Film Laga Indonesia Lebih Siap Bersaing
A
A
A
Belakangan ini bioskop Indonesia dimeriahkan film laga lokal dengan kemasan beragam, termasuk komedi. Fenomena ini tidak lepas dari kemampuan para sineas Tanah Air yang berhasil menggambarkan adegan baku hantam dengan baik. Selain itu, para pencinta film juga rindu dengan film silat atau superhero khas Indonesia.
Banyak film laga yang berhasil menyita perhatian masyarakat, seperti Pendekar Tongkat Emas, Duel: The Last Choice, Runaway, Sang Pemberani, Guardian, The Raid 2: Berandal atau Killers. Tahun ini pun, tidak sedikit produser yang menyiapkan film bergenre superhero lokal. Film Pendekar Tongkat Emas sampai saat ini masih bertahan di bioskop, meski film garapan Ifa Isfansyah ini diperkenalkan pada 18 Desember 2014.
Pencinta film Indonesia melihat film yang dibintangi Eva Celia, Nicholas Saputra, Reza Rahadian, Tara Basro, Christine Hakim, dan Slamet Rahardjo ini memberi tampilan beda. Proses produksi, pengambilan gambar, dan adegannya terlihat rapi dengan cerita yang sangat orisinal, tidak mengikuti tren atau biografi tokoh dan adaptasi novel. Film itu menyuguhkan pemandangan alam luar biasa dari Sumba Timur, sudut yang belum banyak terjamah wisatawan.
Selain Pendekar Tongkat Emas , film Kacaunya Dunia Persilatan menjadi film bergenre silat dengan kemasan komedi yang menjadi hiburan alternatif, tetapi digarap serius oleh Hilman Mutasi. Dia menggarap cerita silat legenda Tanah Air dengan gaya parodi. Tengok saja para pemainnya, seperti Tora Sudiro, Aming, Joe P Project, dan Darius Sinathrya.
Sekilas, film ini begitu terinspirasi dengan The Avengers karena di dalamnya mengumpulkan para jagoan silat klasik, mulai Si Buta Dari Goa Hantu hingga Mantili dari serial Saur Sepuh . Namun, ceritanya justru mirip Pendekar Tongkat Emas.
“Saya sebagai produser enggak mau film ini dibandingkan dengan Pendekar Tongkat Emas, yang pasti kita sempat kepikiran bagaimana membuat parodi tentang pendekar yang generasi saya hilang, seperti Si Buta dari Gua Hantu, Panji Tengkorak, atau Wiro Sableng dan di sini bagaimana kita buat konsep pendekar itu dengan gaya parodi,” kata Helfi Kardit.
Helfi yakin, film bergenre silat dan superhero lokal akan berjaya lagi karena tahun ini sineas Indonesia banyak yang membuat film laga dengan cerita dan karakter asli Indonesia. Sutradara Hanung Bramantyo juga tengah sibuk persiapan karya film superhero perdananya berjudul Gundala Putra Petir.
Namun, film ini baru akan ditayangkan pada 2016. Menurut dia, latar belakang membuat karya film laga sebagai cara melindungi generasi sekarang dari serbuan superhero asing. “Saya membuat superhero lokal ini hanya ingin anak saya punya pahlawan dari Indonesia, bukan dari luar. Anak saya suka sekali sama Frozen , tapi pas saya suguhkan cerita Timun Mas, anak saya enggak suka,” kata suami Zaskia Mecca ini.
Hanung mengaku, film yang dibuatnya itu juga tidak ada jaminan akan laku, meski dia menggarapnya dengan apik. Sebagai sutradara, dia berusaha menggambarkan film Gundala Putra Petir sebagai film asli lokal. “Ketika ada film yang mengangkat superhero lokal, maka film ini menjadi sesuatu yang ditunggu dan diharapkan oleh penonton, terutama dari kalangan anak-anak dan keluarga,” kata sutradara kelahiran Yogyakarta, 1 Oktober 1975 ini.
Selain Gundala Putra Petir , industri film Tanah Air pada juga akan dimeriahkan film Volt, superhero asal Indonesia yang memiliki kekuatan listrik. Kepastian film itu setelah ada lampu hijau dari Skylar Pictures dan Skylar Comics. Volt diambil dari komik yang digagas Marcelino Lefrandt. Dia sudah mendapatkan tiga nama untuk menjadi pemain utamanya, yakni Surya Saputra, Tio Pakusadewo, dan Dennis Adishwara.
Aswin Siregar selaku co-publisher dan ilustrator Skylar Comics menambahkan, film Volt ini akan disutradarai Anggy Umbara yang sukses menggarap Comic 8 dan Mama Cake . Pemerhati film Teguh Imam Suryadi mengatakan, munculnya film tema pendekar dan superhero dengan teknik yang lebih baik, memberi terobosan dan harapan baru bagi industri film, termasuk produser.
“Dukungan penonton film memang belum sebesar harapan para sineas. Namun, hadirnya film laga merupakan proses dan pertanda baik bagi perkembangan perfilman kita, yang konon mulai menggeser atau setidaknya ingin menyamakan secara teknis film Hollywood. Jadi, semoga sinergitas antara penonton dan pelaku film semakin terjalin,” harapnya.
Thomasmanggalla
Banyak film laga yang berhasil menyita perhatian masyarakat, seperti Pendekar Tongkat Emas, Duel: The Last Choice, Runaway, Sang Pemberani, Guardian, The Raid 2: Berandal atau Killers. Tahun ini pun, tidak sedikit produser yang menyiapkan film bergenre superhero lokal. Film Pendekar Tongkat Emas sampai saat ini masih bertahan di bioskop, meski film garapan Ifa Isfansyah ini diperkenalkan pada 18 Desember 2014.
Pencinta film Indonesia melihat film yang dibintangi Eva Celia, Nicholas Saputra, Reza Rahadian, Tara Basro, Christine Hakim, dan Slamet Rahardjo ini memberi tampilan beda. Proses produksi, pengambilan gambar, dan adegannya terlihat rapi dengan cerita yang sangat orisinal, tidak mengikuti tren atau biografi tokoh dan adaptasi novel. Film itu menyuguhkan pemandangan alam luar biasa dari Sumba Timur, sudut yang belum banyak terjamah wisatawan.
Selain Pendekar Tongkat Emas , film Kacaunya Dunia Persilatan menjadi film bergenre silat dengan kemasan komedi yang menjadi hiburan alternatif, tetapi digarap serius oleh Hilman Mutasi. Dia menggarap cerita silat legenda Tanah Air dengan gaya parodi. Tengok saja para pemainnya, seperti Tora Sudiro, Aming, Joe P Project, dan Darius Sinathrya.
Sekilas, film ini begitu terinspirasi dengan The Avengers karena di dalamnya mengumpulkan para jagoan silat klasik, mulai Si Buta Dari Goa Hantu hingga Mantili dari serial Saur Sepuh . Namun, ceritanya justru mirip Pendekar Tongkat Emas.
“Saya sebagai produser enggak mau film ini dibandingkan dengan Pendekar Tongkat Emas, yang pasti kita sempat kepikiran bagaimana membuat parodi tentang pendekar yang generasi saya hilang, seperti Si Buta dari Gua Hantu, Panji Tengkorak, atau Wiro Sableng dan di sini bagaimana kita buat konsep pendekar itu dengan gaya parodi,” kata Helfi Kardit.
Helfi yakin, film bergenre silat dan superhero lokal akan berjaya lagi karena tahun ini sineas Indonesia banyak yang membuat film laga dengan cerita dan karakter asli Indonesia. Sutradara Hanung Bramantyo juga tengah sibuk persiapan karya film superhero perdananya berjudul Gundala Putra Petir.
Namun, film ini baru akan ditayangkan pada 2016. Menurut dia, latar belakang membuat karya film laga sebagai cara melindungi generasi sekarang dari serbuan superhero asing. “Saya membuat superhero lokal ini hanya ingin anak saya punya pahlawan dari Indonesia, bukan dari luar. Anak saya suka sekali sama Frozen , tapi pas saya suguhkan cerita Timun Mas, anak saya enggak suka,” kata suami Zaskia Mecca ini.
Hanung mengaku, film yang dibuatnya itu juga tidak ada jaminan akan laku, meski dia menggarapnya dengan apik. Sebagai sutradara, dia berusaha menggambarkan film Gundala Putra Petir sebagai film asli lokal. “Ketika ada film yang mengangkat superhero lokal, maka film ini menjadi sesuatu yang ditunggu dan diharapkan oleh penonton, terutama dari kalangan anak-anak dan keluarga,” kata sutradara kelahiran Yogyakarta, 1 Oktober 1975 ini.
Selain Gundala Putra Petir , industri film Tanah Air pada juga akan dimeriahkan film Volt, superhero asal Indonesia yang memiliki kekuatan listrik. Kepastian film itu setelah ada lampu hijau dari Skylar Pictures dan Skylar Comics. Volt diambil dari komik yang digagas Marcelino Lefrandt. Dia sudah mendapatkan tiga nama untuk menjadi pemain utamanya, yakni Surya Saputra, Tio Pakusadewo, dan Dennis Adishwara.
Aswin Siregar selaku co-publisher dan ilustrator Skylar Comics menambahkan, film Volt ini akan disutradarai Anggy Umbara yang sukses menggarap Comic 8 dan Mama Cake . Pemerhati film Teguh Imam Suryadi mengatakan, munculnya film tema pendekar dan superhero dengan teknik yang lebih baik, memberi terobosan dan harapan baru bagi industri film, termasuk produser.
“Dukungan penonton film memang belum sebesar harapan para sineas. Namun, hadirnya film laga merupakan proses dan pertanda baik bagi perkembangan perfilman kita, yang konon mulai menggeser atau setidaknya ingin menyamakan secara teknis film Hollywood. Jadi, semoga sinergitas antara penonton dan pelaku film semakin terjalin,” harapnya.
Thomasmanggalla
(bbg)