Dua Pasang Hati
A
A
A
Selanjutnya, Lara akhirnya menelepon sahabat sekaligus si terdakwa yang membuatnya salah kirim pagi ini. Karena dialah yang minta gambar kaus tersebut, katanya mau pesen jika sudah menikah dengan Ardio nanti.
Lara cuma bisa geleng kepala mendengar kelakuan sobatnya yang diluar akal sehat itu. “Monyong lo ya, Cha. Ketawatawa aja lo bisanya,” omel Lara setengah kesal. “Hahaha, teguran tuh dari Tuhan buat lo. Kalo pagi harusnya doa dulu, jangan langsung megang handphone… Bikin dosa buat lakilaki aja lo pagi-pagi,” komentar Echa sok beriman gitu. “Hahaha, halah… dasar.
Tiap pagi bukannya lo yang selalu buat Ardio merem-melek begitu?” Keduanya tertawa-tawa setelahnya. “Eh, Cha. Itu artinya… gue nggak ada menarik-menariknya dong dimata cowok-cowok?” pikir Lara baik-baik. Sepertinya itu maksud dan tujuan perkataan Keenan padanya. “Keenan cuma becanda itu mah. Lo kayak nggak tau, dia kalo becanda lebih frontal dari lo.
Kalian kan kalo jadi, pasangan frontal sedunia.” “Dih, enak aja! Gue mah masih bisa jaga omongan ye. Dia tuh, yang lebih jahat kalo ngomong,” Lara membela diri. Tapi sepertinya… penghinaan Keenan nggak berarti, deh. Buktinya aja, Lara tetap punya fans setia, Gavin. Hihihi, biar tau rasa tuh si Keenan! Biar dada rata gini, masih punya fans. “Ah, si Keenan… nggak tau aja dia, kalo sekarang ada brondong kece yang lagi ngejar-ngejar gue, hihihi..” Lara berucap bangga.
“Didididh… Siapa, Ra? Boleh kali, pamer-pamer dikit, biar Keenan panas luar dalam,” usul Echa menggila. “Belum gue ceritain ya? Lo sih, ngamuknya lama banget kayak orang lahiran. Jadi, sebenernya tiga minggu ini ada yang lagi deketin gue. Namanya Gavin, arsitek baru gitu di Magenta.
Baru masuk tiga minggu yang lalu, umurnya… tiga tahun di bawah gue, sih…” cerita Lara selanjutnya. Echa belum memberi komentar apaapa, setelah lima detik mendengarkan, baru deh Echa “Sial, kayak orang lahiran. Bronski? Wiwiwih, kemajuan banget lo, dikejar bronski. Eh tapi… lo suka dia juga?” “Hmm… nggak tau, Cha. Gue nggak bisa bilang nggak suka dia, anaknya baik sih, lebih perhatian ke gue gitu.”
“Lo yakin mau terima dia? Baru tiga minggu lho, Ra… jangan ambil keputusan cepetcepet. Ntar nyesel,” nasihat Echa serius. “Gue belum kasih jawaban gue. Kaget gue abisnya, tiba-tiba aja dia cium pipi gue kemaren. Entah, hari ini katanya dia mau bawa gue ketemu seseorang,” “Siapa? Kalo menurut gue, Ra… mendingan sih lo pertimbangin mateng-mateng deh.
Bukan karena usianya lebih muda, tapi lo baru kenal dia beberapa minggu. Jangan gampang jatuh cinta, cuma karena perhatiannya yang lebih ke lo. Liat, apa dia bisa nerima lo apa adanya juga..” “Iya, Cha… Sebenernya sih, gue nganggep dia kayak temen biasa aja.” “Is it because you love Keenan back?” Echa langsung menyerang tepat ke sasaran. Lara terdiam nggak tau mau jawab apa.
Namun dari gerakgeriknya Echa sudah paham apa jawaban tak terungkap Lara, senyum gadis itu mengembang seketika. &&&& Sesampainya di kantor, perhatian Gavin pada Lara sudah semakin serius. Orang-orang di Magenta sampe pada gemes, melihat tingkah keduanya yang masih terlihat malumalu. Lara dan Gavin kemana-mana selalu berdua, walaupun disaat tidak ada orang.
Tak jarang cowok itu mengacak rambut Lara dengan sayang, mencubit pelan hidung Lara, atau iseng menggelitik Lara hingga ia kegelian. Siapa yang nggak iri, disayang cowok setampan dan sebaik Gavin? Namun anehnya, sepertinya Lara tidak begitu yakin pada cowok itu. Meski berjuta-juta perhatian telah dicurahkan Gavin padanya, terkadang Lara masih sedikit bersikap dingin pada cowok itu.
Banyak orang yang nggak nyangka, kehadiran Gavin dan Lara– notabenenya masih baru di Magenta, justru menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak kantor. Mereka nampak begitu serasi sejujurnya, tapi entahlah dari pihak masing-masing belum ada konfirmasi mengenai hubungan mereka.
Namun, ada seorang OB lakilaki yang mengetahui sesuatu tentang hubungan mereka. Beberapa minggu yang lalu, OB yang bernama Mas Ijonk itu, tak sengaja mengintip Gavin meletakkan beberapa bunga mawar putih di ruangan Lara diam-diam.
Tak hanya itu, Gavin juga membawakan dua gelas Starbucks yang kemudian diletakkannya di mejanya dan meja Lara. Nah yang pinternya, Gavin meminum Starbucks miliknya lebih dulu, lalu membuangnya jauh-jauh dari sampah kantor, supaya tidak ketahuan. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
Lara cuma bisa geleng kepala mendengar kelakuan sobatnya yang diluar akal sehat itu. “Monyong lo ya, Cha. Ketawatawa aja lo bisanya,” omel Lara setengah kesal. “Hahaha, teguran tuh dari Tuhan buat lo. Kalo pagi harusnya doa dulu, jangan langsung megang handphone… Bikin dosa buat lakilaki aja lo pagi-pagi,” komentar Echa sok beriman gitu. “Hahaha, halah… dasar.
Tiap pagi bukannya lo yang selalu buat Ardio merem-melek begitu?” Keduanya tertawa-tawa setelahnya. “Eh, Cha. Itu artinya… gue nggak ada menarik-menariknya dong dimata cowok-cowok?” pikir Lara baik-baik. Sepertinya itu maksud dan tujuan perkataan Keenan padanya. “Keenan cuma becanda itu mah. Lo kayak nggak tau, dia kalo becanda lebih frontal dari lo.
Kalian kan kalo jadi, pasangan frontal sedunia.” “Dih, enak aja! Gue mah masih bisa jaga omongan ye. Dia tuh, yang lebih jahat kalo ngomong,” Lara membela diri. Tapi sepertinya… penghinaan Keenan nggak berarti, deh. Buktinya aja, Lara tetap punya fans setia, Gavin. Hihihi, biar tau rasa tuh si Keenan! Biar dada rata gini, masih punya fans. “Ah, si Keenan… nggak tau aja dia, kalo sekarang ada brondong kece yang lagi ngejar-ngejar gue, hihihi..” Lara berucap bangga.
“Didididh… Siapa, Ra? Boleh kali, pamer-pamer dikit, biar Keenan panas luar dalam,” usul Echa menggila. “Belum gue ceritain ya? Lo sih, ngamuknya lama banget kayak orang lahiran. Jadi, sebenernya tiga minggu ini ada yang lagi deketin gue. Namanya Gavin, arsitek baru gitu di Magenta.
Baru masuk tiga minggu yang lalu, umurnya… tiga tahun di bawah gue, sih…” cerita Lara selanjutnya. Echa belum memberi komentar apaapa, setelah lima detik mendengarkan, baru deh Echa “Sial, kayak orang lahiran. Bronski? Wiwiwih, kemajuan banget lo, dikejar bronski. Eh tapi… lo suka dia juga?” “Hmm… nggak tau, Cha. Gue nggak bisa bilang nggak suka dia, anaknya baik sih, lebih perhatian ke gue gitu.”
“Lo yakin mau terima dia? Baru tiga minggu lho, Ra… jangan ambil keputusan cepetcepet. Ntar nyesel,” nasihat Echa serius. “Gue belum kasih jawaban gue. Kaget gue abisnya, tiba-tiba aja dia cium pipi gue kemaren. Entah, hari ini katanya dia mau bawa gue ketemu seseorang,” “Siapa? Kalo menurut gue, Ra… mendingan sih lo pertimbangin mateng-mateng deh.
Bukan karena usianya lebih muda, tapi lo baru kenal dia beberapa minggu. Jangan gampang jatuh cinta, cuma karena perhatiannya yang lebih ke lo. Liat, apa dia bisa nerima lo apa adanya juga..” “Iya, Cha… Sebenernya sih, gue nganggep dia kayak temen biasa aja.” “Is it because you love Keenan back?” Echa langsung menyerang tepat ke sasaran. Lara terdiam nggak tau mau jawab apa.
Namun dari gerakgeriknya Echa sudah paham apa jawaban tak terungkap Lara, senyum gadis itu mengembang seketika. &&&& Sesampainya di kantor, perhatian Gavin pada Lara sudah semakin serius. Orang-orang di Magenta sampe pada gemes, melihat tingkah keduanya yang masih terlihat malumalu. Lara dan Gavin kemana-mana selalu berdua, walaupun disaat tidak ada orang.
Tak jarang cowok itu mengacak rambut Lara dengan sayang, mencubit pelan hidung Lara, atau iseng menggelitik Lara hingga ia kegelian. Siapa yang nggak iri, disayang cowok setampan dan sebaik Gavin? Namun anehnya, sepertinya Lara tidak begitu yakin pada cowok itu. Meski berjuta-juta perhatian telah dicurahkan Gavin padanya, terkadang Lara masih sedikit bersikap dingin pada cowok itu.
Banyak orang yang nggak nyangka, kehadiran Gavin dan Lara– notabenenya masih baru di Magenta, justru menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak kantor. Mereka nampak begitu serasi sejujurnya, tapi entahlah dari pihak masing-masing belum ada konfirmasi mengenai hubungan mereka.
Namun, ada seorang OB lakilaki yang mengetahui sesuatu tentang hubungan mereka. Beberapa minggu yang lalu, OB yang bernama Mas Ijonk itu, tak sengaja mengintip Gavin meletakkan beberapa bunga mawar putih di ruangan Lara diam-diam.
Tak hanya itu, Gavin juga membawakan dua gelas Starbucks yang kemudian diletakkannya di mejanya dan meja Lara. Nah yang pinternya, Gavin meminum Starbucks miliknya lebih dulu, lalu membuangnya jauh-jauh dari sampah kantor, supaya tidak ketahuan. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)