Dua Pasang Hati
A
A
A
”Nan, gue minta tolong jaga sikap sama gue,” ucap Lara tertahan. Membuat cowok itu tersenyum. Senyuman yang menurut Lara begitu menyakitkan.
”Jaga sikap? Emangnya gue pernah ngapa-ngapain lo?” tanya cowok itu tanpa rasa bersalah. Pengen banget ditoyor pake stetoskop kan mulutnya? ”Gue serius, Nan. Jangan ikut campur soal masalah gue sama Echa,” peringat Lara. ”Siapa yang mau ikut campur sih? Justru bukannya lo yang selalu minta pendapat gue mengenai masalah ini?” balas cowok itu, memandangnya tajam.
”Maka itu gue nggak mau lagi minta pendapat lo. Cukup sekali itu, udah jelas lo kasih advice ke gue. Thank you .” Keenan bangkit berdiri, ”Oke, kalo itu mau lo. Mulai sekarang, nggak usah cari gue lagi.” Suara cowok itu kembali dingin, diiringi dengan tatapan matanya yang datar, seolah menuruti keinginan Lara. Ia pun bergegas meninggalkan Lara menuju mobilnya. Lara memandang nanar punggung Keenan, kenapa sekarang dia malah sedikit menyesal dengan ucapannya barusan?
Lara tidak bisa mengerti jalan pikirannya, yang terus menyuruhnya menjauh dari cowok itu, sementara hatinya memintanya untuk terus di sisi dokter itu. Ia kembali ke mobil, dengan sedikit air mata yang terjatuh di pipinya. Ini sama aja kayak sembilan tahun lalu... Lara bergumam sedih. Hanya Keenan dan cuma cowok itu, yang bisa dengan bebasnya meluluh-lantahkan seluruh perasaannya ini, tanpa menyisakan rasa marah sedikitpun di benak Lara. Hanya Keenan.
Dua Belas
Semenjak Echa tidak ingin berbicara dengannya mengenai masalah ini, Lara akhirnya memilih mengirim chat BBM pada cewek itu. Lara Ardenia: Cha its okay, kalo lo belum mau maafin gue soal Ardio. Gue nggak ada maksud untuk ngejatuhin Ardio di mata lo. Gue nggak mau lo salah pilih laki aja, kok. Tapi... kalo emang lo cinta sama dia, coba ajak ngmng dia baik-baik. Biar semuanya jelas dan nggak salah paham. Btw... I miss u babe , bener deh! Gw pengen cerita byk bgt nih sm loooo Lima menit... sepuluh menit... Gadis itu benerbener tidak membalasnya.
Lara menghela napas panjang, dia tidak bisa berbuat apa-apa, kalo sudah begini. Sepertinya menangis pun, sudah nggak ada guna. Echa bener-bener cinta mati pada Ardio, dan nggak ada yang bisa ganggu gugat. Tak terasa, sudah malam. Perjuangan Lara sepertinya harus berakhir sampai di sini, daripada ia stres soal Echa, ia pun memilih merehatkan pikirannya sejenak dengan menyalakan televisi, memutar acara musik, kesukaannya. Mudahmudahan saja, bisa menghibur dirinya.
Tulus? Wah! Penyanyi jazz terfavorit Lara sedang tampil, kirakira lagu apa yang akan dibawakannya ya? Sepatu? Teman Hidup? Gajah? Sepertinya perkiraan Lara salah, dia membawakan lagu yang berjudul, Tuan Nona Kesepian. Galau amat tuh lagu.. pikir Lara dalam hati.
Namun kira-kira seperti apa ya lagunya? Coba didengarkan... Tuan kesepian... tak punya teman Hatinya rapuh, tapi berlagak tangguh oh.. Nona tak berkawan tak pernah rasakan cinta Sungguh pandai berkhayal, mimpi adalah alamnya Mereka berdua bertemu di satu sudut taman kota Bertatap tapi tak bicara masing-masingnya menganalisa Nona berkata: Tuan apa yang salah padamu, mengapa wajahmu ada seribu Tuan apa yang salah padamu, seakan dunia hanya kamu kamu kamu Tuan berkata: Nona apa yang salah padamu, apa enaknya tenggelam dalam khayal Nona apa yang salah padamu, kau tahu ku tak punya hati kamu masih saja menanti Mereka terlarut dalam ego, hati tertutup tuk dengar kataku Berkata tapi tak berkaca, semua orang hanya angin lalu Nona jatuh cinta pada tuan, tuan menunggu yang lain Nona tak peduli walau tuan, tak pernah peduli sekitarnya Setiap syair lagu yang dibawakan Tulus, membekukan seluruh tubuhnya.
Tulus, pintar sekali menyindirnya saat ini. Astaga... kenapa setiap liriknya seolah begitu sesuai dengan hatinya saat ini? Mau marah... tapi dia mana bisa? Kenal Tulus aja dia nggak. Kalimat terakhir dari lirik lagu tersebut, sepertinya paling tepat untuknya saat ini. Dari dulu, Lara emang nggak pernah peduli whether Keenan membalas perasaannya atau tidak, dengan bodohnya ia tetap saja menanti cowok itu, walau Keenan bersikap dingin padanya, selalu. Tapi kali ini, Lara nggak boleh lemah. (bersambung)
Oleh:
Vania M. Bernadette
”Jaga sikap? Emangnya gue pernah ngapa-ngapain lo?” tanya cowok itu tanpa rasa bersalah. Pengen banget ditoyor pake stetoskop kan mulutnya? ”Gue serius, Nan. Jangan ikut campur soal masalah gue sama Echa,” peringat Lara. ”Siapa yang mau ikut campur sih? Justru bukannya lo yang selalu minta pendapat gue mengenai masalah ini?” balas cowok itu, memandangnya tajam.
”Maka itu gue nggak mau lagi minta pendapat lo. Cukup sekali itu, udah jelas lo kasih advice ke gue. Thank you .” Keenan bangkit berdiri, ”Oke, kalo itu mau lo. Mulai sekarang, nggak usah cari gue lagi.” Suara cowok itu kembali dingin, diiringi dengan tatapan matanya yang datar, seolah menuruti keinginan Lara. Ia pun bergegas meninggalkan Lara menuju mobilnya. Lara memandang nanar punggung Keenan, kenapa sekarang dia malah sedikit menyesal dengan ucapannya barusan?
Lara tidak bisa mengerti jalan pikirannya, yang terus menyuruhnya menjauh dari cowok itu, sementara hatinya memintanya untuk terus di sisi dokter itu. Ia kembali ke mobil, dengan sedikit air mata yang terjatuh di pipinya. Ini sama aja kayak sembilan tahun lalu... Lara bergumam sedih. Hanya Keenan dan cuma cowok itu, yang bisa dengan bebasnya meluluh-lantahkan seluruh perasaannya ini, tanpa menyisakan rasa marah sedikitpun di benak Lara. Hanya Keenan.
Dua Belas
Semenjak Echa tidak ingin berbicara dengannya mengenai masalah ini, Lara akhirnya memilih mengirim chat BBM pada cewek itu. Lara Ardenia: Cha its okay, kalo lo belum mau maafin gue soal Ardio. Gue nggak ada maksud untuk ngejatuhin Ardio di mata lo. Gue nggak mau lo salah pilih laki aja, kok. Tapi... kalo emang lo cinta sama dia, coba ajak ngmng dia baik-baik. Biar semuanya jelas dan nggak salah paham. Btw... I miss u babe , bener deh! Gw pengen cerita byk bgt nih sm loooo Lima menit... sepuluh menit... Gadis itu benerbener tidak membalasnya.
Lara menghela napas panjang, dia tidak bisa berbuat apa-apa, kalo sudah begini. Sepertinya menangis pun, sudah nggak ada guna. Echa bener-bener cinta mati pada Ardio, dan nggak ada yang bisa ganggu gugat. Tak terasa, sudah malam. Perjuangan Lara sepertinya harus berakhir sampai di sini, daripada ia stres soal Echa, ia pun memilih merehatkan pikirannya sejenak dengan menyalakan televisi, memutar acara musik, kesukaannya. Mudahmudahan saja, bisa menghibur dirinya.
Tulus? Wah! Penyanyi jazz terfavorit Lara sedang tampil, kirakira lagu apa yang akan dibawakannya ya? Sepatu? Teman Hidup? Gajah? Sepertinya perkiraan Lara salah, dia membawakan lagu yang berjudul, Tuan Nona Kesepian. Galau amat tuh lagu.. pikir Lara dalam hati.
Namun kira-kira seperti apa ya lagunya? Coba didengarkan... Tuan kesepian... tak punya teman Hatinya rapuh, tapi berlagak tangguh oh.. Nona tak berkawan tak pernah rasakan cinta Sungguh pandai berkhayal, mimpi adalah alamnya Mereka berdua bertemu di satu sudut taman kota Bertatap tapi tak bicara masing-masingnya menganalisa Nona berkata: Tuan apa yang salah padamu, mengapa wajahmu ada seribu Tuan apa yang salah padamu, seakan dunia hanya kamu kamu kamu Tuan berkata: Nona apa yang salah padamu, apa enaknya tenggelam dalam khayal Nona apa yang salah padamu, kau tahu ku tak punya hati kamu masih saja menanti Mereka terlarut dalam ego, hati tertutup tuk dengar kataku Berkata tapi tak berkaca, semua orang hanya angin lalu Nona jatuh cinta pada tuan, tuan menunggu yang lain Nona tak peduli walau tuan, tak pernah peduli sekitarnya Setiap syair lagu yang dibawakan Tulus, membekukan seluruh tubuhnya.
Tulus, pintar sekali menyindirnya saat ini. Astaga... kenapa setiap liriknya seolah begitu sesuai dengan hatinya saat ini? Mau marah... tapi dia mana bisa? Kenal Tulus aja dia nggak. Kalimat terakhir dari lirik lagu tersebut, sepertinya paling tepat untuknya saat ini. Dari dulu, Lara emang nggak pernah peduli whether Keenan membalas perasaannya atau tidak, dengan bodohnya ia tetap saja menanti cowok itu, walau Keenan bersikap dingin padanya, selalu. Tapi kali ini, Lara nggak boleh lemah. (bersambung)
Oleh:
Vania M. Bernadette
(ars)