Dominasi Musik Rock Telah Berakhir, Hip Hop Makin Mendunia
A
A
A
NEW YORK - Dominasi musik rock disebut-sebut telah berakhir. Saat ini tidak ada satu pun grup band rock yang meraih posisi 10 besar, baik dalam jajaran Top 40, tangga lagu Billboard maupun Spotify. Posisi teratas kini diambil alih musik hip hop, R&B, dan pop. Program penghargaan tahunan untuk band-band rock versi Grammy juga sudah lama hilang.
Forbes menulis, pasar yang kuat untuk rock dan subgenrenya memang masih ada terutama dalam pertunjukan live. Namun, genre ini sudah tidak ada lagi di jajaran tangga-tangga lagu terbaru di mana pun. Festival peringatan 50 tahun Woodstock-salah satu momen yang mengubah sejarah Rock and Roll versi majalah Rolling Stone-Agustus mendatang di New York, AS, memang banyak diperbincangkan.
Namun, Woodstock 2019 gagal merebut hati milenial. popularitasnya tidak setinggi yang digalang penyanyi rap Jay-Z, elektro-pop Halsey atau bintang pop Miley Cyrus. Tahun 1990-an dilihat para ahli sebagai masa akhir era kejayaan musik rock.
“Genre itu telah lama pudar dari popularitas dan keuntungan (bisnis) setelah kalah bersaing dengan pop, hip hop, dan EDM (electronic dance music). Dari standar itu, musik rock boleh dikatakan di ambang kepunahan,” kata ahli musik dari Vice, Dan Ozzi, dikutip timesindia.com.
Mantan manajer Nirvana, Danny Goldberg, juga mengatakan hip hop sudah mulai menggeser rock dan menarik banyak minat anak muda sejak pertengahan 1990-an. “Hip hop menjadi suara mayoritas budaya anak muda saat ini. Sama seperti rock dulu, hip hop menjadi genre seni yang amat transformatif,” jelas Goldberg.
Ahli musik dari Universitas Dalhousie Kanada, Jacqueline Warwick, mengatakan bahwa rock banyak dilihat sebagai genre musik yang serius dan kelam, berbeda dengan hip hop dan pop yang lebih ringan dan ceria. Rock juga identik dengan rambut gondrong, gaya yang tak populer lagi di kalangan sebagian besar masyarakat.
Deanna Adams menambahkan, dengan banyaknya musisi rock yang meninggal dunia seperti Chester Bennington, vokalis Linkin Park, inovasi di dunia rock berakhir. Tidak ada generasi baru yang mampu meneruskan branding dan kreativitas band-band rock zaman dulu, baik pop rock, slow rock, ataupun rock murni.
“Ketika mereka meninggal dunia, kita tidak hanya berbelasungkawa terhadap kematiannya, tapi juga jenis musik yang dipopularitaskannya,” kata Adams. Adams tak menampik di luar sana banyak band-band rock baru. Namun, brand mereka tidak sekuat Metallica, Gun n Roses, Steel Heart, Van Halen, atau Scorpion.
Penurunan popularitas rock sebenarnya dimulai beberapa tahun lalu. Pada dekade 2000-an, pop rock menjadi genre yang mewakili musik rock di puncak tangga nada Billboard Hot 100 AS. Meski demikian, pop rock harus berjuang keras untuk bertahan antara 2009-2011 menyusul membanjirnya musik-musik dance dan elektro di berbagai stasiun radio.
Beberapa band rock yang berhasil melakukan inovasi seperti Imagine Dragons, Fallout Boy, dan Avenged Sevenfold lolos dalam persaingan. Dari segi demografi, musik rock modern lebih banyak dinikmati anak laki-laki muda, sedangkan kebanyakan perempuan lebih banyak memilih musik pop.
Meski rocker perempuan seperti 10.000 Maniacs dan Alanis Morissette menuai sukses besar, mereka tetap tidak mampu menarik konsumen perempuan. Pada 2006, situs web smartgirl.com melakukan survei terkait selera musik kaum hawa di seluruh dunia. Survei itu tidak membubuhkan persentase.
Namun, genre rock tidak berdiri sendiri dan hanya ada di dalam “kategori yang lain” dan menjadi bagian terkecil pie chart. Konsumen musik rock juga terus turun setiap tahun. Musik rock juga lebih banyak disukai orang kulit putih. Anak muda Asia, Amerika Latin, dan Afrika sangat jarang menyukai musik rock. Selain itu, rock dikenal sebagai musik dengan citra maskulin.
Rocker perempuan zaman baheula seperti Janis Joplin dan Joan Jett, mengaku sukses menjadi bintang rock setelah memiliki gaya tomboy. Album dan single hit musik rock juga tidak banyak terjual. Sebagian besar band-band rock meraup pendapatan dari konser. Dengan sepinya peminat, para musisi muda juga jarang yang terjun ke genre rock.
Band rock dan metal saat ini sangat jarang menandatangani kontrak dengan label besar dan memilih indie. Pada zaman sekarang, tidak ada band rock yang mampu mengguncang atmosfer seperti Led Zeppelin, Nirvana, atau Metallica. Salah satu band rock yang cukup terkenal dan melakukan konser besar ialah Rival Sons. Band-band indie sangat kesulitan mempromosikan lagu mereka, bahkan konser mereka tidak pernah sukses.
Sebagian penggemar musik rock dinilai masih terpaku dengan band-band tua tahun 1990-an. Faktanya, fans Metallica yang rela mengikuti idolanya ke mana pun mereka pergi membuat band tersebut tetap hidup. Seperti perusahaan, Metallica memiliki label yang kuat sehingga mampu bertahan selama lebih dari tiga dekade.
Dengan adanya YouTube, sebagian orang mengatakan band-band rock baru dapat melakukan promosi dan distribusi langsung tanpa memerlukan bantuan label. Mereka dapat menciptakan sensasi dan viral ke seluruh dunia. Namun, sejauh ini tidak ada band dadakan yang berhasil. Popularitas mereka bahkan tidak naik.
“Rock bukanlah musik anak muda pada zaman sekarang. Nasibnya sama seperti jaz pada awal 1980-an,” kata seorang penulis, Bill Flanagan. Pembuatan musik rock dinilai lebih rumit dibandingkan pop, baik dari segi instrumen, lirik, ataupun melodi lagu.
Bagaimana pandangan musisi rock nasional? Vokalis Kotak, Tantri Syalindri Ichlasari atau yang akrab disapa Tantri Kotak, menolak rock di ambang kepunahan. “Musik rock tidak pernah mati, penggemar setianya selalu bertahan di sudut belahan bumi mana pun, terlebih di Indonesia terutama daerah kota-kota kecil,” ujarnya.
Dia mencontohkan, dalam beberapa tahun ini masih ada festival musik rock yang tak pernah sepi penonton. Namun, Tantri mengakui bahwa radio dan televisi sudah sangat jarang menyajikan musik rock.
Artinya, pasar memang sedang kurang ramah kepada rock. “Tapi saya optimistis musik rock bahkan metal kembali bergema lagi di Tanah Air. Kuncinya adalah adaptif dengan perubahan baik musik maupun fashion tanpa meninggalkan ruh rock,” tegasnya. Musisi lain, Stevie Morley Item, menyayangkan saat ini tempat bagi musisi rock untuk manggung kian sedikit. Tergerus dengan banyaknya tempat untuk menikmati musik disko.
Padahal, salah satu sensasi menikmati rock adalah saat pertujukan live. Dia juga mengakui bahwa generasi muda saat ini tidak memandang musik rock sebagai suatu pilihan yang ‘cool’ atau hype untuk dilekatkan sebagai bagian dari proses pembentukan kepribadian dan jati diri mereka. “Akhirnya banyak musisi rock yang memilik jadi musisi rumahan, produser atau content creator,” katanya.
Musisi metal, Roy Jeconiah, menyatakan regenerasi musisi rock terus berjalan hanya kurang terekspos. Dia mencontohkan, band metal asal Solo, Down For Life, menjadi wakil Indonesia dalam festival musik metal paling prestisius yang digelar di Jerman awal Agustus 2018. Mereka terpilih karena mengombinasikan unsur tradisional Jawa, baik dari segi musik maupun tampilan visual.
Band ini mampu mengolaborasi instrumen metal dengan sampling gamelan Jawa yang membuat instrumen tradisional Jawa ini berkumandang di desa kecil di Utara Jerman, Wacken. Di sana, lebih dari 100 band dan 100.000 metalheads hadir setiap tahun dalam festival musik cadas terbesar di dunia, Wacken Open Air.
Mantan vokalis band rock Boomerang ini pun berharap ada beberapa promotor baru yang mau dan berani membuat terobosan menggelar festival musik rock atau metal dengan kemasan konsep kekinian. Pemerhati musik Irish Riswoyo mengakui bahwa musik rock sedang meredup, tidak seproduktif di masa keemasannya pada ‘60, ‘70, ‘80 dan awal ‘90-an.
Namun, redup tak bisa dikatakan menjelang kepunahan, apalagi disebut mati. Dia menilai saat ini tak banyak media yang mengekspos kegiatan para musisi rock. Terlebih, banyak musisi rock kini memilih jalur indie.
“Buktinya belum lama ini God Bless merilis album kemasan ulang bertajuk ‘Cermin’. Roy Jeconiah juga mengeluarkan singel. Slank, Edane, komunitas I.Ki (Indonesia Kita) tahun kemarin merilis album. Nicky Astria juga sedang proses pembuatan album,” paparnya. Irish juga mengingatkan bahwa ajang rutin musik rock seperti Yogyarockarta, Hammersonic Festival, dan lainnya masih membeludak penontonnya. *
Forbes menulis, pasar yang kuat untuk rock dan subgenrenya memang masih ada terutama dalam pertunjukan live. Namun, genre ini sudah tidak ada lagi di jajaran tangga-tangga lagu terbaru di mana pun. Festival peringatan 50 tahun Woodstock-salah satu momen yang mengubah sejarah Rock and Roll versi majalah Rolling Stone-Agustus mendatang di New York, AS, memang banyak diperbincangkan.
Namun, Woodstock 2019 gagal merebut hati milenial. popularitasnya tidak setinggi yang digalang penyanyi rap Jay-Z, elektro-pop Halsey atau bintang pop Miley Cyrus. Tahun 1990-an dilihat para ahli sebagai masa akhir era kejayaan musik rock.
“Genre itu telah lama pudar dari popularitas dan keuntungan (bisnis) setelah kalah bersaing dengan pop, hip hop, dan EDM (electronic dance music). Dari standar itu, musik rock boleh dikatakan di ambang kepunahan,” kata ahli musik dari Vice, Dan Ozzi, dikutip timesindia.com.
Mantan manajer Nirvana, Danny Goldberg, juga mengatakan hip hop sudah mulai menggeser rock dan menarik banyak minat anak muda sejak pertengahan 1990-an. “Hip hop menjadi suara mayoritas budaya anak muda saat ini. Sama seperti rock dulu, hip hop menjadi genre seni yang amat transformatif,” jelas Goldberg.
Ahli musik dari Universitas Dalhousie Kanada, Jacqueline Warwick, mengatakan bahwa rock banyak dilihat sebagai genre musik yang serius dan kelam, berbeda dengan hip hop dan pop yang lebih ringan dan ceria. Rock juga identik dengan rambut gondrong, gaya yang tak populer lagi di kalangan sebagian besar masyarakat.
Deanna Adams menambahkan, dengan banyaknya musisi rock yang meninggal dunia seperti Chester Bennington, vokalis Linkin Park, inovasi di dunia rock berakhir. Tidak ada generasi baru yang mampu meneruskan branding dan kreativitas band-band rock zaman dulu, baik pop rock, slow rock, ataupun rock murni.
“Ketika mereka meninggal dunia, kita tidak hanya berbelasungkawa terhadap kematiannya, tapi juga jenis musik yang dipopularitaskannya,” kata Adams. Adams tak menampik di luar sana banyak band-band rock baru. Namun, brand mereka tidak sekuat Metallica, Gun n Roses, Steel Heart, Van Halen, atau Scorpion.
Penurunan popularitas rock sebenarnya dimulai beberapa tahun lalu. Pada dekade 2000-an, pop rock menjadi genre yang mewakili musik rock di puncak tangga nada Billboard Hot 100 AS. Meski demikian, pop rock harus berjuang keras untuk bertahan antara 2009-2011 menyusul membanjirnya musik-musik dance dan elektro di berbagai stasiun radio.
Beberapa band rock yang berhasil melakukan inovasi seperti Imagine Dragons, Fallout Boy, dan Avenged Sevenfold lolos dalam persaingan. Dari segi demografi, musik rock modern lebih banyak dinikmati anak laki-laki muda, sedangkan kebanyakan perempuan lebih banyak memilih musik pop.
Meski rocker perempuan seperti 10.000 Maniacs dan Alanis Morissette menuai sukses besar, mereka tetap tidak mampu menarik konsumen perempuan. Pada 2006, situs web smartgirl.com melakukan survei terkait selera musik kaum hawa di seluruh dunia. Survei itu tidak membubuhkan persentase.
Namun, genre rock tidak berdiri sendiri dan hanya ada di dalam “kategori yang lain” dan menjadi bagian terkecil pie chart. Konsumen musik rock juga terus turun setiap tahun. Musik rock juga lebih banyak disukai orang kulit putih. Anak muda Asia, Amerika Latin, dan Afrika sangat jarang menyukai musik rock. Selain itu, rock dikenal sebagai musik dengan citra maskulin.
Rocker perempuan zaman baheula seperti Janis Joplin dan Joan Jett, mengaku sukses menjadi bintang rock setelah memiliki gaya tomboy. Album dan single hit musik rock juga tidak banyak terjual. Sebagian besar band-band rock meraup pendapatan dari konser. Dengan sepinya peminat, para musisi muda juga jarang yang terjun ke genre rock.
Band rock dan metal saat ini sangat jarang menandatangani kontrak dengan label besar dan memilih indie. Pada zaman sekarang, tidak ada band rock yang mampu mengguncang atmosfer seperti Led Zeppelin, Nirvana, atau Metallica. Salah satu band rock yang cukup terkenal dan melakukan konser besar ialah Rival Sons. Band-band indie sangat kesulitan mempromosikan lagu mereka, bahkan konser mereka tidak pernah sukses.
Sebagian penggemar musik rock dinilai masih terpaku dengan band-band tua tahun 1990-an. Faktanya, fans Metallica yang rela mengikuti idolanya ke mana pun mereka pergi membuat band tersebut tetap hidup. Seperti perusahaan, Metallica memiliki label yang kuat sehingga mampu bertahan selama lebih dari tiga dekade.
Dengan adanya YouTube, sebagian orang mengatakan band-band rock baru dapat melakukan promosi dan distribusi langsung tanpa memerlukan bantuan label. Mereka dapat menciptakan sensasi dan viral ke seluruh dunia. Namun, sejauh ini tidak ada band dadakan yang berhasil. Popularitas mereka bahkan tidak naik.
“Rock bukanlah musik anak muda pada zaman sekarang. Nasibnya sama seperti jaz pada awal 1980-an,” kata seorang penulis, Bill Flanagan. Pembuatan musik rock dinilai lebih rumit dibandingkan pop, baik dari segi instrumen, lirik, ataupun melodi lagu.
Bagaimana pandangan musisi rock nasional? Vokalis Kotak, Tantri Syalindri Ichlasari atau yang akrab disapa Tantri Kotak, menolak rock di ambang kepunahan. “Musik rock tidak pernah mati, penggemar setianya selalu bertahan di sudut belahan bumi mana pun, terlebih di Indonesia terutama daerah kota-kota kecil,” ujarnya.
Dia mencontohkan, dalam beberapa tahun ini masih ada festival musik rock yang tak pernah sepi penonton. Namun, Tantri mengakui bahwa radio dan televisi sudah sangat jarang menyajikan musik rock.
Artinya, pasar memang sedang kurang ramah kepada rock. “Tapi saya optimistis musik rock bahkan metal kembali bergema lagi di Tanah Air. Kuncinya adalah adaptif dengan perubahan baik musik maupun fashion tanpa meninggalkan ruh rock,” tegasnya. Musisi lain, Stevie Morley Item, menyayangkan saat ini tempat bagi musisi rock untuk manggung kian sedikit. Tergerus dengan banyaknya tempat untuk menikmati musik disko.
Padahal, salah satu sensasi menikmati rock adalah saat pertujukan live. Dia juga mengakui bahwa generasi muda saat ini tidak memandang musik rock sebagai suatu pilihan yang ‘cool’ atau hype untuk dilekatkan sebagai bagian dari proses pembentukan kepribadian dan jati diri mereka. “Akhirnya banyak musisi rock yang memilik jadi musisi rumahan, produser atau content creator,” katanya.
Musisi metal, Roy Jeconiah, menyatakan regenerasi musisi rock terus berjalan hanya kurang terekspos. Dia mencontohkan, band metal asal Solo, Down For Life, menjadi wakil Indonesia dalam festival musik metal paling prestisius yang digelar di Jerman awal Agustus 2018. Mereka terpilih karena mengombinasikan unsur tradisional Jawa, baik dari segi musik maupun tampilan visual.
Band ini mampu mengolaborasi instrumen metal dengan sampling gamelan Jawa yang membuat instrumen tradisional Jawa ini berkumandang di desa kecil di Utara Jerman, Wacken. Di sana, lebih dari 100 band dan 100.000 metalheads hadir setiap tahun dalam festival musik cadas terbesar di dunia, Wacken Open Air.
Mantan vokalis band rock Boomerang ini pun berharap ada beberapa promotor baru yang mau dan berani membuat terobosan menggelar festival musik rock atau metal dengan kemasan konsep kekinian. Pemerhati musik Irish Riswoyo mengakui bahwa musik rock sedang meredup, tidak seproduktif di masa keemasannya pada ‘60, ‘70, ‘80 dan awal ‘90-an.
Namun, redup tak bisa dikatakan menjelang kepunahan, apalagi disebut mati. Dia menilai saat ini tak banyak media yang mengekspos kegiatan para musisi rock. Terlebih, banyak musisi rock kini memilih jalur indie.
“Buktinya belum lama ini God Bless merilis album kemasan ulang bertajuk ‘Cermin’. Roy Jeconiah juga mengeluarkan singel. Slank, Edane, komunitas I.Ki (Indonesia Kita) tahun kemarin merilis album. Nicky Astria juga sedang proses pembuatan album,” paparnya. Irish juga mengingatkan bahwa ajang rutin musik rock seperti Yogyarockarta, Hammersonic Festival, dan lainnya masih membeludak penontonnya. *
(don)