Lakon Nyanyi Sunyi Revolusi Ingin Mengangkat Sastra Indonesia
A
A
A
SEBAGAI bentuk komitmen terhadap upaya mengangkat sastra Indonesia ke dalam seni pertunjukan, Titimangsa Foundation didukung Bakti Budaya Djarum Foundation menggelar sebuah pementasan teater bertajuk Nyanyi Sunyi Revolusi.
Pementasan ini mengangkat kisah hidup seorang penyair besar Indonesia, Amir Hamzah, yang dipentaskan pada 2 dan 3 Februari 2019 di Gedung Kesenian Jakarta. Amir Hamzah merupakan salah satu keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat, sebuah kerajaan yang pada masa Hindia Belanda terletak di Sumatera Timur.
Lewat kumpulan puisinya Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941) memosisikan nama Amir Hamzah sedemikian penting dalam kesusastraan Indonesia. H.B. Jassin menyebutnya “Raja Penyair Pujangga Baru”.
Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga dikenal sebagai salah seorang yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional. “Amir Hamzah merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan bahasa Indonesia, dan kecintaannya akan bahasa Indonesia bisa dilihat dari dukungannya pada Sumpah Pemuda yang baru berumur dua tahun serta komitmennya untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai pertemuan dan kehidupan sehari-hari,” ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian.
Menurutnya, kiprah Amir Hamzah inilah yang harus disebarluaskan kepada generasi saat ini bahwa bahasa Indonesia melalui proses tidak mudah untuk menjadi bahasa pemersatu seperti yang kita kenal saat ini.
“Melalui pementasan ini, harapan kami masyarakat Indonesia menjadi lebih bangga pada bahasanya dan khazanah sastra Indonesia di mana karya sastra itu menggambarkan serta mampu menjadi sumber untuk menggali identitas dan peradaban suatu bangsa,” ucap Renitasari.
Sementara itu, produser pementasan dari Titimangsa Foundation, Happy Salma menuturkan, dirinya sudah lama jatuh hati pada sajak-sajak Amir Hamzah yang syahdu, penuh dengan kesenduan, tetapi juga dengan kuat mengungkapkan banyak lapisan baru dalam karya puisi pada zaman itu.
Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga punya peran besar dalam lahirnya republik. Saat masih sekolah di AMS Solo, Amir sudah aktif bersama teman-teman sekolahnya dalam berbagai perkumpulan pemuda, seperti Jong Sumatera. "Amir juga tergabung dalam perkumpulan ‘Indonesia Moeda’ yang menyuarakan kesadaran nasionalisme melawan kolonialisme Belanda,” ungkap Happy.
Naskah pementasan pertunjukkan sendiri ditulis Ahda Imran dan disutradarai Iswadi Pratama, sutradara Teater Satu Lampung yang karya terbarunya banyak dipentaskan bersama Teater Satu di Jepang dan Australia.
Titimangsa Foundation menghadirkan pemain film Lukman Sardi sebagai Amir Hamzah dan Prisia Nasution sebagai Tengku Tahura. Hadir juga pelakon seni drama, Sri Qadariatin dan Dessy Susanti berperan sebagai Tengku Kamaliah.
Pementasan ini mengangkat kisah hidup seorang penyair besar Indonesia, Amir Hamzah, yang dipentaskan pada 2 dan 3 Februari 2019 di Gedung Kesenian Jakarta. Amir Hamzah merupakan salah satu keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat, sebuah kerajaan yang pada masa Hindia Belanda terletak di Sumatera Timur.
Lewat kumpulan puisinya Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941) memosisikan nama Amir Hamzah sedemikian penting dalam kesusastraan Indonesia. H.B. Jassin menyebutnya “Raja Penyair Pujangga Baru”.
Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga dikenal sebagai salah seorang yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional. “Amir Hamzah merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan bahasa Indonesia, dan kecintaannya akan bahasa Indonesia bisa dilihat dari dukungannya pada Sumpah Pemuda yang baru berumur dua tahun serta komitmennya untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai pertemuan dan kehidupan sehari-hari,” ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian.
Menurutnya, kiprah Amir Hamzah inilah yang harus disebarluaskan kepada generasi saat ini bahwa bahasa Indonesia melalui proses tidak mudah untuk menjadi bahasa pemersatu seperti yang kita kenal saat ini.
“Melalui pementasan ini, harapan kami masyarakat Indonesia menjadi lebih bangga pada bahasanya dan khazanah sastra Indonesia di mana karya sastra itu menggambarkan serta mampu menjadi sumber untuk menggali identitas dan peradaban suatu bangsa,” ucap Renitasari.
Sementara itu, produser pementasan dari Titimangsa Foundation, Happy Salma menuturkan, dirinya sudah lama jatuh hati pada sajak-sajak Amir Hamzah yang syahdu, penuh dengan kesenduan, tetapi juga dengan kuat mengungkapkan banyak lapisan baru dalam karya puisi pada zaman itu.
Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga punya peran besar dalam lahirnya republik. Saat masih sekolah di AMS Solo, Amir sudah aktif bersama teman-teman sekolahnya dalam berbagai perkumpulan pemuda, seperti Jong Sumatera. "Amir juga tergabung dalam perkumpulan ‘Indonesia Moeda’ yang menyuarakan kesadaran nasionalisme melawan kolonialisme Belanda,” ungkap Happy.
Naskah pementasan pertunjukkan sendiri ditulis Ahda Imran dan disutradarai Iswadi Pratama, sutradara Teater Satu Lampung yang karya terbarunya banyak dipentaskan bersama Teater Satu di Jepang dan Australia.
Titimangsa Foundation menghadirkan pemain film Lukman Sardi sebagai Amir Hamzah dan Prisia Nasution sebagai Tengku Tahura. Hadir juga pelakon seni drama, Sri Qadariatin dan Dessy Susanti berperan sebagai Tengku Kamaliah.
(don)