Anak Rentan Terpapar HIV, Sifilis dan Hepatitis B
A
A
A
JAKARTA - Infeksi penyakit menular HIV, sifilis, dan hepatitis B yang menimpa ibu hamil tak hanya mengancam kualitas hidup anak yang dikandungnya, tetapi juga mengancam ibu dan anaknya yang sudah lahir.
Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevelansi penularan virus HIV pada ibu hamil ke anak yang di kandungnya sebesar 0,3%, sifilis (1,7%), dan hepatitis B (2,5%). Adapun risiko penularan dari ibu ke anak untuk HIV adalah 20-40%, sifilis 69-80%, dan hepatitis B lebih dari 90%.
Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes Eny Gustina mengatakan pola penularan ketiga virus tersebut relatif sama, yakni melalui hubungan seksual, pertukaran/kontaminasi darah, dan secara vertikal dari ibu ke anak.
“Maka itu, Kementerian Kesehatan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara bersama-sama atau yang disebut dengan Triple Eliminasi,” ungkapnya saat mengisi acara bertajuk bertajuk “Permasalahan dan Upaya Pencegahan Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak” di Jakarta kemarin.
Eny menjelaskan, dalam upaya mencegah penularan ketiga virus itu, Kemenkes telah membuat lima strategi program pencegahan.
Pertama, meningkatkan akses dan kualitas layanan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi/anak sesuai standar.
Kedua, meningkatkan peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam penata laksanaan yang diperlukan untuk eliminasi penularan.
Ketiga, meningkatkan penyediaan sumber daya di bidang kesehatan.
Keempat, meningkatkan jejaring kerja dan kemitraan, serta kerja sama lintas program dan lintas sektor.
“Sedangkan yang kelima meningkatkan peran serta masyarakat,” jelasnya.
Eny mengungkapkan, pemerintah telah menargetkan program Triple Eliminasi pada 2022 dengan indikator berupa infeksi baru HIV, sifilis, dan hepatitis B pada anak kurang dari 50/100.000 (lima puluh per seratus ribu) kelahiran hidup.
Sementara proses transmisi HIV dari ibu ke anak adalah penyebaran HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui (melalui ASI).
“Untungnya, jika Anda positif HIV, perawatan dengan kombinasi obat HIV dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan kemungkinan penyebaran HIV ke bayi sebelum, selama, atau setelah persalinan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, perawatan paling efektif untuk mencegah transmisi HIV ke bayi apabila di mulai sedini mungkin selama kehamilan. “Namun, ma sih ada berbagai manfaat un tuk memulai perawatan selama persalinan atau setelah bayi lahir,” jelas Eny.
Ketua Badan Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) Nafsiah Mboi mengingatkan agar semua pihak tidak boleh lengah untuk memprioritaskan upaya pencegah an penularan HIV termasuk sifilis dan hepatitis B ke kalangan ibu rumah tangga.
Dia mengingatkan untuk masyarakat mengetahui tentang penyakit menular ini, apalagi hingga saat ini masih banyak yang menjauhi pengidap HIV karena kurangnya pengetahuan.
“Jadi kenapa orang-orang menjauhi, karena takut tertular. Sampai takut bersentuhan, padahal sebenarnya dengan bersentuhan seperti berjabat tangan, sekadar mencium pipi, itu tidak menularkan. HIV tidak akan menular dari keringat, atau dari air liur,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua YKIS Irwanto menyatakan peran stakeholders terkait perlu terus diperkuat untuk keberhasilan penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia.
“Perlu ada kerja sama dari para stakeholder baik pemerintahan, organisasi ke masyarakatan, hingga akademisi/peneliti harus bersama perkuat kerjasama meningkatkan kemampuan untuk preventif dan promotif tentang penularan HIV,” ujarnya. (Binti Mufarida)
Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevelansi penularan virus HIV pada ibu hamil ke anak yang di kandungnya sebesar 0,3%, sifilis (1,7%), dan hepatitis B (2,5%). Adapun risiko penularan dari ibu ke anak untuk HIV adalah 20-40%, sifilis 69-80%, dan hepatitis B lebih dari 90%.
Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes Eny Gustina mengatakan pola penularan ketiga virus tersebut relatif sama, yakni melalui hubungan seksual, pertukaran/kontaminasi darah, dan secara vertikal dari ibu ke anak.
“Maka itu, Kementerian Kesehatan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara bersama-sama atau yang disebut dengan Triple Eliminasi,” ungkapnya saat mengisi acara bertajuk bertajuk “Permasalahan dan Upaya Pencegahan Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak” di Jakarta kemarin.
Eny menjelaskan, dalam upaya mencegah penularan ketiga virus itu, Kemenkes telah membuat lima strategi program pencegahan.
Pertama, meningkatkan akses dan kualitas layanan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi/anak sesuai standar.
Kedua, meningkatkan peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam penata laksanaan yang diperlukan untuk eliminasi penularan.
Ketiga, meningkatkan penyediaan sumber daya di bidang kesehatan.
Keempat, meningkatkan jejaring kerja dan kemitraan, serta kerja sama lintas program dan lintas sektor.
“Sedangkan yang kelima meningkatkan peran serta masyarakat,” jelasnya.
Eny mengungkapkan, pemerintah telah menargetkan program Triple Eliminasi pada 2022 dengan indikator berupa infeksi baru HIV, sifilis, dan hepatitis B pada anak kurang dari 50/100.000 (lima puluh per seratus ribu) kelahiran hidup.
Sementara proses transmisi HIV dari ibu ke anak adalah penyebaran HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui (melalui ASI).
“Untungnya, jika Anda positif HIV, perawatan dengan kombinasi obat HIV dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan kemungkinan penyebaran HIV ke bayi sebelum, selama, atau setelah persalinan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, perawatan paling efektif untuk mencegah transmisi HIV ke bayi apabila di mulai sedini mungkin selama kehamilan. “Namun, ma sih ada berbagai manfaat un tuk memulai perawatan selama persalinan atau setelah bayi lahir,” jelas Eny.
Ketua Badan Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) Nafsiah Mboi mengingatkan agar semua pihak tidak boleh lengah untuk memprioritaskan upaya pencegah an penularan HIV termasuk sifilis dan hepatitis B ke kalangan ibu rumah tangga.
Dia mengingatkan untuk masyarakat mengetahui tentang penyakit menular ini, apalagi hingga saat ini masih banyak yang menjauhi pengidap HIV karena kurangnya pengetahuan.
“Jadi kenapa orang-orang menjauhi, karena takut tertular. Sampai takut bersentuhan, padahal sebenarnya dengan bersentuhan seperti berjabat tangan, sekadar mencium pipi, itu tidak menularkan. HIV tidak akan menular dari keringat, atau dari air liur,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua YKIS Irwanto menyatakan peran stakeholders terkait perlu terus diperkuat untuk keberhasilan penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia.
“Perlu ada kerja sama dari para stakeholder baik pemerintahan, organisasi ke masyarakatan, hingga akademisi/peneliti harus bersama perkuat kerjasama meningkatkan kemampuan untuk preventif dan promotif tentang penularan HIV,” ujarnya. (Binti Mufarida)
(nfl)