Julia Carin Menderita Kecemasan dan Kepanikan
A
A
A
JULIA mulai terbuka tentang penyakit atau masalah kesehatan mentalnya, yaitu kecemasan dan kepanikan.
Dikutip oleh Glamour, Julia pertama kali merasakan kecemasan ketika menginjak usia 18 tahun. Kala itu dia baru saja menandatangani perjanjian kerja sama album rekaman. Julia merasakan ada banyak tekanan sehingga membuat pikiran serta tubuhnya seperti ikut tertekan.
Dia sempat berpikir akan meninggal saat itu. Hampir setiap hari Julia mengalami sesak napas. Julia selalu mengetuk-ketukkan kakinya di lantai karena khawatir kalau berhenti mengetukkan kaki, dia akan pingsan. Julia juga jadi takut akan segala hal.
Dia takut keluar rumah, makan, menyetir, bahkan menulis lagu. Dia selalu saja berandai-andai. “Hidupku seperti dipenuhi serangkaian kata ‘bagaimana’ dan ‘jika’. Bagaimana jika aku makan ini dan alergi terhadapnya? Bagaimana jika aku mengemudi dan mengalami kecelakaan? Apa yang terjadi jika aku berhenti bergerak? Aku tidak tahu siapa aku.
Aku telah sepenuhnya mengisolasi diri sendiri, bahkan dari hal-hal yang aku sukai. Kejadian seperti ini terus berlanjut selama beberapa tahun,” kisahnya. Julia mengatakan, rasa cemasnya terasa seperti gempa yang mengguncang seluruh tubuh dan dapat berlangsung selama beberapa menit, berjam-jam, bahkan terkadang berhari-hari.
Hal itu digambarkannya seperti Anda sedang berada di California yang bercuaca cerah, lalu tiba-tiba saja berpindah ke musim dingin di Chicago. Julia awalnya merasa kalau berbagi atau membicarakan masalah ini hanya akan membebani orang lain.
“Aku merasa ini adalah sesuatu yang tidak banyak dibicarakan orang dan aku tahu bahwa ketika sedang cemas, aku seperti membebani orang lain. Saat aku berbicara dengan seseorang, aku kerap melihat mata orang itu berkaca-kaca.
Hal itulah yang membuatku merasa tidak enak untuk memberi tahu orang lain tentang bagaimana perasaanku. Aku hanya ingin orang-orang tahu bahwa mereka tidak perlu takut. Pasti ada seseorang di luar sana yang mau mendengarkan.
Jadi, jangan takut untuk membicarakannya. Kalau Anda tidak mau terbuka, itu hanya akan memperburuk keadaan,” urai Julia, seperti dikutip Huffington Post. Kecemasan jugalah yang membuat Julia tak bisa tampil di depan sebagai penyanyi.
Dia tidak sanggup menyanyikan lagu sendiri. “Aku tak pernah benar-benar merasa seperti penyanyi yang tumbuh dewasa. Aku rasanya seperti penulis lagu di dalam keluarga saja, tidak pernah menjadi penyanyi,” ujar Julia dalam episode This is How I Made It.
Julia ingin menyanyikan lagu-lagunya, namun terbentur oleh masalah psikologi yang ia alami. Julia mengatakan, sebagian besar alasan dirinya tidak pernah mengejar mimpi menjadi seorang seniman karena tekanan dan kegelisahannya.
Beruntung,dia selalu mendapat dukungan dari teman-teman di label rekamannya. Mereka menyemangati Julia agar berani tampil dan menyudahi masalah kesehatan mentalnya. Kegelisahan tersebut juga terus menghantui Julia saat ia melakukan tur musik.
“Tapi, ketika mereka terdengar ikut bernyanyi bersamaku, rasanya seperti ‘oke, aku tidak sendirian di sini’,” ujarnya kepada Cosmopolitan. Saat ini cara Julia mengatasi kecemasannya adalah dengan mencari orang-orang di kerumunan, lalu bernyanyi bersama mereka.
“Aku tidak ingin menjalani hidup dengan rasa takut. Aku ingin menaklukkan ketakutanku dan mengendalikannya. Jangan malah ketakutan yang mengendalikanku,” sebutnya.
Pengalaman pada Tahun Pertama
Julia masih mengalami kecemasan dan demam panggung pada tahun pertama kiprahnya sebagai penyanyi. Biasanya ketika ingin tampil, Julia merasa tenggorokan mulai kering, tangan gemetar dan berkeringat, tubuh membeku, dan ia harus terus meyakinkan diri bahwa perasaan ini tidak akan bertahan selamanya.
“Pada tahun-tahun pertama aku mengalami kepanikan. Aku pernah bersembunyi di lorong, melarikan diri, dan orang lain hampir tak bisa menemukanku. Saat masih menjadi penulis lagu, aku tidak pernah menjalani sesi pemotretan, melakukan wawancara, dan terbang sepanjang waktu sehingga jauh dari orang-orang yang aku cintai,” ujar Julia, seperti dikutip Billboard.
Beruntung, Julia punya cara untuk menenangkan dirinya, yakni dengan bersikap rasional. “Tapi, ketika cara itu tidak berhasil, aku melakukan sesuatu yang disebut grounding, di mana aku akan melepas sepatuku di mana pun aku berada dan meletakkan kakiku di tanah. Itu membuatku merasa terpusat, stabil, dan tidak terkurung,” urainya. Pengalaman cemas Julia juga dituangkan ke dalam lagu Anxiety.
Di sini Julia menceritakan rasa cemas serta depresinya secara terbuka dan mendetail. Dia bilang, bercerita tentang kesehatan mentalnya merupakan terapi dan berharap bisa beresonansi terhadap mereka yang mengalami hal serupa. Seiring waktu berjalan, Julia pun mulai belajar tentang bagaimana berpikir positif setiap hari. Dia membuang semua hal negatif dan rutin melakukan terapi.
“Sejak menjalani terapi, aku menyadari betapa besar pengaruhnya ketika kita mau berbicara tentang hal-hal berat yang kita lalui. Semua orang bisa gugup, cemas, atau apa pun, tapi bagi orang-orang yang mengalami serangan panik parah seperti aku, aku benar-benar ingin mereka tahu bahwa aku terus mendukung mereka,” beber Julia.
Menurut Julia, selain menemukan kekuatan dan kepercayaan diri ketika menulis lagu, saat ini dia juga merasakan hal yang sama sebagai seorang penyanyi. “Aku mungkin tidak tahu banyak hal. Tapi, aku tahu satu yang pasti: ini adalah momen paling hidup yang pernah aku rasakan. Mencurahkan emosi-emosi ini, menghadapi ketakutanku, dan menghadapi hal-hal yang belum aku bisa sebelumnya, membuatku semakin kuat tiap hari,” katanya. (Susi Susanti)
Dikutip oleh Glamour, Julia pertama kali merasakan kecemasan ketika menginjak usia 18 tahun. Kala itu dia baru saja menandatangani perjanjian kerja sama album rekaman. Julia merasakan ada banyak tekanan sehingga membuat pikiran serta tubuhnya seperti ikut tertekan.
Dia sempat berpikir akan meninggal saat itu. Hampir setiap hari Julia mengalami sesak napas. Julia selalu mengetuk-ketukkan kakinya di lantai karena khawatir kalau berhenti mengetukkan kaki, dia akan pingsan. Julia juga jadi takut akan segala hal.
Dia takut keluar rumah, makan, menyetir, bahkan menulis lagu. Dia selalu saja berandai-andai. “Hidupku seperti dipenuhi serangkaian kata ‘bagaimana’ dan ‘jika’. Bagaimana jika aku makan ini dan alergi terhadapnya? Bagaimana jika aku mengemudi dan mengalami kecelakaan? Apa yang terjadi jika aku berhenti bergerak? Aku tidak tahu siapa aku.
Aku telah sepenuhnya mengisolasi diri sendiri, bahkan dari hal-hal yang aku sukai. Kejadian seperti ini terus berlanjut selama beberapa tahun,” kisahnya. Julia mengatakan, rasa cemasnya terasa seperti gempa yang mengguncang seluruh tubuh dan dapat berlangsung selama beberapa menit, berjam-jam, bahkan terkadang berhari-hari.
Hal itu digambarkannya seperti Anda sedang berada di California yang bercuaca cerah, lalu tiba-tiba saja berpindah ke musim dingin di Chicago. Julia awalnya merasa kalau berbagi atau membicarakan masalah ini hanya akan membebani orang lain.
“Aku merasa ini adalah sesuatu yang tidak banyak dibicarakan orang dan aku tahu bahwa ketika sedang cemas, aku seperti membebani orang lain. Saat aku berbicara dengan seseorang, aku kerap melihat mata orang itu berkaca-kaca.
Hal itulah yang membuatku merasa tidak enak untuk memberi tahu orang lain tentang bagaimana perasaanku. Aku hanya ingin orang-orang tahu bahwa mereka tidak perlu takut. Pasti ada seseorang di luar sana yang mau mendengarkan.
Jadi, jangan takut untuk membicarakannya. Kalau Anda tidak mau terbuka, itu hanya akan memperburuk keadaan,” urai Julia, seperti dikutip Huffington Post. Kecemasan jugalah yang membuat Julia tak bisa tampil di depan sebagai penyanyi.
Dia tidak sanggup menyanyikan lagu sendiri. “Aku tak pernah benar-benar merasa seperti penyanyi yang tumbuh dewasa. Aku rasanya seperti penulis lagu di dalam keluarga saja, tidak pernah menjadi penyanyi,” ujar Julia dalam episode This is How I Made It.
Julia ingin menyanyikan lagu-lagunya, namun terbentur oleh masalah psikologi yang ia alami. Julia mengatakan, sebagian besar alasan dirinya tidak pernah mengejar mimpi menjadi seorang seniman karena tekanan dan kegelisahannya.
Beruntung,dia selalu mendapat dukungan dari teman-teman di label rekamannya. Mereka menyemangati Julia agar berani tampil dan menyudahi masalah kesehatan mentalnya. Kegelisahan tersebut juga terus menghantui Julia saat ia melakukan tur musik.
“Tapi, ketika mereka terdengar ikut bernyanyi bersamaku, rasanya seperti ‘oke, aku tidak sendirian di sini’,” ujarnya kepada Cosmopolitan. Saat ini cara Julia mengatasi kecemasannya adalah dengan mencari orang-orang di kerumunan, lalu bernyanyi bersama mereka.
“Aku tidak ingin menjalani hidup dengan rasa takut. Aku ingin menaklukkan ketakutanku dan mengendalikannya. Jangan malah ketakutan yang mengendalikanku,” sebutnya.
Pengalaman pada Tahun Pertama
Julia masih mengalami kecemasan dan demam panggung pada tahun pertama kiprahnya sebagai penyanyi. Biasanya ketika ingin tampil, Julia merasa tenggorokan mulai kering, tangan gemetar dan berkeringat, tubuh membeku, dan ia harus terus meyakinkan diri bahwa perasaan ini tidak akan bertahan selamanya.
“Pada tahun-tahun pertama aku mengalami kepanikan. Aku pernah bersembunyi di lorong, melarikan diri, dan orang lain hampir tak bisa menemukanku. Saat masih menjadi penulis lagu, aku tidak pernah menjalani sesi pemotretan, melakukan wawancara, dan terbang sepanjang waktu sehingga jauh dari orang-orang yang aku cintai,” ujar Julia, seperti dikutip Billboard.
Beruntung, Julia punya cara untuk menenangkan dirinya, yakni dengan bersikap rasional. “Tapi, ketika cara itu tidak berhasil, aku melakukan sesuatu yang disebut grounding, di mana aku akan melepas sepatuku di mana pun aku berada dan meletakkan kakiku di tanah. Itu membuatku merasa terpusat, stabil, dan tidak terkurung,” urainya. Pengalaman cemas Julia juga dituangkan ke dalam lagu Anxiety.
Di sini Julia menceritakan rasa cemas serta depresinya secara terbuka dan mendetail. Dia bilang, bercerita tentang kesehatan mentalnya merupakan terapi dan berharap bisa beresonansi terhadap mereka yang mengalami hal serupa. Seiring waktu berjalan, Julia pun mulai belajar tentang bagaimana berpikir positif setiap hari. Dia membuang semua hal negatif dan rutin melakukan terapi.
“Sejak menjalani terapi, aku menyadari betapa besar pengaruhnya ketika kita mau berbicara tentang hal-hal berat yang kita lalui. Semua orang bisa gugup, cemas, atau apa pun, tapi bagi orang-orang yang mengalami serangan panik parah seperti aku, aku benar-benar ingin mereka tahu bahwa aku terus mendukung mereka,” beber Julia.
Menurut Julia, selain menemukan kekuatan dan kepercayaan diri ketika menulis lagu, saat ini dia juga merasakan hal yang sama sebagai seorang penyanyi. “Aku mungkin tidak tahu banyak hal. Tapi, aku tahu satu yang pasti: ini adalah momen paling hidup yang pernah aku rasakan. Mencurahkan emosi-emosi ini, menghadapi ketakutanku, dan menghadapi hal-hal yang belum aku bisa sebelumnya, membuatku semakin kuat tiap hari,” katanya. (Susi Susanti)
(nfl)