Dramatic Reading Bulan di Atas Kuburan
A
A
A
KARYA sastra Indonesia kerap dijadikan inspirasi oleh para pelaku seni dalam berkarya. Salah satunya film Bulan di Atas Kuburan.
Ini merupakan adaptasi film dengan judul yang sama karya Asrul Sani, dan terinspirasi dari puisi berjudul Malam Lebaran karya Sitor Situmorang. Kali ini, Galeri Indonesia Kaya bersama dengan MAV Production Asia mempersembahkan sebuah dramatic reading Bulan di Atas Kuburan di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (4/4).
”Pada zaman yang modern ini, banyak masyarakat Indonesia yang semakin melupakan atau bahkan belum mengenal indahnya karya sastra Indonesia. Dengan adanya dramatic reading film Bulan di Atas Kuburan yang ditampilkan oleh tiga artis berbakat Indonesia, yaitu Atiqah Hasiholan, Ria Irawan, dan Mutiara Sani, saya harap para penonton semakin mengenal dan kembali mencintai warisan budaya Indonesia yang harus kita lestarikan ini,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Dalam dramatic reading yang berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam, Atiqah, Ria, dan Mutiara yang merupakan pemeran film Bulan di Atas Kuburan ini, menggabungkan media audio visual dengan pembacaan naskah serta penggalanpenggalan adegan film karya sutradara Edo WF Sitanggang ini.
Dengan nuansa yang berbeda dari film, ketiga perempuan ini membawa penonton untuk melihat beragam konflik dan kenyataan hidup pada zaman sekarang. Bulan di Atas Kuburan adalah sebuah film nasional Indonesia yang dirilis pertama kali pada 1973 dan disutradarai oleh Asrul Sani.
Tahun ini, film tersebut diproduksi ulang dengan mengangkat tema yang sama, tapi disesuaikan dengan kehidupan masa kini. Dirilis pada Kamis (16/4), film ini menceritakan tentang tiga sahabat yang merantau ke Jakarta dari kampung halamannya di Samosir, Sumatera Utara, untuk meraih impian.
Sesampainya di Jakarta, mereka dihadapkan dengan kenyataan hidup yang bukan hanya merebut persahabatan mereka, juga kemanusiaan mereka. Kisah film ini masih sangat relevan dengan kondisi sekarang, mulai dari keadaan sosial, percintaan, politik, urbanisasi, yang kental dengan kehidupan Ibu Kota.
”Dengan membuat ulang film Bulan di Atas Kuburan , saya ingin kembali menyampaikan pesan yang disampaikan sutradara sebelumnya kepada generasi muda saat ini. Meski ada perubahan dari naskah asli, saya tidak meninggalkan keaslian ceritanya, hanya mengemas dengan konsep yang lebih modern sehingga para penonton bisa lebih memahami jalan ceritanya,” ujar Edo WF Sitanggang, sutradara film Bulan di Atas Kuburan versi baru.
Iman
Ini merupakan adaptasi film dengan judul yang sama karya Asrul Sani, dan terinspirasi dari puisi berjudul Malam Lebaran karya Sitor Situmorang. Kali ini, Galeri Indonesia Kaya bersama dengan MAV Production Asia mempersembahkan sebuah dramatic reading Bulan di Atas Kuburan di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (4/4).
”Pada zaman yang modern ini, banyak masyarakat Indonesia yang semakin melupakan atau bahkan belum mengenal indahnya karya sastra Indonesia. Dengan adanya dramatic reading film Bulan di Atas Kuburan yang ditampilkan oleh tiga artis berbakat Indonesia, yaitu Atiqah Hasiholan, Ria Irawan, dan Mutiara Sani, saya harap para penonton semakin mengenal dan kembali mencintai warisan budaya Indonesia yang harus kita lestarikan ini,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Dalam dramatic reading yang berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam, Atiqah, Ria, dan Mutiara yang merupakan pemeran film Bulan di Atas Kuburan ini, menggabungkan media audio visual dengan pembacaan naskah serta penggalanpenggalan adegan film karya sutradara Edo WF Sitanggang ini.
Dengan nuansa yang berbeda dari film, ketiga perempuan ini membawa penonton untuk melihat beragam konflik dan kenyataan hidup pada zaman sekarang. Bulan di Atas Kuburan adalah sebuah film nasional Indonesia yang dirilis pertama kali pada 1973 dan disutradarai oleh Asrul Sani.
Tahun ini, film tersebut diproduksi ulang dengan mengangkat tema yang sama, tapi disesuaikan dengan kehidupan masa kini. Dirilis pada Kamis (16/4), film ini menceritakan tentang tiga sahabat yang merantau ke Jakarta dari kampung halamannya di Samosir, Sumatera Utara, untuk meraih impian.
Sesampainya di Jakarta, mereka dihadapkan dengan kenyataan hidup yang bukan hanya merebut persahabatan mereka, juga kemanusiaan mereka. Kisah film ini masih sangat relevan dengan kondisi sekarang, mulai dari keadaan sosial, percintaan, politik, urbanisasi, yang kental dengan kehidupan Ibu Kota.
”Dengan membuat ulang film Bulan di Atas Kuburan , saya ingin kembali menyampaikan pesan yang disampaikan sutradara sebelumnya kepada generasi muda saat ini. Meski ada perubahan dari naskah asli, saya tidak meninggalkan keaslian ceritanya, hanya mengemas dengan konsep yang lebih modern sehingga para penonton bisa lebih memahami jalan ceritanya,” ujar Edo WF Sitanggang, sutradara film Bulan di Atas Kuburan versi baru.
Iman
(ftr)