Dua Pasang Hati
A
A
A
“Jawab dong, Nan! Masa didiemin gitu aja?” Lara protes pada cowok itu. Emang sulit ya, kalo punya gebetan yang diem-diem kayak Keenan gitu, ngomong cinta aja dia ogah. “Cewek kayak apaan tuh, nembak cowoknya duluan?” “Ih, biarin.
Dari dulu juga semua cewek yang banyakan nembak kamu duluan. Adil dong, aku juga boleh!” balas perempuan itu kemudian. Keenan meringis sebal menatap Lara, dibelainya poni yang menyibak perempuan itu, kemudian bersiapsiap menyentil dahi Lara. Wajah Lara sudah mengkerut ketakutan. Namun alih-alih menyentil, Keenan malah mengecup kening Lara, lama. Lara tersenyum bahagia lagi sesudahnya, ia memeluk tubuh Keenan erat-erat.
“Keenan, kamu mau nggak jadi pacarku?” Lara semakin frontal, dan menunggu jawaban dari cowok itu. Lara melongo saat Keenan menggelengkan kepalanya, kok gue ditolak sih?! Lara meronta dalam hati. “Kok gitu sih, Nan?” protes Lara langsung. “Ya emang gitu, aku nggak mau jadi pacarmu.” Hati Lara mendadak nyeri, karena wajah cowok itu kembali dipasang dingin.
Lara melepaskan pelukannya, kesal. Buat apaan dong tadi dia nyipok kening gue? “Terus? ih kamu ya, nyebelin banget! Udah aku yang ngomong duluan, nembak duluan. Laki-laki apa bukan sih?” Lara merengut panjang lebar, cowok tampan di sampingnya itu malah tersenyum mendengar omelan Lara. “Aku nggak mau jadi pacarmu, buat apaan? Mendingan...” Cowok itu memasang kembali wajah ketatnya “Mendingan apa?!” Emosi Lara mulai naik.
“Mendingan aku jadi suamimu aja,” ujar Keenan dengan wajah jahil. Lara menoleh heran, selanjutnya malah mencubit gemas perut kekasihnya sambil ea tersenyum malu. “Kamu nggak mau, aku jadi suamiku ya?” Cowok itu menatap mata Lara sedih. “Eh, bukan-bukan...nggak gitu...” Air mata Lara hampir turun. “Aku cuma kaget aja...” Keenan hanya mengangguk, tersenyum puas.
“Keenan...aku nggak tau lagi mau ngomong apa, sumpah. Speechless ...” Lara menangkup wajahnya yang menangis bahagia karena Keenan. Kalau saja waktu ini adalah mimpi, dia pasti nggak ingin bangun. Mimpi indah yang membuat Lara hampir tak percaya, Keenanpria yang sembilan tahun lalu dijodohkan dengannya, benarbenar jadi miliknya sekarang. “Jadi jawabanmu apa barusan?” tanya Keenan, menarik tubuh wanita itu di dekapannya.
“Iya, Nan... aku mau kamu jadi suamiku,” jawab Lara tegas, dan menatap mata Keenan penuh sayang, kemudian mengecup pipi cowok itu mesra. “Happy birthday , Lara Sayang,” Bisik Keenan lembut di telinga Lara, sesaat keduanya menghadap plesir pantai yang elok. Cowok itu mendekapnya dari belakang begitu erat, lalu mencium puncak kepalanya. “Hari ini aku ulang tahun, Nan?” Gadis itu membalikkan tubuhnya menghadap Keenan, menatapnya bingung sekaligus bahagia, cowok itu rupanya masih ingat hari ulang tahunnya.
“Aku sampe lupa..” Lara tersenyum malu-malu. Cowok itu tersenyum, “Besok sih lebih tepatnya, tapi sekarang udah jam dua belas. Berarti udah masuk hari ulang tahunmu.” Lara hanya bisa tersenyum sekaligus menangis haru, mendapati cowok yang sepuluh tahun lalu itu membawa mimpi buruk baginya, sekarang berbalik menjadi mimpi indahnya, selama-lamanya.
“Buat kamu..” Keenan memberikannya sebuah kotak berwarna biru. “Apaan nih?” “Buka aja..” Lara menuruti perintah Keenan. Ia membuka kotak itu, lalu tersenyum penuh haru saat mendapat sebuah kalung berlian putih dengan inisial nama K di buah kalungnya. Itu menandakan bahwa Lara sepenuhnya sudah menjadi hak milik Keenan. “Itu...pengganti hadiah ulang tahun kamu, sepuluh tahun yang lalu.”
“Hadiah apa? Bukannya 10 tahun lalu, kamu resmi pacaran sama Feli?” Lara semakin tak mengerti, sepertinya ada satu lagi yang Lara tidak tahu dari si ganteng-ganteng misterius itu. Keenan dan Lara kembali ke vila, sekitar pukul setengah dua pagi, di saat adik dan dua sahabatnya sudah tertidur pulas.
Keenan tersenyum hangat, ketika mendapati foto-foto terselubung yang selama ini tidak diketahui dirinya. Sambil terus menggenggam tangan Lara, dia berjalan pelan menyusuri pelataran vilanya. Cowok itu hanya tersenyum, memandang kekasihnya yang penuh kagum menyaksikan saksi bisu kenangan cinta mereka, “Mereka bertiga jadi penolong buat kita berdua, Ra. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
Dari dulu juga semua cewek yang banyakan nembak kamu duluan. Adil dong, aku juga boleh!” balas perempuan itu kemudian. Keenan meringis sebal menatap Lara, dibelainya poni yang menyibak perempuan itu, kemudian bersiapsiap menyentil dahi Lara. Wajah Lara sudah mengkerut ketakutan. Namun alih-alih menyentil, Keenan malah mengecup kening Lara, lama. Lara tersenyum bahagia lagi sesudahnya, ia memeluk tubuh Keenan erat-erat.
“Keenan, kamu mau nggak jadi pacarku?” Lara semakin frontal, dan menunggu jawaban dari cowok itu. Lara melongo saat Keenan menggelengkan kepalanya, kok gue ditolak sih?! Lara meronta dalam hati. “Kok gitu sih, Nan?” protes Lara langsung. “Ya emang gitu, aku nggak mau jadi pacarmu.” Hati Lara mendadak nyeri, karena wajah cowok itu kembali dipasang dingin.
Lara melepaskan pelukannya, kesal. Buat apaan dong tadi dia nyipok kening gue? “Terus? ih kamu ya, nyebelin banget! Udah aku yang ngomong duluan, nembak duluan. Laki-laki apa bukan sih?” Lara merengut panjang lebar, cowok tampan di sampingnya itu malah tersenyum mendengar omelan Lara. “Aku nggak mau jadi pacarmu, buat apaan? Mendingan...” Cowok itu memasang kembali wajah ketatnya “Mendingan apa?!” Emosi Lara mulai naik.
“Mendingan aku jadi suamimu aja,” ujar Keenan dengan wajah jahil. Lara menoleh heran, selanjutnya malah mencubit gemas perut kekasihnya sambil ea tersenyum malu. “Kamu nggak mau, aku jadi suamiku ya?” Cowok itu menatap mata Lara sedih. “Eh, bukan-bukan...nggak gitu...” Air mata Lara hampir turun. “Aku cuma kaget aja...” Keenan hanya mengangguk, tersenyum puas.
“Keenan...aku nggak tau lagi mau ngomong apa, sumpah. Speechless ...” Lara menangkup wajahnya yang menangis bahagia karena Keenan. Kalau saja waktu ini adalah mimpi, dia pasti nggak ingin bangun. Mimpi indah yang membuat Lara hampir tak percaya, Keenanpria yang sembilan tahun lalu dijodohkan dengannya, benarbenar jadi miliknya sekarang. “Jadi jawabanmu apa barusan?” tanya Keenan, menarik tubuh wanita itu di dekapannya.
“Iya, Nan... aku mau kamu jadi suamiku,” jawab Lara tegas, dan menatap mata Keenan penuh sayang, kemudian mengecup pipi cowok itu mesra. “Happy birthday , Lara Sayang,” Bisik Keenan lembut di telinga Lara, sesaat keduanya menghadap plesir pantai yang elok. Cowok itu mendekapnya dari belakang begitu erat, lalu mencium puncak kepalanya. “Hari ini aku ulang tahun, Nan?” Gadis itu membalikkan tubuhnya menghadap Keenan, menatapnya bingung sekaligus bahagia, cowok itu rupanya masih ingat hari ulang tahunnya.
“Aku sampe lupa..” Lara tersenyum malu-malu. Cowok itu tersenyum, “Besok sih lebih tepatnya, tapi sekarang udah jam dua belas. Berarti udah masuk hari ulang tahunmu.” Lara hanya bisa tersenyum sekaligus menangis haru, mendapati cowok yang sepuluh tahun lalu itu membawa mimpi buruk baginya, sekarang berbalik menjadi mimpi indahnya, selama-lamanya.
“Buat kamu..” Keenan memberikannya sebuah kotak berwarna biru. “Apaan nih?” “Buka aja..” Lara menuruti perintah Keenan. Ia membuka kotak itu, lalu tersenyum penuh haru saat mendapat sebuah kalung berlian putih dengan inisial nama K di buah kalungnya. Itu menandakan bahwa Lara sepenuhnya sudah menjadi hak milik Keenan. “Itu...pengganti hadiah ulang tahun kamu, sepuluh tahun yang lalu.”
“Hadiah apa? Bukannya 10 tahun lalu, kamu resmi pacaran sama Feli?” Lara semakin tak mengerti, sepertinya ada satu lagi yang Lara tidak tahu dari si ganteng-ganteng misterius itu. Keenan dan Lara kembali ke vila, sekitar pukul setengah dua pagi, di saat adik dan dua sahabatnya sudah tertidur pulas.
Keenan tersenyum hangat, ketika mendapati foto-foto terselubung yang selama ini tidak diketahui dirinya. Sambil terus menggenggam tangan Lara, dia berjalan pelan menyusuri pelataran vilanya. Cowok itu hanya tersenyum, memandang kekasihnya yang penuh kagum menyaksikan saksi bisu kenangan cinta mereka, “Mereka bertiga jadi penolong buat kita berdua, Ra. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)