. Aroma nasi goreng menyeruak hebat dari dapur Lara, di saat Keenan berjalan ke dapurnya. Atap dapur Lara begitu tinggi, hampir sama dengan tinggi badan Keenan, itu sebabnya dia harus menundukkan kepalanya.
Perut Keenan merongrong minta makan, saat cowok itu menemukan sepiring nasi goreng di meja. Nasi goreng dengan telur mata sapi, sesuai dengan pesanan Keenan seolah memanggil namanya untuk segera melahapnya. Namun ketika Keenan ingin mengambil sepiring nasgor itu, Lara dengan cepat menariknya.
Gadis itu menyipitkan matanya sambil bergumam, ”Katanya dokter, tapi tangannya celamitan. Sana cuci tangan dulu!” Keenan merengut sedikit sebal, mau nggak mau dia menuruti perintah si nyonya rumah. Ia meninggalkan Lara yang menunggunya di meja makan dan mencuci tangannya di dapur. ”Udah nih. Gue makan dulu ya,” ujar Keenan seraya menarik piring ke arahnya. Namun tiba-tiba, Lara menariknya lagi.
”E-eeeh!” Keenan memandang Lara datar, ”apalagi sih?” Lara menarik piring yang baru saja mau disendok Keenan. Cowok itu ngerasa dipermainkan jadinya. ”Nan, lo yakin mau makan masakan gue?” tanya Lara tak percaya diri. Cowok itu mengangguk, lalu menarik piring nasi gorengnya dari hadapan Lara. Keenan memakan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
Lara memilih bungkam dan menundukkan kepalanya, ia tak berani melihat ekspresi Keenan yang akan muntah setelah memakan masakannya. ”UHUKKKKK!” Keenan mendadak terbatuk-batuk. Muka cowok itu bahkan sampai memerah karenanya. Lara segera menyodorkan segelas air putih pada Keenan, menepuk-nepuk belakang cowok itu. ”Gue kan udah bilang, lo jangan makan nasi goreng gue!” pekik Lara, menarik nasi goreng itu. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)