Perawatan Paliatif Cocok untuk Pasien Stadium Lanjut
A
A
A
PERAWATAN paliatif amat dibutuhkan bagi pasien stadium lanjut. Namun, perawatan ini belum banyak dikenal. Meski bukan untuk menyembuhkan, perawatan ini membuat pasien merasa lebih nyaman dan hidup berkualitas.
Dinyatakan sudah stadium lanjut, Marni tinggal menghitung hari. Dokter sudah angkat tangan dan menyarankan keluarga untuk merawat ibu tiga anak itu di rumah saja dengan bekal obat-obatan yang diresepkan.
Akhirnya penderita kanker ovarium tersebut menghabiskan waktu di rumah ditemani anak dan suami. Terkadang kalau sakitnya sedang kambuh, Marni merintih tak tahan rasa sakitnya.
“Kalau sudah begitu, biasa saya barut perutnya dengan minyak kayu putih sambil didoakan,” ujar Novi, putrinya.
Ketergantungan pasien pada keluarga cukup tinggi. Novi merasakan sendiri bagaimana ibunya minum obat harus menunggu dirinya pulang kantor lebih dulu meski di rumah juga ada ayahnya. “Ibu senang kalau kita kumpul di rumah. Pokoknya apa pun yang buat ibu bisa senyum dan nyaman kami usahakan,” kenang Novi.
Keluarga memang sudah siap harus kehilangan Marni, mengingat sudah tidak ada upaya medis yang bisa dilakukan. “Tapi tugas keluarga adalah bagaimana agar hidup pasien masih bisa berkualitas dan minim rasa sakit. Ketika akhirnya beliau napasnya sudah payah, baru kami antar ke rumah sakit sampai akhirnya meninggal,” tutur ibu dua anak ini.
Perawatan bagi pasien stadium lanjut ini merupakan perawatan paliatif yang belum banyak dikenal di masyarakat. Berasal dari kata palliate yang berarti ëmengurangi keparahan tanpa menghilangkan penyebabí. Karena itu, dapat dikatakan bahwa upaya paliatif merupakan suatu cara untuk meringankan atau mengurangi penderitaan.
Perawatan paliatif sekarang sudah menjadi bagian integral dari pendekatan terapetik terhadap pasien tidak menular seperti kanker. Perawatan paliatif membantu seorang penderita kanker untuk hidup lebih nyaman sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik sebagai kebutuhan manusiawi dan hak asasi bagi penderita penyakit yang sulit disembuhkan atau sudah berada pada stadium lanjut.
Prof Dr dr Aru Sudoyo SpPD KHOM FACP selaku Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menjelaskan, pengenalan perawatan paliatif pasien kanker penting untuk terus dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga pelaku rawat, juga bagi masyarakat.
“Perawatan paliatif dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, namun juga bagi keluarganya yang berhadapan langsung dengan penyakit tersebut, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual,” katanya dalam acara t alkshow “Doctor-Patients Communication in Palliatiave Cancer Care” yang diadakan Perhimpunan Dokter Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin), didukung Ferron Par Pharmaceutical.
Bukan Menyembuhkan
Dikatakan Dr Nadia Ayu Mulansari SpPD-KHOM, pelayanan paliatif di rumah sakit belum ada timnya. Namun, umumnya di rumah sakit besar sudah ada yang membentuk tim tersebut karena kebutuhan.
“Tim ini dibutuhkan karena akan mendukung pasien-pasien dengan penyakit kronis,” ujar dr Nadia. Ia menegaskan, perawatan paliatif ini bukan dimaksud untuk penyembuhan melainkan untuk meringankan sebelum, saat, dan setelah terapi.
Mengenai metodenya, Nadia menyebutkan YKI sudah mengadakan program pembekalan perawatan paliatif agar dapat diterapkan di rumah.
Penerapan metode perawatan paliatif menjadi penting karena, menurut data WHO, jumlah pasien kanker bertambah 7 juta orang setiap tahun. Dua pertiga dari angka itu adalah pasien dari negara-negara berkembang.
Di Indonesia, diperkirakan terdapat 100 kasus kanker baru per 100.000 penduduk. Dengan sekitar 240 juta penduduk, Indonesia memiliki 240.000 pasien kanker baru setiap tahunnya.
Agustinus tahu betul pentingnya perawatan paliatif bagi sang bunda yang terkena kanker serviks. Ia memutuskan membawa ibunya ke rumah sakit karena sang ibu sudah tidak tahan dengan rasa nyeri akibat penyakit kankernya.
“Di sana sebetulnya hanya diberi obat penahan nyeri dari dokter anastesi. Tapi cukup membantu, rasa sakit hilang dan dia bisa tetap berinteraksi dengan keluarga,” kata Agus.
Kendati akhirnya sang ibu kalah dengan penyakitnya, Agus bersyukur ibunya pergi dengan tenang dan tanpa rasa sakit di ujung hayatnya.
Dinyatakan sudah stadium lanjut, Marni tinggal menghitung hari. Dokter sudah angkat tangan dan menyarankan keluarga untuk merawat ibu tiga anak itu di rumah saja dengan bekal obat-obatan yang diresepkan.
Akhirnya penderita kanker ovarium tersebut menghabiskan waktu di rumah ditemani anak dan suami. Terkadang kalau sakitnya sedang kambuh, Marni merintih tak tahan rasa sakitnya.
“Kalau sudah begitu, biasa saya barut perutnya dengan minyak kayu putih sambil didoakan,” ujar Novi, putrinya.
Ketergantungan pasien pada keluarga cukup tinggi. Novi merasakan sendiri bagaimana ibunya minum obat harus menunggu dirinya pulang kantor lebih dulu meski di rumah juga ada ayahnya. “Ibu senang kalau kita kumpul di rumah. Pokoknya apa pun yang buat ibu bisa senyum dan nyaman kami usahakan,” kenang Novi.
Keluarga memang sudah siap harus kehilangan Marni, mengingat sudah tidak ada upaya medis yang bisa dilakukan. “Tapi tugas keluarga adalah bagaimana agar hidup pasien masih bisa berkualitas dan minim rasa sakit. Ketika akhirnya beliau napasnya sudah payah, baru kami antar ke rumah sakit sampai akhirnya meninggal,” tutur ibu dua anak ini.
Perawatan bagi pasien stadium lanjut ini merupakan perawatan paliatif yang belum banyak dikenal di masyarakat. Berasal dari kata palliate yang berarti ëmengurangi keparahan tanpa menghilangkan penyebabí. Karena itu, dapat dikatakan bahwa upaya paliatif merupakan suatu cara untuk meringankan atau mengurangi penderitaan.
Perawatan paliatif sekarang sudah menjadi bagian integral dari pendekatan terapetik terhadap pasien tidak menular seperti kanker. Perawatan paliatif membantu seorang penderita kanker untuk hidup lebih nyaman sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik sebagai kebutuhan manusiawi dan hak asasi bagi penderita penyakit yang sulit disembuhkan atau sudah berada pada stadium lanjut.
Prof Dr dr Aru Sudoyo SpPD KHOM FACP selaku Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menjelaskan, pengenalan perawatan paliatif pasien kanker penting untuk terus dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga pelaku rawat, juga bagi masyarakat.
“Perawatan paliatif dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, namun juga bagi keluarganya yang berhadapan langsung dengan penyakit tersebut, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual,” katanya dalam acara t alkshow “Doctor-Patients Communication in Palliatiave Cancer Care” yang diadakan Perhimpunan Dokter Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin), didukung Ferron Par Pharmaceutical.
Bukan Menyembuhkan
Dikatakan Dr Nadia Ayu Mulansari SpPD-KHOM, pelayanan paliatif di rumah sakit belum ada timnya. Namun, umumnya di rumah sakit besar sudah ada yang membentuk tim tersebut karena kebutuhan.
“Tim ini dibutuhkan karena akan mendukung pasien-pasien dengan penyakit kronis,” ujar dr Nadia. Ia menegaskan, perawatan paliatif ini bukan dimaksud untuk penyembuhan melainkan untuk meringankan sebelum, saat, dan setelah terapi.
Mengenai metodenya, Nadia menyebutkan YKI sudah mengadakan program pembekalan perawatan paliatif agar dapat diterapkan di rumah.
Penerapan metode perawatan paliatif menjadi penting karena, menurut data WHO, jumlah pasien kanker bertambah 7 juta orang setiap tahun. Dua pertiga dari angka itu adalah pasien dari negara-negara berkembang.
Di Indonesia, diperkirakan terdapat 100 kasus kanker baru per 100.000 penduduk. Dengan sekitar 240 juta penduduk, Indonesia memiliki 240.000 pasien kanker baru setiap tahunnya.
Agustinus tahu betul pentingnya perawatan paliatif bagi sang bunda yang terkena kanker serviks. Ia memutuskan membawa ibunya ke rumah sakit karena sang ibu sudah tidak tahan dengan rasa nyeri akibat penyakit kankernya.
“Di sana sebetulnya hanya diberi obat penahan nyeri dari dokter anastesi. Tapi cukup membantu, rasa sakit hilang dan dia bisa tetap berinteraksi dengan keluarga,” kata Agus.
Kendati akhirnya sang ibu kalah dengan penyakitnya, Agus bersyukur ibunya pergi dengan tenang dan tanpa rasa sakit di ujung hayatnya.
(don)