Dua Pasang Hati
A
A
A
Duh! Tapi kan, tetep garagara dia jadi kehilangan jejak Echa, sekarang. Coba, kalo aja tadi si cowok ganteng itu nggak menyita waktunya?
Sekarang, pasti Lara sudah bisa menjelaskan semuanya! Ugh! Lara memukul setirnya dengan kesal. Kenapa sih... selalu aja hal-hal nggak penting kayak tadi, harus terjadi di saat yang paling genting? Lara menggerutu sebal. Echa juga dengan sengaja mematikan handphone -nya, agar tidak bisa dihubungi. Bener-bener deh, Echa! Ini semua kan, demi kebaikannya juga.
Masa sih dia nggak percaya sama sahabatnya sendiri? Lara hanya bisa menghela napas panjang dan mencoba menenangkan diri agar dia menemukan jalan keluar. Sepertinya, Lara harus meminta bantuan Keenan. Siapa tahu aja Echa mau mendengarkan kata-katanya, soalnya mereka juga bersahabat dekat. Lara pun segera menghubungi handphone Keenan, tapi sayang dia tak mengangkatnya. Malah suara lembut operator yang menyampaikan kalo dia lagi di luar area. ”Ih!
Dasar geblek! Kemaren, bilangnya kalo butuh apa-apa, telepon gue aja ya? sekarang, gue hubungin malah nggak bisa! Ngeselin banget sih tuh orang!” maki Lara kesal. Saking sebalnya, dia sampe nggak lihat ada motor yang hampir menyerempet mobilnya. Udah lagi kesel begini, ada aja lagi ulah si pengendara motor. Alhasil, si pengendara jadi sasaran empuk Lara buat diomelin.
”Woi, Mas! Kalo nggak bisa bawa motor, nggak usah belagak punya motor gede deh! Buat gaya-gayaan doang? Najis banget sih lo!” Lara berteriak-teriak dari dalam mobilnya. Si pengendara motor gede itu tiba-tiba menghalanginya jalannya dan turun dari motornya dengan helm yang belum dibuka. Lara semakin tersulut emosi dan membuka kaca mobilnya.
Dan.... Ia tak bisa berkata-kata, ketika tahu siapa yang baru saja hampir menyerempet mobilnya. Dia... ”M-mas?” Lara tiba-tiba canggung, tersipu-sipu. Mau marah pun dia nggak tega jadinya, si cowok ini nggak berhenti senyum dari tadi. ”Oh... jadi si Mbaknya toh. Sori ya, Mbak. Saya nggak hatihati, mobilnya Mbak nggak apaapa kan?”
Lara tersenyum lalu menggeleng. Dalem hati, Lara berkata, ampun ini cowok, udah ganteng, baik, ramah... bikin speechless aja. ”Nggak, kok. Maaf ya, Mas. Saya lagi ada keperluan ini, buru-buru banget. Jadi emosi.” ”Nggak apa-apa, Mbak. Yang penting mobilnya Mbak nggak kenapa-napa, kalo kenapa-napa, bisa repot saya gantinya, ntar.” ”Beneran, Mas.
Nggak apa-apa. Ya udah, saya duluan ya, Mas.” Lara bersiap menancapkan gasnya, setelah menaikkan kaca mobilnya, dan si cowok ganteng cowok itu menunggu sampai Lara menancapkan gasnya, baru dia menyusul di belakangnya. Lara berdecak kagum, di dalam mobil. Untuk pertama kalinya setelah dua puluh enam tahun hidup, dia bertemu dengan penabrak yang sesabar si ganteng itu.
Coba kalo sama yang lain, pasti udah abis Lara dimaki-maki. Eh... tapi ngomongngomong, si ganteng itu... namanya siapa ya? Untuk ukuran cowok seganteng doi, nggak mungkin namanya Paijo kan?
Ah... astaga. Lagi-lagi si ganteng berhasil menyita pikiran Lara, jadi lupa... kalo Lara harus kembali menghubungi Echa. Lara mengetukkan telunjuknya di setir mobil, menggigit ujung bibirnya, menutup matanya rapat-rapat, dan... apa ia harus menghubungi Ardio? Tapi, kalo dia telepon, pasti cowok itu merasa menang, karena kondisi persahabatan Lara dan Echa yang hancur.
Duh! Lara kehabisan ide lagi. Sudah begitu, Keenan pake acara nggak bisa dihubungi, pula. Padahal dia butuh banget, menghubungi cowok itu. Lantunan salah satu soundtrack drama Korea favorit Lara menjerit kencang di handphone -nya. Keenan, rupanya. ”Eh, lo dari tadi gue hubungin ke mana aja sih? Penting banget nih!” semprot Lara langsung tanpa ampun. ”Lo lupa kalo hari Sabtu gue juga harus kerja?” ketus Keenan, mematikan gairah Lara untuk berargumen dengannya.
”...Nan, Echa kabur,” desah Lara terisak. Keenan bisa mendengar suara parau milik gadis itu, sepertinya dia begitu sedih karena masalah ini. ”Terus? Nyerah gitu aja?” balas Keenan. ”Nyerah gitu aja?” Suara Lara terdengar bersemangat, ia sepertinya tahu harus mengejar Echa ke mana. ”Nan, thank you ya!” Tit! Cowok itu hanya mengumbar senyum kecil di seberang sana.
”Sayang... aku pikir, rencana kita akan berhasil, deh.” Seorang cowok merebahkan dirinya di ranjang berukuran queen bed bersama dengan kekasihnya. Sang kekasih tersenyum puas, ”Youre acting is sick , Sayang! Kayaknya kamu pantes masuk nominee Piala Oscar deh,” pujinya dengan tulus. (bersambung)
Vania M. Bernadette
Sekarang, pasti Lara sudah bisa menjelaskan semuanya! Ugh! Lara memukul setirnya dengan kesal. Kenapa sih... selalu aja hal-hal nggak penting kayak tadi, harus terjadi di saat yang paling genting? Lara menggerutu sebal. Echa juga dengan sengaja mematikan handphone -nya, agar tidak bisa dihubungi. Bener-bener deh, Echa! Ini semua kan, demi kebaikannya juga.
Masa sih dia nggak percaya sama sahabatnya sendiri? Lara hanya bisa menghela napas panjang dan mencoba menenangkan diri agar dia menemukan jalan keluar. Sepertinya, Lara harus meminta bantuan Keenan. Siapa tahu aja Echa mau mendengarkan kata-katanya, soalnya mereka juga bersahabat dekat. Lara pun segera menghubungi handphone Keenan, tapi sayang dia tak mengangkatnya. Malah suara lembut operator yang menyampaikan kalo dia lagi di luar area. ”Ih!
Dasar geblek! Kemaren, bilangnya kalo butuh apa-apa, telepon gue aja ya? sekarang, gue hubungin malah nggak bisa! Ngeselin banget sih tuh orang!” maki Lara kesal. Saking sebalnya, dia sampe nggak lihat ada motor yang hampir menyerempet mobilnya. Udah lagi kesel begini, ada aja lagi ulah si pengendara motor. Alhasil, si pengendara jadi sasaran empuk Lara buat diomelin.
”Woi, Mas! Kalo nggak bisa bawa motor, nggak usah belagak punya motor gede deh! Buat gaya-gayaan doang? Najis banget sih lo!” Lara berteriak-teriak dari dalam mobilnya. Si pengendara motor gede itu tiba-tiba menghalanginya jalannya dan turun dari motornya dengan helm yang belum dibuka. Lara semakin tersulut emosi dan membuka kaca mobilnya.
Dan.... Ia tak bisa berkata-kata, ketika tahu siapa yang baru saja hampir menyerempet mobilnya. Dia... ”M-mas?” Lara tiba-tiba canggung, tersipu-sipu. Mau marah pun dia nggak tega jadinya, si cowok ini nggak berhenti senyum dari tadi. ”Oh... jadi si Mbaknya toh. Sori ya, Mbak. Saya nggak hatihati, mobilnya Mbak nggak apaapa kan?”
Lara tersenyum lalu menggeleng. Dalem hati, Lara berkata, ampun ini cowok, udah ganteng, baik, ramah... bikin speechless aja. ”Nggak, kok. Maaf ya, Mas. Saya lagi ada keperluan ini, buru-buru banget. Jadi emosi.” ”Nggak apa-apa, Mbak. Yang penting mobilnya Mbak nggak kenapa-napa, kalo kenapa-napa, bisa repot saya gantinya, ntar.” ”Beneran, Mas.
Nggak apa-apa. Ya udah, saya duluan ya, Mas.” Lara bersiap menancapkan gasnya, setelah menaikkan kaca mobilnya, dan si cowok ganteng cowok itu menunggu sampai Lara menancapkan gasnya, baru dia menyusul di belakangnya. Lara berdecak kagum, di dalam mobil. Untuk pertama kalinya setelah dua puluh enam tahun hidup, dia bertemu dengan penabrak yang sesabar si ganteng itu.
Coba kalo sama yang lain, pasti udah abis Lara dimaki-maki. Eh... tapi ngomongngomong, si ganteng itu... namanya siapa ya? Untuk ukuran cowok seganteng doi, nggak mungkin namanya Paijo kan?
Ah... astaga. Lagi-lagi si ganteng berhasil menyita pikiran Lara, jadi lupa... kalo Lara harus kembali menghubungi Echa. Lara mengetukkan telunjuknya di setir mobil, menggigit ujung bibirnya, menutup matanya rapat-rapat, dan... apa ia harus menghubungi Ardio? Tapi, kalo dia telepon, pasti cowok itu merasa menang, karena kondisi persahabatan Lara dan Echa yang hancur.
Duh! Lara kehabisan ide lagi. Sudah begitu, Keenan pake acara nggak bisa dihubungi, pula. Padahal dia butuh banget, menghubungi cowok itu. Lantunan salah satu soundtrack drama Korea favorit Lara menjerit kencang di handphone -nya. Keenan, rupanya. ”Eh, lo dari tadi gue hubungin ke mana aja sih? Penting banget nih!” semprot Lara langsung tanpa ampun. ”Lo lupa kalo hari Sabtu gue juga harus kerja?” ketus Keenan, mematikan gairah Lara untuk berargumen dengannya.
”...Nan, Echa kabur,” desah Lara terisak. Keenan bisa mendengar suara parau milik gadis itu, sepertinya dia begitu sedih karena masalah ini. ”Terus? Nyerah gitu aja?” balas Keenan. ”Nyerah gitu aja?” Suara Lara terdengar bersemangat, ia sepertinya tahu harus mengejar Echa ke mana. ”Nan, thank you ya!” Tit! Cowok itu hanya mengumbar senyum kecil di seberang sana.
”Sayang... aku pikir, rencana kita akan berhasil, deh.” Seorang cowok merebahkan dirinya di ranjang berukuran queen bed bersama dengan kekasihnya. Sang kekasih tersenyum puas, ”Youre acting is sick , Sayang! Kayaknya kamu pantes masuk nominee Piala Oscar deh,” pujinya dengan tulus. (bersambung)
Vania M. Bernadette
(ftr)