Waspadai! Tahi Lalat Pemicu Kanker Kulit

Kamis, 02 November 2017 - 09:57 WIB
Waspadai! Tahi Lalat...
Waspadai! Tahi Lalat Pemicu Kanker Kulit
A A A
JAKARTA - Waspada tahi lalat yang muncul tiba-tiba di kulit. Bisa jadi itu adalah pertanda kanker kulit jenis melanoma yang paling mematikan dan mudah menyebar.

Meski prevalensinya masih amat rendah, tidak ada salahnya melakukan pemeriksaan sederhana untuk deteksi dini penyakit ini. Di antara beberapa jenis kanker kulit, melanoma maligna atau sering disebut melanoma saja adalah jenis yang paling mematikan.

Di Indonesia, melanoma memang bukan kanker kulit yang sering dijumpai. Data RS Kanker Dharmais, yang sudah terkonfirmasi ada 119 kasus sejak 2005. Namun, karena edukasi dan pengetahuan masyarakat yang kurang, kebanyakan kasus terdiagnosis pada stadium lanjut saat sudah menyebar ke organ lain.

Tidak seperti ras Asia, insiden melanoma justru cukup tinggi pada ras Kaukasian (kulit putih, rambut merah/terang, dan mata biru). Sinar ultraviolet, terutama B dan C, adalah penyebab utama kanker kulit ini.

Melanoma adalah sel kanker yang menyerang sel melanosit, yaitu sel pemberi warna kulit cokelat atau kehitaman. Melanoma termasuk jenis kanker paling ganas karena sangat mudah menyebar. Semakin dalam lokasi melanoma, semakin mudah menyebar.

Dr dr Aida Sofiati Dachlan Hoemardani SpKK(K) dari RS Kanker Dharmais menjelaskan, melanoma dapat terjadi di bagian kulit mana pun, tetapi pada pria kebanyakan di badan dan pada wanita di tungkai bawah. Pada kulit berwarna, kebanyakan dimulai di telapak kaki.

“Di telapak kaki, penyebabnya lebih karena ada trauma, bukan karena sinar UV,” ucap dr Aida dalam diskusi “Terapi Terbaru Melanoma” yang diselenggarakan MSD Indonesia di Jakarta, Senin (30/10/2017).

Melanoma pada ras Kaukasian menduduki peringkat ke-6 sebagai kanker paling sering ditemukan. “Pada stadium 1 dan 2 masih dapat diobati. Tetapi jika sudah masuk stadium 3 dan 4, kematian sangat tinggi. Usia tersering pasien rata-rata di atas 50 tahun. Kematian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan,” ungkap dr Aida.

Penyebab dan faktor risiko adalah paparan sinar UV terus-menerus, riwayat keluarga (jarang di Indonesia), dan paparan sinar matahari terus-menerus pada masa anak-anak atau tanning (menghitamkan kulit). Pada kulit putih risiko lebih tinggi karena jumlah sel melanositnya lebih sedikit.

Periksa Kulit Sendiri
Menurut Aida, melanoma dapat dikenali dari tahi lalat. Memang hanya 30% kanker kulit yang dikenali dari tahi lalat sehingga tidak ada salahnya melakukan SAKURI (periksa kulit sendiri).

Caranya, berdiri di cermin setinggi badan, amati kulit sepanjang badan, untuk bagian belakang dipandu dengan cermin kecil, jangan lewatkan sisi kanan dan kiri badan. Selain itu, memeriksa kepala dengan bantuan hair dryer dan telapak kaki.

Yang dicari adalah tahi lalat dengan gejala ABCDE. A (tahi lalat yang A simetris ), B (B order , tepi tahi lalat tidak bulat atau beraturan), C (C olor , warna tahi lalat tidak rata, ada yang merah, cokelat, hitam), dan D (D iameter , tahi lalat lebih dari 6 mm).

D juga bisa diartikan Difference, yaitu di antara tahi lalat di seluruh tubuh ada satu yang berbeda. Itu yang harus diwaspadai. Ada tambahan lagi kriteria E, yaitu Evolving , membesar dengan cepat. Jika menemukan ada kelainan di atas, segera cek ke dokter untuk memastikan.

Sebelumnya dengan bedah dan kemoterapi, keberhasilan terapi melanoma tidak terlalu tinggi. Saat ini sudah ada terapi baru yang menghasilkan respons terapi sangat bagus dengan imunoterapi. Contoh kasus terbaru adalah mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter.

Jimmy yang usianya sudah lebih dari 80 tahun ini dinyatakan “remisi” dari melanoma metastasis dengan pengobatan imunoterapi anti-PD-1. Dr Suria Nataatmaja, Medical Director MSD Indonesia, menjelaskan, imunoterapi anti-PD-L1 dapat digunakan untuk mengobati melanoma sebagai salah satu pilihan pengobatan melanoma selain radioterapi dan kemoterapi.

“Saat ini anti- PD-1 merupakan satu-satunya imunoterapi yang sudah masuk ke Indonesia. Tahun lalu anti-PD-1 mendapatkan izin BPOM untuk terapi kanker paru dan sejak Oktober 2017 mendapatkan tambahan indikasi untuk terapi melanoma,” pungkas dr Suria. (Sri Noviarni)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6969 seconds (0.1#10.140)